His Temptress | 78


Miss me under your bedtime, kiss me under shine of moonlight, dance with me like you never see me again—Ewan Marshall Wellington.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Eugene sambil membawa sebuah nampan yang berisi segelas susu hangat. "Apakah dia masih dalam keadaan shock?"

"Sepertinya tidak."

Samuel menjawab pertanyaan Eugene dengan cepat, hingga membuat Eugene mengangkat alisnya tinggi-tinggi dan membalas ucapan pria itu dengan nada mengejek. "Dia melihatmu membunuh seseorang, membawanya kembali kedalam kurungan dan kau bilang dia telah pulih dalam keadaan shock? Memangnya siapa kau? Harry Potter yang bisa membaca pikiran Voldemort?"

"Cut it off, Gene," ucap Samuel dengan wajah datar. "Dia baik-baik saja karena dia sedang tertidur."

"Oh..."

Ucapan Samuel telah menjawab pertanyaan Eugene. Karena mereka berdua tahu bahwa wanita itu tidak tidur sejak berita mengenai kecelakaan yang terjadi pada Ewan. Jujur saja mereka ingin mengatakan kepada Lidya bahwa Ewan masih hidup, dan mereka akan melakukannya tanpa menunggu apakah Ewan akan mengijinkannya atau tidak. Tapi masalahnya mereka tidak memiliki bukti nyata.

Maximillian dan Aram Alford tidak bisa dihubungi sama sekali, pemancar yang dipasang pada ponsel Ewan telah menghilang. Eugene bahkan telah mencoba mencari keberadaan Ewan ke salah satu temannya di CIA, dan temannya itu hanya berkata Ewan tidak bisa diganggu untuk sementara waktu dan Eugene harus percaya bahwa Ewan masih hidup.

Jadi bagaimana mereka bisa bilang kepada wanita rapuh seperti Lidya Prescott bahwa kekasihnya masih hidup namun tidak bisa di hubungi? Hanya orang bodoh saja yang akan mempercayai hal itu dan tertidur dengan tenang.

Eugene menggeleng kepalanya dan tanpa sadar berkata, "Dulu Ewan pernah berkata bahwa Lidya bisa tertidur seperti beruang kutub dan tidak ada satupun orang yang akan berani membangunkannya. Sepertinya hal itu benar." Ia menatap segelas susu di tangannya, mengangkat gelas tesebut dan meminumnya.

Sementara Samuel hanya mengangkat alis dan setelah susu tersebut tinggal setengah, ia bertanya dengan suara datar. "Bukankah kau membuatnya untuk Lidya?"

"Iya."

"Lalu kenapa—"

"Wanita itu sudah mendapatkan apa yang dibutuhkannya, sekarang giliran aku mendapatkan apa yang kubutuhkan bukan?"

Samuel mengernyit. "Kau tidak pernah menyukai susu, Gene. Kau bahkan menghindari minuman itu berapakalipun Ewan memaksamu untuk meminumnya saat kita bermain Truth and Dare. Jadi bagaimana bisa—"

"Tapi aku juga tidak pernah bilang kalau aku tidak bisa meminumnya bukan?" sanggah Eugene. Ia meletakkan gelas kosong tersebut di atas nampan dan memberikannya kepada Samuel. "Nah, sekarang kau membutuhkan makanan setelah berperang melawan pria suruhan Jake selama hampir seharian."

"Kau tahu?"

"Tentu saja," jawab Eugene cepat. Lalu mendorong Samuel agar menjauhi ruangan Lidya "Sudah, cepat ke dapur. Seharusnya banyak makanan enak di sana, biar aku menyuruh Simon berjaga di sini. Lalu basuh tanganmu yang berlumuran darah akibat perkelahian melawan tiga orang suruhan Jake."

"Empat," ralat Samuel dengan wajah datarnya.

"Oh shit, bisakah kau jangan mengoreksi ucapanku? Dan bisakah kau memperlihatkan wajah manusiawimu tanpa wajah datarmu itu?"

Samuel mengendikkan bahu tak acuh dan langsung berlalu dari depan kamar Lidya sambil membawa nampan yang diberikan oleh Eugene, ia berjalan santai menuju lorong yang menghubungkannya ke kamarnya sendiri. Nampaknya setelah hari yang panjang ini, Samuel akan meng-skip makan malamnya dan memilih untuk tidur selama beberapa jam kedepan.

