His Temptress |87
Satu setengah jam kemudian, Ewan merenggangkan tubuhnya dan merasa lelah setelah menyelesaikan seluruh tumpukan dokumen yang diberikan Eugene kepadanya. Ia merogoh saku-nya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru. Matanya menatap nanar kearah kotak itu, sesekali ia menghembuskan nafas panjangnya sembari menutup mata.
Hari ini ia berniat untuk melamar wanita itu lagi. Lamarannya kemarin sama sekali tidak benar. Ewan tahu sudah seharusnya ia melamar wanita itu dengan cara yang seharusnya karena bagi Ewan, Dee pantas mendapatkan yang lebih dari sekedar itu. Wanita itu pantas mendapatkan yang terbaik dan ia berharap... Dirinya adalah yang terbaik.
Mendengar suara pintu terbuka, Ewan lekas mengangkat kepalanya. Ia tersenyum miring saat melihat Eugene membawa secangkir kopi. "Untukku?"
"Untuk-ku, tepatnya."
"Lalu untukku?"
Eugene mengangkat bahunya tak acuh. Ia berjalan masuk ke dalam ruangan dan menyandarkan punggungnya dekat jendela yang ada di samping kanan Ewan. Meski mata Eugene menatap kearah jendela yang menampilkan pemandangan taman, Ewan tahu bahwa pria itu tidak sedang melihat kearah pemandangan.
"Kalau ada yang ingin kau katakan kepadaku, kau bisa langsung mengatakannya kepadaku, Gene." Ewan menyandarkan punggungnya, mata hijaunya mengarah ke Eugene. "Kau marah karena aku menjauhkanmu dari istrimu?"
Eugene tidak menjawab.
"Untuk sementara ini kau tidak boleh bertemu dengannya, Gene." Ucapan itu membuat kepala Eugene menoleh kearahnya. "Biarkan Terry bersamanya. Aku bersumpah dia akan baik-baik saja."
"Bisakah kau menjelaskan 'mengapa', sehingga aku tidak perlu menebak-nebak apa yang sedang kau pikirkan sekarang?" tanya Eugene dengan suara dingin. "She's my wife..."
"I don't care, Gene. Dia boleh menjadi apapun yang kau inginkan. Istrimu, kekasihmu ataupun pasangan hidupmu dan aku tidak akan mengeluh sama sekali." Sebelum Eugene bisa mengucapkan sepatah katapun, Ewan berdiri dan dengan tenang berkata,"Tapi kau sudah hampir sebulan menyakiti dirimu sendiri."
"I'm not."
"Iya, katakan itu di depan Terry dan katakan juga di depan Catherine, dia yang melaporkanmu kepadaku. Kau tidak memakan makananmu sama sekali, yang kau pikirkan hanyalah mengapa Harletta tidak bangun. Dan itu sudah cukup Gene. Aku tidak bisa lagi menoleransi kelakuan bodohmu itu."
Eugene menghela nafas panjang. Ia mendongakkan kepalanya sembari memijat tengkuknya saat ia membuka matanya hanya satu kalimat yang bisa terucap dari mulutnya. "Maafkan aku."
"Instead sorry, you better say thank you, man."
"Jangan pikirkan masalahku." Eugene kembali mengusap tengkuknya. Ia tersenyum kecil kearah Ewan dan bertanya, "Jadi kapan kau akan melamarnya?"
"Aku sudah melakukannya."
Seketika Eugene mengangkat alisnya seolah bertanya 'Kapan?' dan sekarang malah Ewan yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia berdehem berulang kali sebelum akhirnya berkata, "Waktu kami selesai... Well, kau tahu apa yang hendak kukatakan."
"Dan melihat kotak beludru itu, kau hendak melamarnya sekali lagi?" Mata Eugene menangkap sebuah kotak beludru di tangan Ewan. Ia mengenali kotak itu dan Eugene justru bertanya-tanya mengapa Ewan belum membuang kotak sialan itu. "Jangan bilang kau akan memberikan cincin sialan itu kepadanya, Ewan."
"Yah, aku memang akan memberikannya."
"Cincin itu adalah cincin yang pernah dikembalikannya lima tahun yang lalu tepat di depan altar. Dan kau hendak memberikannya kembali? Kau pikir dia akan menerimanya?"
