His temptress | 69

Lidya menyentuh tangan Harletta yang terasa kering di kulitnya, mengusapnya lembut. "Apa kau akan marah padaku kalau aku menginginkan kematian ayah?" bisik Lidya pelan, tatapannya terarah pada mata Harletta yang terpejam. "Apa kau akan marah kalau aku tidak bisa memaafkannya, Har?"

"Dia melukaimu..." Lidya membiarkan air matanya menetes pada punggung tangan Harletta, ia membiarkan tatapannya yang mulai mengabur. "...Dia melukai Lucas..." Kemudian Lidya memaksakan sebuah senyum di bibirnya, "Sekarang puteraku memiliki nama, Har. Nama yang belum sempat kuberikan kepadanya. Kau tahu siapa yang memberikannya?"

Ketika tidak ada jawaban, Lidya menjawab untuk dirinya sendiri. "Marshall... memberikan nama untuk anak kami. Lucas...Bukankah nama itu terlihat sangat bagus?"

"Aku berusaha kuat, Har, karena kau janji akan terus berada di sampingku. Kau berjanji untuk terus memelukku ketika aku mengeluarkan air mataku." Lidya menarik nafas panjang. "Apa kau tahu, Har? Kalau aku jatuh cinta kepada Marshall karena dirimu..." Lidya mencengkram erat tangan Harletta sambil menahan isak tangisnya. "Karena Marshall pernah berkata, 'Kalau memang Harletta sepenting itu bagimu, kau harus menjaganya, karena itulah aku jatuh cinta padamu.' Bukankah ini aneh, ketika aku jatuh cinta kepada seseorang yang mengatakan hal yang sama dengan kakakku sendiri?"

Lidya mengaitkan jemari kelingking mereka dan mulai berkata pelan, "Kita pernah berjanji bukan? Bahwa kita akan terus bersama selamanya, sampai maut memisahkan kita Har. Karena kau adalah saudaraku, karena walaupun kita memiliki darah yang berbeda, hati kita tetap satu keluarga."

"Karena itu jangan menyerah Harlie, atau aku akan sangat membencimu. Kalaupun Dewa Kematian tengah berada disampingmu, kau harus bisa mengusirnya," bisik Lidya. Ia memajukan tubuhnya dan mengecup pelipis Harletta, "Aku menyayangimu Har..."

Ewan berjalan di lorong dengan amarah menyala yang sulit dipadamkan. Ia tahu kalau selama ini ayahnya selalu bersikap seolah-olah keberadaan dirinya adalah sebuah kesalahan dan Ewan sudah tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, tapi mendapati kenyataan bahwa ia mengerti perasaan yang dirasakan oleh ayahnya membuat rasa tidak nyaman yang begitu besar di hatinya.

Iya, Ewan tahu bagaimana perasaan pria tua itu.

Ia begitu hafal bagaimana ia marah hanya karena Lidya bertegur sapa dengan teman lama, Ewan begitu marah ketika pertama kali melihat Jason memeluk Lidya walaupun ia tahu saat itu Jason telah memiliki istri. Kenyataan itu seolah menguap ketika hal itu bersangkutan dengan Lidya. Iya... Ewan tahu semua perasaan itu.

Dan itulah masalahnya sekarang.

Ewan tidak mau tahu perasaan pria tua itu. Ia ingin menganggap bahwa pria tua itu berhk mendapatkan semua ini. Tapi Ewan tidak bisa melakukannya, alih-alih membenci pria itu, Ewan malah merasa kasihan.

Ketika langkahnya berhenti di depan pintu rawat Harletta, Ewan menarik nafas dan membuangnya. Ia melakukannya berulang kali hingga merasa bisa mengontrol seluruh emosinya, hingga mendadak Samuel muncul di belakangnya dan berkata, "Ewan kita harus bicara."

Ewan mengernyit dan membalikkan tubuhnya.

"Tentang?" Tanya Ewan.

"William menyuruh kau berangkat malam ini juga ke London, karena dia sudah membuat janji dengan Bryan Crawford, kata William setidaknya Bryan memiliki sesuatu yang bisa membuatmu bernafas lega."

