His Temptress | 73


"...telah terjadi kecelakaan pada pesawat pribadi milik Ewan Wellington. Siang ini, di beritakan langsung dari London, United Kingdom. Mr. Wellington berencana kembali ke Yunani pagi ini dan pesawat yang dinaikinya mengalami malfunction. Sekarang, tim penyelamat sedang berusaha mencari keberadaan—"

Lidya tidak lagi mendengar apa yang tengah diberitakan. Remote televisi telah jatuh dari tangannya, sejenak yang bisa dirasakan oleh Lidya adalah ketakutan. Berulang kali Lidya merasa ingin menangis, namun air matanya tidak keluar.

Percayalah padanya...

Otaknya terus mengatakan hal itu, tapi hal itu tidak membuat jantungnya berhenti berdegup kencang. Lidya memukul dadanya berulang kali, seolah-olah hal itu bisa menghentikan degup jantungnya. "Ini hanya rumor Lidya... ini semua hanya rumor..." bisik Lidya pelan kepada dirinya sendiri.

Lalu pintu terbuka lebar, menampakkan wajah Eugene yang tenang. Pria itu berjalan kearah Lidya dengan tenang. "Makan pagi sudah siap, tadinya aku ingin mengatakan hal itu. Tapi—" Eugene mencengkram bahu Lidya dan menepuknya pelan. "Ada apa?"

"Apakah... Marshall pulang dengan pesawat pribadi?"

Eugene mengernyit karena pertanyaan Lidya yang sangat tidak masuk akal. Ia hendak menjawab, namun Lidya sudah berkata, "Bukankah dia akan pulang dengan pesawat komersial? Katanya... dia akan menggunakan pesawat Maximillian atau komersial karena pesawat pribadinya tidak menyenangkan!"

Lagi-lagi Eugene mengernyit. Dan kali ini Lidya yang balik mencengkram lengan pria itu," Please, Gene... Ucapkan sesuatu." Ketika Eugene tidak mengatakan apapun dalam dua detik berikutnya, Lidya merasa panik dan kali ini ia menangis. "Dia tidak naik pesawat-nya sendiri, Dee. Marshall lebih senang pulang dengan balon udara atau helicopter. Pria itu—" Lidya mendongak,"Katakan seperti itu, Gene!!"

Otak Eugene berusaha mencerna dan kemudian ia mendengar suara dari televisi kembali menyuarakan sebuah berita. "Pagi ini, pesawat Ewan Wellington, mengalami malfunction dan mendarat di salah satu perairan—"

"SAMUEL!" teriak Eugene keras.

Teriakannya mampu menutup suara televisi tersebut. Dengan cepat ia memeluk tubuh Lidya dengan kedua tangan menutupi telinga wanita itu. Ketika Samuel masuk ke dalam ruangan dengan beberapa staff lainnya, Eugene dengan dingin berkata, "Periksa apakah Ewan benar-benar menggunakan pesawat sialan itu. Dan cari tahu apakah pesawat itu benar-benar mengalami malfunction."

"Okay."

Setelah menerima perintah dari Eugene, Samuel langsung bergegas keluar dan memerintahkan anak buahnya untuk melakukan tugas yang disuruh oleh Eugene. Sementara di dalam ruangan, Eugene sudah melepaskan tangan dari telinga Lidya, memaksa wanita itu untuk menatap ke arahnya.

"Dia tidak naik pesawat, Dee. Kau harus percaya dengan jawabanmu sendiri. Kalau kau berpikir dia tidak naik pesawat sialan itu, maka dia tidak menaikinya,"ucap Eugene.

Lidya berusaha menahan gemetar di tangannya. Separuh hatinya ingin bersorak, separuhnya lagi ingin berteriak bahwa ia menginginkan Ewan kembali di hadapannya. Kalau kali ini pria itu kembali, Lidya akan meminta pria itu untuk menikahi-nya. "Setelah puteraku dan Harletta, aku akan kehilangan Ewan. Sampai berapa banyak, aku akan belajar menerima bahwa sesungguhnya aku tidak pernah bisa mengalahkannya?"

Tubuh Eugene mematung. Jantungnya serasa ingin berhenti berdetak ketika ia mendengar,'setelah Harletta...' Dengan penuh paksaan, Eugene menelan saliva-nya. Tanpa sadar, Eugene menarik tubuh Lidya dan memeluknya erat. "Dia akan baik-baik saja...Mereka berdua akan baik-baik saja, Dee. Kita hanya perlu mempercayai pada satu kemungkinan positif walaupun terlihat sangat mustahil."

Seharusnya Lidya memang melakukan hal itu. Ia memang harusnya percaya bahwa Marshall tidak akan pernah melukainya. Ia harusnya percaya bahwa pria itu tidak akan pernah meninggalkannya. Tapi... hatinya tetap takut.

"You give me your trust and I am yours, Agapi Mou. Completely your slave" Ucapan Marshall mengalun merdu di telinganya. Lidya menarik nafas perlahan, mengepalkan tangan di samping tubuhnya dan menutup matanya perlahan.

Please, come back to me safety, Marshall...