Sementara itu, Eugene tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Ia hanya menghela nafas panjang. Setelah merasa Samuel telah pergi, Eugene masuk ke dalam ruangan Lidya, dan hanya menatap wanita itu untuk waktu yang sangat lama hingga akhirnya Eugene berkata, "he loves you." Eugene tersenyum kecil dan kembali berbisik, "Good Night, Sister in law."

Setelah memeriksa Lidya, langsung saja Eugene kembali ke ruangan Harletta di mana wanita itu tertidur pulas. Menurut Terry, seharusnya Harletta telah bangun, seharusnya wanita itu sudah membuka mata tapi kenyataannya wanita itu tidak membuka matanya sama sekali. Semua yang dilihat Eugene hanyalah hembusan nafas teratur yang menyatakan bahwa wanita itu tengah tertidur pulas.

"Dia sudah baik-baik saja," ucap Eugene sambil menarik sebuah kursi dan duduk di samping Harletta. Tangan Eugene terulur mengelus kening Harletta, menyingkirkan rambut yang mengganggu dan menyelipkan rambut tersebut ke balik telinga wanita itu. "Dia baik-baik saja dan aku tidak sedang baik-baik saja."

"Aku juga sudah meminum susu yang sangat kubenci, Harlie..."

Namun wanita itu tidak juga membuka matanya. Eugene mendekatkan wajahnya, menempelkan keningnya di pipi Harletta sembari menutup matanya. Ia tahu bahwa tidak seharusnya ia egois. Harletta sudah kembali dan wanita itu masih hidup, bukankah seharusnya ia bersyukur? Tapi Eugene tidak bisa bersyukur...

Ia melingkarkan tangannya dari atas kepala Harletta, menarik wanita itu mendekat kearahnya. "ζώντας χωρίς εσάς σαν μια ατέλειωτη φυλακή. Όπως ένα δράμα και παίζω έναν ρόλο που δεν έχει ευτυχισμένο τέλος." (Living without you as an endless prison. Like a drama and I play a role that does not have a happy ending.)

"Aku salah ketika aku percaya segalanya akan baik-baik saja dan malah meninggalkanmu sendirian di rumah itu." Eugene mengeratkan pelukannya, berbisik pelan sembari menahan rasa sakit yang menyebar di seluruh tubuhnya. "Hidup tanpamu adalah tugas termustahil bagiku. Kalau kau akan bangun setelah Lidya bahagia, aku akan berusaha untuk membuat mereka bahagia. But please...never punish me like this again, μέλι."

Tepat ketika Eugene mengucapkan kalimat cinta itu, jemari Harletta bergerak dan hal itu membuat tubuh Eugene menegang. Dan dengan cepat ia menatap wajah Harletta namun tidak ada satu pun kedipan bulu mata. Saat itulah Eugene menggigit bibirnya, menolak untuk meneteskan air matanya. Ia tidak akan menangis.

Eugene sudah bersumpah kepada dirinya sendiri untuk tidak menangis, untuk tidak memohon kepada siapapun—ketika istrinya dinyatakan meninggal. Dan Eugene memegang teguh sumpahnya itu. Ia tidak akan menangis, tapi ketika ia harus menangis... Eugene menginginkan Harletta berada di pelukannya dan memeluknya kembali—seperti dulu.

"It's alright. Aku akan menunggumu dan selalu berada di sampingmu, μέλι. Kali ini aku tidak kemana-mana," bisik Eugene pelan lalu memberikan ciuman penuh kelembutan di kening Harletta.

04.00 Morning.

Simon dan Samuel mendadak terbangun karena mendengar suara bising di halaman hotel. Sebagai bagian dari staff utama Ewan, mereka sudah dilatih untuk selalu sigap di manapun dan dalam waktu seperti apapun. Jadi saat mendengar suara helikopter yang sangat berisik, mereka langsung melempar selimut, memakai celana dan jaket mereka secepat yang bisa dilakukannya.

Mereka berlari di koridor sambil membawa senjata. Namun ketika berada di halaman belakang hotel mereka berdua mengumpat bersamaan. "Brengsek! Tidak bisa ya berlaku waras di setiap kepulanganmu?!" teriak Simon kesal sambil mengacak-acak rambutnya. "Damn it! Aku seharusnya membunuhnya dari dulu."