"Aku membutuhkan alat kedokteran yang canggih Sam." Ewan mengatakannya dengan sangat tegas sambil mendengus kasar. "Aku sudah lelah menunggu Harletta sadar, dan aku sudah tidak mau melihat Lidya menangis. Jadi kalau Bryan Crawford memiliki hal yang kubutuhkan, maka aku akan langsung terbang ke London sekarang juga."

Samuel mengangkat alisnya dan bibirnya tersenyum kecil. "Yah, aku juga sudah memprediksikan apa yang akan kau ucapkan." Samuel mengambil ponsel dari sakunya, mulai mencari data yang diinginkannya dan memberikannya kembali kepada Ewan. "Ini, ada jawaban dari William, dia memberikan ini ketika kuberitahu kalau kau tidak akan setuju."

Ewan mengambil ponsel Samuel dan menyalakan voice mail yang diberikan oleh William. "Aku tahu kau pasti sangat keras kepala untuk berkata iya. Jadi let me tell you something, dumbass, Bryan Crawford memiliki system kedokteran yang sangat canggih. Cukup canggih sampai mampu membuatmu tercengang seperti di film action. Jadi lebih baik kau mengangkat bokong sialanmu itu ke London malam ini juga."

"Aku sudah susah payah membuat janji, sementara Bryan Crawford sama sekali tidak mau meninggalkan istrinya sama sekali. Dan mengingat kerjasama kami yang sudah cukup lama ini, akhirnya dia setuju untuk menghadiri pesta Elizabeth besok. Jangan membuatnya menjadi sia-sia, Ewan."

Lalu Voice Mail tersebut berhenti. Dua detik kemudian, terdengar suara, "Your Voice Mail deleted in five second."

Ewan memberikan kembali ponsel Samuel sambil tersenyum kecil. "Seperti biasa, saudara kembarmu terlalu percaya diri,Sam. Tidakkah kau berpikir seperti itu?"

"No comment Ewan atau aku bisa saja ditangkap karena menjelek-jelekkan keluarga kerajaan," ucap Samuel sambil mengangkat bahu. Sejenak ia menatap Ewan dan berkata, "Aku akan menyiapkan pesawat untuk kepergian kita."

"Kau tidak perlu ikut, Sam. Aku akan pergi dengan Eugene."

"Kali ini kau harus membawaku, Ewan." Samuel menatap Ewan tegas dan kembali berkata, "Jangan sampai ada hal buruk terjadi kepadamu. Aku akan menyuruh Eugene untuk berjaga disini bersama dengan Terry dan beberapa anak buahku. Maximillian juga akan membantu mengontrol dari Amerika."

"Jangan bodoh, Sam. Aku bisa meng-handle semua ini seorang diri, yang kukhawatirkan—"

"Apa yang kau khawatirkan sama sekali tidak beralasan. Wanita itu tidak akan dibawa lari kecuali dia sendiri yang memutuskan untuk melarikan diri darimu, Ewan." Samuel memasukkan tangan kedalam saku dan kembali menjelaskan dengan tegas."Malah keberadaanmu lebih berbahaya lagi. Jake bisa saja menyuruh seseorang untuk mencelakaimu dalam rangka membuat wanita itu lemah. Apa itu yang kau inginkan?"

Ketika Ewan tidak mengatakan apapun, Samuel berkata, "Kalau kau setuju, lebih baik ikuti kata-kataku, Ewan. Aku tidak bekerja denganmu untuk melihatmu terluka."

"Dan aku tidak pergi untuk melihat wanita-ku terluka, Sam."

"Kalau begitu kau tidak benar-benar mencintainya." Samuel mengatakannya dengan tegas tanpa rasa takut sedikitpun." Karena kalau kau mencintainya, kau harus mempercayainya. Bukankah itu yang selama ini kau terapkan pada hidupmu, Ewan? Bahwa sebuah hubungan harus dilandasi kepercayaan yang sangat besar? Karena bagimu, tanpa itu hubungan sebaik apapun hanya akan seperti pion catur yang akan tumbang begitu bertemu dengan musuh yang tidak ingin kita hadapi. Jadi, apa kau benar-benar mencintainya, Ewan?"

Ewan terdiam.