Marshall berjanji akan pulang cepat, dan hari ini belum hari perjanjian mereka. Sudah tiga jam Lidya duduk di pinggir tempat tidur, kepalanya seolah mengambang dan ia tidak bisa berpikir jernih. Air matanya sudah kering, tapi tetap saja ia tidak ingin melakukan apapun. Berulang kali ia mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa Marshall akan pulang.

Satu minggu, itu berarti masih ada empat hari lagi. Marshall akan pulang, putus Lidya. Yang perlu dilakukannya adalah duduk diam dan segalanya akan baik-baik saja.

Ketika ia memaksakan dirinya untuk menerima hal itu, ponselnya berdering. Ia membuka email masuk dan tubuhnya menegang ketika pesan tersebut berisi ucapan ayahnya yang tidak memiliki hati sama sekali. Bagaikan pria tanpa hati, pria itu terus menekannya, meracuninya dengan berbagai sugesti yang tidak masuk akal. Dan kali ini, pria itu telah sukses mempermainkan emosinya.

Bagaimana rasanya kehilangan darah dagingmu sendiri sekaligus ayahnya?

Air mata Lidya mengalir. Tangannya terkepal, walaupun Lidya berusaha menahan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Ia tidak bisa. Untuk sekarang, ia tidak bisa lagi menahan emosinya. Ada alasan mengapa selama ini ia bertahan, mengapa selama ini tidak pernah terlintas di dalam benaknya untuk membalas semua perlakuan ayahnya.

Semuanya karena ibunya...

"Dia ayahmu. Mungkin secara mental, dia bukanlah ayahmu, tapi secara biologis, dia adalah ayahmu dan sah di mata hukum Dee," ucap Joccelyn lembut sambil mengelus lembut puncak kepala Dee.

Lidya menggeleng. "Dia jahat mama. Dia menyakitimu dengan ucapan yang sangat kasar, kau bukanlah terlahir untuk tidak dicintai mama." Lidya mendongak, berusaha menghentikan air matanya. "Aku mencintaimu, Harletta juga mencintaimu..."

Setelah mengatakan hal itu, tatapan Lidya menjadi sendu. "Kenapa mama mengangkat Harlie menjadi anak?"

"Kenapa kau berkata seperti itu?" Joccelyn mengelus puncak kepala Lidya kembali dengan lembut. "Kau tidak menyukai Harlie?"

"Tidak."

"You're a bad liar, Dee." Joccelyn tertawa kecil. Ia mengulurkan tangan, menarik puterinya dan mengangkatnya ke atas pangkuannya. "Nah, anak mama yang cantik, coba beritahu mama, kenapa kau berkata seperti itu? Jangan berani membohongi mama, Dee karena mama tahu kau bukanlah anak yang seperti itu."

Lidya menggigit bibirnya. "Karena papa terus menyuruh Harlie melakukan hal yang tidak masuk akal. Kemarin... papa menyuruh Harlie untuk mendorong anak yang mengganggunya ke sungai, katanya keluarga Prescott tidak boleh di sakiti dan kalau ada yang menyakitinya..." Lidya menggeleng pelan. "Aku tidak suka ketika Harlie melakukan hal itu, mama. Harlie bukan anak seperti itu."

"Dee..."

"Please mama, usir saja Harlie jauh-jauh."

Joccelyn memeluk Lidya erat, menenangkan anaknya. "Mama adalah ibu yang jahat, teruslah anggap demikian." Joccelyn menutup matanya, menarik nafas panjang dan berkata, "keberadan Harlie adalah keselamatan untukmu, Dee. Karena itu mama tidak bisa mengusir Harlie. Karena bagi mama..."

"Bagi mama, keberadaanmu adalah segalanya. Kau adalah tumpuan mama, kau adalah pengharapan mama, Dee." Joccelyn melepaskan pelukannya, menggenggam tangan Lidya erat. "Berjanjilah, kau tidak akan membenci ayahmu, Dee. Kau tidak akan membenci orang yang mama cintai. Papamu..."

"Ma..."

"Sesulit apapun kau melakukannya, andaikan papamu melakukan hal yang telah menyakiti hatimu. Tolong... maafkan dia." Joccelyn menghapus air matanya dengan cepat. "Dulu... dia tidak seperti itu, Dee. Percayalah, pernah ada saatnya iblis menjadi seorang malaikat."

"Kalau dulu papa tidak seperti itu, kenapa sekarang dia menjadi seorang iblis? Dia jahat dan—"

Joccelyn memeluk Lidya, menimangnya sayang. "Ingatlah selalu Dee, ada cinta yang membuat kita bahagia, ada cinta yang membuat kita bersedih dan ada cinta yang membuat kita kehilangan jati diri. Dalam kasus ayahmu, dia... telah kehilangan kepercayaan terhadap cinta. Mungkin semua orang tidak mengerti dan tidak memahaminya, tapi mama bisa."

"Papamu hanya butuh waktu untuk mengerti bahwa mama selalu di sampingnya, Dee. Dan suatu saat nanti, dia akan kembali ke dirinya yang dulu."

TBC | 28 Oktober 2017

Loha, I'm back. Bagaimana perasaan kalian hari ini?

Jangan lupa vote dan commentnya :) 



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top