"Kau memang seharusnya melakukan hal itu dari dulu," jawab Samuel sambil menghela nafas lelah. Ia mengangkat tangannya lalu berbisik, "Bisa-bisanya pria itu pulang jam empat pagi?"

"Dia memang Dewa." Simon memasukkan kembali pistol ke balik pinggangnya dan mengumpat sejenak sebelum meneruskan ucapannya, "Dewa Rusuh!"

Belum selesai mereka mengumpat untuk mengeluarkan rasa kesal dari hati mereka, dari pintu helikopter terlihat Maximillian Russel dan Aram Alford turun sambil mendesah kesal. Simon dan Samuel bahkan bisa mendengar teriakan Aram yang juga mengumpat sambil membersihkan debu di pakaian mereka."Sialan! Mau pulang saja harus mampir ke toko bunga. Apakah dia sudah gila?!"

"Kalau dia waras aku jamin perusahaan raksasanya tidak akan terbentuk dan kita tidak akan terikat dengannya sampai sekarang, Aram," ucap Max yang wajahnya juga terlihat tidak senang. "Aku harap Lidya bisa mengubah kegilaannya walau hanya sepersen."

"Dua persen kuharap."

Aram dan Max berhenti di depan Simon dan Samuel yang bertanya kepada mereka, "Apa yang terjadi? Di mana Ewan?"

Max menatap Aram sekilas lalu kembali ke dua pria yang ada dihadapannya. Tanpa berpikir lagi ia berkata," Kau berharap Lidya mengubah kegilaannya sebanyak dua persen, Aram?" Max menggeleng. "Kau seolah berharap Satan berubah menjadi malaikat Mikael." Max mendesah panjang. "Jam dua pagi dia menggedor kamar tidur John hanya untuk mendapatkan bunga dan menolak pulang sampai mendapatkan bunga tersebut." Max menoleh kearah Aram lagi, kali ini alisnya dinaikkan dan ia kembali bertanya,"Dan kau berharap kegilaannya akan berkurang dua persen?"

"Anggap saja aku sudah gila Max," jawab Aram cepat sambil menggeleng kepalanya. Ia menepuk pundak Samuel pelan. "Ladeni dia, kami akan menggunakan kamar tamu untuk tidur. Tolong jangan bangunkan kami kecuali ada masalah yang sangat crusial. Aku harus mengembalikan kewarasanku setelah mengalami berbagai kegilaan bersama atasanmu itu."

Dan Max pun melakukan hal yang sama dengan Aram. Ia menepuk bahu Simon dan berkata, "Same here. Jangan bangunkan aku kecuali dunia mengalami geostorm. Okay?"

Baik Simon dan Samuel hanya bisa mengernyitkan alisnya dalam-dalam sambil menatap kepergian dua pria yang merupakan sahabat lama Ewan. Namun tepat Max dan Aram menghilang, baik Samuel dan Simon sama-sama mendengar suara Ewan yang lebih keras daripada degungan helikopter.

"Simon, Samuel. Kalian pasti merindukanku bukan?! Maaf, daddy pergi terlalu lama!"

Simon menoleh dan merasa horror ketika atasannya yang dicari-cari mereka selama tiga hari ini turun dengan langkah enteng dengan membawa buket bunga besar yang bahkan hampir menutupi setengah tubuhnya. Tanpa berpikir Simon berkata, "Aku menyesal mendoakannya kembali sebelum aku tidur tadi."

"Kutuk dirimu selama setahun ini, Simon. Karena doa-mu itu kita harus berhadapan dengan masalah lagi." Samuel menjawab tanpa membalikkan tubuhnya. "Oh God, bahkan kecelakaan pesawat tidak bisa menghilangkan nyawa pria itu."

"Dia punya berapa nyawa sebenarnya?" Tanya Simon yang masih melihat Ewan mengancung-ancungkan buket bunga di tangannya. "Ya Tuhan..."

Ewan berjalan kearah mereka sambil merentangkan tangan lebar-lebar, ia tersenyum dan berkata, "Come to Daddy! Simon! Samuel!"

Daddy your ass!

TBC | 01 Desember 2017

Repost | 20 Mei 2020

Senyum senyum kan kalian sekarang? gimana perasaan setelah melihat kelakuan Ewan? 

Bantu Spam vote dan komen ya. Thank you guys.:)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top