"She's will." Ewan menjawabnya dengan tegas, tapi tubuhnya tidak bisa bekerja sama dengan otaknya. Kini tangannya yang tengah memegang kotak beludru itu bergetar. Sebenarnya ia tidak yakin dengan jawabannya sendiri. "At least, I hope she will accept it. If she loves me, I want her to accept my invitation to rewrite our story."
"Kau sangat mencintainya, bukan?"
"I don't understand, Gene. All I know is I don't deserve it, though I still want her. I want every bit of her. Her whole self." Ewan terkekeh. "Aku merasa sangat cheesy dan ini memalukan."
"Go get her, Ewan. Setelah semua yang kau lalui, kau berhak sesekali menjadi cheesy dan memalukan," ucap Eugene dengan senyum lebar.
Bagi Eugene, walaupun seluruh orang akan menghakimi Ewan, ia tidak akan peduli sama sekali. Karena bagi Eugene, pria itu pantas mendapatkan apa yang dianggap orang lain tidak pantas. Tidak peduli apapun yang terjadi, yang diinginkan Eugene hanyalah kebahagiaan Ewan terlepas dari keinginan pertamanya yaitu... melihat istrinya kembali membuka mata.
Tak lama setelah Ewan meninggalkan ruangan sambil membawa kotak beludrunya itu, Eugene menghela nafas lalu ia tersenyum kecil sambil menutup matanya dengan tangan di sakunya. "You should be happy this time, Ewan."
⃰
Tepat ketika Ewan menutup pintu di belakangnya, seseorang memeluknya dari belakang. Samar-samar ia menghirup dalam-dalam aroma Lilac yang sangat di sukainya. Ia membiarkan punggungnya di dekap sedemikian rupa sementara ia tersenyum geli ketika orang yang memeluknya itu menggesek kepala ke punggungnya.
Ewan mengangkat tangan dan melihat jam tangan. "Aku baru saja bekerja selama satu setengah jam dan kau sudah merindukanku?"
"Iya. Aku merindukanmu," jawab Lidya tanpa tahu malu.
Hal ini mengejutkan Ewan karena biasanya wanita itu akan mengerahkan seluruh akalnya untuk menolak kenyataan bahwa wanita itu memang merindukannya. Ewan dengan cepat melepaskan pelukan Lidya, sebaliknya ia melingkari pinggang wanita itu dengan lengannya sembari menarik wanita itu mendekat kearahnya. "Biasanya kau akan mencari kalimat yang pas untuk melarikan diri dariku."
"Aku tidak pernah melakukannya, Marshall."
"Yes, you did." Ewan mendekatkan kening mereka, menghirup dalam-dalam nafas wanita itu dengan senyum yang merekah. "Baiklah, sesekali kau memang mengakui-nya, tapi kejadian ini sangat langka."
"Marshall..."
"Hm?" Ewan menjawab panggilan itu tanpa membuka matanya. Ia tengah menikmati perasaan senang yang membuncah pada dirinya sendiri, ia bahagia dengan bagaimana cara Lidya memanggil namanya, ia bahagia dengan bagaimana cara wanita itu menerima pelukannya. Ia bahagia dengan kehadiran wanita itu, walaupun mereka tidak melakukan apapun. "Shh... Aku sedang menikmati guling empuk-ku. Jangan bergerak dulu."
Lidya tertawa dan suara itu membuat Ewan tersenyum lebar.
Sebelum Ewan mereguk seluruh waktu yang dimilikinya, mendadak ia mendengar suara Elizabeth yang berdecak sebal dan meledeknya. "Ayolah two bird. Apa kalian akan terus berpelukan sepanjang hari di depan pintu sementara kalian memiliki tempat tidur yang nyaman?"
Ewan melepaskan pelukan mereka sedikit, tatapannya mengarah ke Elizabeth yang kini mengenakan gaun malam. Alis Ewan naik lebih tinggi dari sebelumnya ketika ia bertanya, "Kau hendak kemana, Lizzie?"
"Mirror." Lizzie tersenyum lebar dan menepuk tangannya berulang kali. "Kau juga cepat berpakaian. Aku ingin kalian berdua tampak stunning malam ini. Dan kau juga Dee, bukankah sudah kukatakan kepadamu untuk mengenakan gaun yang sudah kusiapkan untukmu?"
"Aku baru saja mau mengenakannya, Lizzie," jawab Dee.
"Lidya tidak membawa gaun sama sekali. Kau tidak menyiapkan gaun yang aneh-aneh bukan, Lizzie?" Mata Ewan menyipit kearah Lizzie dan ketika Lizzie tersenyum lebar, Ewan kembali berkata, "Aku tidak mengijinkannya mengenakan pakaian stunning, Lizzie. I forbid it!"