Tentu saja ia ingat dengan seluruh perkataannya sendiri, tapi Ewan merasa seperti ditampar dengan begitu keras oleh Samuel. Ewan mencintai Lidya, tapi disamping itu juga, ia merasa takut. Rasa takut akan kehilangan yang begitu besar. Ewan masih belum bisa percaya kalau wanita itu akan terus menetap disampingnya. Bagaimana kalau ia kehilangan Lidya sekali lagi. Apakah... ia benar-benar mencintai wanita itu dan mampu percaya sekali lagi?

Apa kau benar-benar mencintainya Ewan?

Ketika sedang merenungi pertanyaan yang dilontarkan Samuel, mendadak Ewan mengingat ucapan ibunya sebelum meninggal. "Marshall, sebuah kepercayaan adalah akar dari hubungan. Tanpa itu, hubungan kalian tidak akan berhasil sebaik apapun kau menjalaninya. Cinta adalah bagian dari kepercayaan, tanpa cinta, kau tidak akan bisa menumbuhkan rasa percaya dan tanpa rasa percaya kau tidak akan bisa membuat sebuah hubungan yang berhasil."

"Dan bagaimana kalau saat itu aku bimbang, Mother?"

"Maka kau harus mengingat lagi akar hubunganmu. Kepercayaan. Lalu pertanyakan lagi kepada dirimu sendiri, apakah kau begitu mencintainya sehingga sanggup memberikan seluruh kepercayaanmu kepadanya?"

"Dan kalau aku bisa memberikannya, apakah aku akan terluka Mother? Seperti Mother terluka karena Father?"

Saat itu ibunya mengelus wajahnya, mata hijau ibunya seolah menangis sekaligus merangkulnya dengan begitu hangat. "Cinta memang selalu membuat luka, Marshall, tapi cinta juga mampu membuatmu kuat. Jika ada saat dimana kau bimbang antara harus mempercayainya atau tidak, bertanyalah kepada dirimu sendiri, apakah kau sanggup memberikan cintamu kepadanya sehingga dia akan mempercayaimu dengan setulus hati? Apakah kau sanggup terluka hanya untuk membuatnya tersenyum?"

"Dan tanyakan kepada dirimu, apakah dirimu pantas untuk dicintai oleh dirinya? Jika ya, tanyakan sekali lagi kepada dirimu. Apa yang bisa kau berikan kepadanya untuk membuatnya yakin kalau kau mencintainya dan tidak akan pernah meninggalkannya?"

Ewan menatap kearah Samuel, mata hijaunya meredup dan ia berkata pelan namun tegas, seolah tersadar dengan apa yang seharusnya ia katakan sedaritadi.

"Iya, aku mencintainya..." ucap Ewan. "Aku mencintainya dan tidak ada yang bisa mencintainya seperti yang kulakukan Sam."

"Kalau begitu kau sudah menemukan jawabannya bukan?"

"Siapkan pesawatnya, Sam. Aku akan mengatakan kepada Eugene dan Terry untuk mulai memindahkan Harletta ke ruangan Steril."

"Jangan lupa untuk minta ijin kepada wanita-mu. Aku tidak akan bertanggung jawab kalau sampai ada hal buruk terjadi kepadamu seusai dari London," ingat Samuel dengan wajah serius.

Ewan tertawa, tangannya terangkat dan mengibas ke udara seolah mengusir Samuel dari tempat itu. Ketika Samuel menghilang dari hadapannya, Ewan menarik nafas dan bibirnya tanpa sadar berubah menjadi sebuah senyuman kecil.

Aku mencintainya dan sudah saatnya memberikan kepercayaan kepadanya. Satu rasa percaya terhadap satu hubungan yang pernah rusak, karena kisah kami tidak benar-benar berakhir. Iya kan Mother?

TBC | 28 September 2017
Repost | 10 Mei 2020

P.s : teruntuk wanita yang pernah mengalami kehilangan dan bisa bertahan sampai sekarang, Nath dan miss K ingin mengatakan terimakasih sudah bertahan sampai hari ini dan terimakasih sudah menjadi wanita luar biasa seperti Lidya🤗

P.s.s : bagaimana perasaan kalian hari ini?

Leave a comment?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top