Elizabeth tertawa lebar, ia menjentikkan tangannya dan beberapa pelayan yang biasa mengikuti Lizzie datang dengan membawa gaun. Ketika gaun itu di tampilkan di hadapannya, mulut Ewan terbuka dan ia membeku di tempatnya. Mengetahui cucu kesayangannya terkejut, Lizzie bertanya, "Kau mengenal gaun ini?"
"Da-dari mana kau mendapatkannya?! Tidak, aku merubah pertanyaanku. Bagaimana bisa kau mendapatkannya?! Aku yakin sudah mengunci bangunan itu dengan sempurna. Tiga kunci khusus yang dibuat dengan system dan aku juga yakin Simon menjaga—"
"Iya Simon menjaganya dengan baik. Tapi kau lupa kalau Simon masih berada di bawahku, Marshall." Lizzie tersenyum lebar, lalu tatapannya terarah kepada para pelayan. "Bantu Lidya memilih gaun yang akan dikenakannya. Jangan lupa, aku menginginkan penampilan terbaiknya malam ini. Kalian mengerti?"
"Yes, My Queen."
Ketika pelayan itu berjalan meninggalkan ruangan bersama dengan Lidya, Lizzie masih mendengar protes keras dari Ewan mengenai kesalahan penggunaan status dan beberapa undang-undang mengenai pelanggaran dalam memasuki bangunan. Namun Lizzie menanggapinya sambil mengibaskan tangan.
"Jangan bodoh Marshall. Aku yang membuat undang-undang itu dan kau tidak perlu melempar kembali undang-undang itu ke wajahku. Lagipula aku hanya masuk dan meminjam beberapa gaun." Lizzie bersidekap dan mengangkat salah satu alisnya tinggi sambil mengatakan satu hal yang membuat pria dihadapannya terdiam. "Aku hanya membantumu memilihkan gaun yang memang hendak kau berikan kepadanya, walaupun kau tidak berani memberikan kepadanya, Dulu."
"Malam ini adalah perayaan penobatan Charles," lanjut Lizzie.
"Kalau begitu aku tidak perlu datang Lizzie. Kami berdua tidak perlu datang," sanggah Ewan. "Kalau hanya penobatan—"
"Malam ini adalah perayaan penobatan Charles, sekaligus acara pertunangan anak-ku."
Jawaban itu membuat Ewan terdiam dan ia menatap Lizzie dengan bingung seolah takut menjawab atau menerka apa yang hendak diucapkan oleh wanita itu. Melihat kediaman Ewan, Lizzie tersenyum lembut. "Anakku yang sangat nakal. Namanya Marshall."
"Lizzie..."
"Malam ini adalah perayaan untuk dua orang yang sangat kusayangi. Charles dan kau." Lizzie berjalan mendekati Ewan, tangannya terulur dan Lizzie berjinjit sedikit untuk mengelus puncak kepala Ewan. Dengan lembut Lizzie berkata, "Acara pernikahanmu yang pertama memang buruk, tapi bukan berarti kau tidak bisa mendapatkan acara kedua yang sempurna, Marshall."
"Anak-ku, harus bahagia. Kau tahu kalau aku menyayangimu bukan, Marshall?"
Ewan menatap Lizzie dengan rasa sayang yang tidak ditutupi. Ia merasa bersyukur karena mengenal Lizzie dan hatinya seolah menghangat. "Kau tidak perlu melakukan hal ini untukku, Lizzie. Aku sudah bahagia dengan keadaan sekarang."
"Tentu perlu. Anak yang kusayangi pantas bahagia, dan aku akan meyakinkan kau mendapatkan kebahagiaanmu kali ini, Marshall." Ketika Ewan memeluk Lizzie dengan erat, wanita itu tersenyum lebar. Dengan tangannya ia menepuk punggung besar Ewan dan berkata, "Sudah. Sudah... Acara sudah akan di mulai. Charles sudah memesan satu bangunan itu untuk kalian berdua. Sekarang segera ganti pakaianmu kecuali kau ingin menghadiri acara pertunanganmu dengan baju jelek ini dan mempermalukan tunanganmu."
TBC | 14 Januari 2018
Repost | 29 Mei 2020
Mereka mau tunangan, siapa yang mau dateng? Jangan lupa siapin hadiah untuk pertungan mereka ya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top