His Temptress | 60
Jatuh cinta itu membutuhkan keberanian yang sangat besar, seperti masuk kedalam lingkaran api. Dan kalau aku rela melakukannya untukmu, berarti aku memang benar-benar jatuh cinta kepadamu dalam arti yang sebenarnya.
-Ewan M Wellington-
Lidya bangun ketika sinar matahari terus memaksa masuk dari sela-sela jendela. Ia menatap sisi kirinya yang kosong, tangannya terulur dan mengelus bagian kosong itu, lalu hatinya terasa pedih. Marshall tidak kembali...
Pria itu bahkan tidak tidur disampingnya semalam.
Dan hal itu membuat air mata Lidya mulai terbit. Ia menggigit bibirnya dan hampir saja terisak. Ketika hampir melakukannya, ia mendengar ketukan pintu. Dengan cepat ia langsung duduk diatas tempat tidur, matanya menatap pria yang masuk kedalam kamar. Pria berambut pirang dengan tinggi yang hampir setara dengan Marshall itu menatapnya tegas, tatapannya seolah mengintimidasinya dan itu membuat Lidya tidak nyaman.
Sebelum Lidya sempat berkata apapun, pria itu berkata, "Seberapa lama anda bisa menyiapkan diri anda untuk penerbangan panjang?"
"Sorry, aku tidak mengerti..."
"Bisakah anda bersiap dalam waktu tiga puluh menit? Karena kita harus segera berangkat ke Yunani." Lagi-lagi pria itu memutuskan seenaknya. Lidya hampir saja membuka mulutnya, kalau saja pria itu tidak berkata, "Mr. Wellington sudah menunggu anda di sana. Kalau saja anda bertanya mengenai kemana dia."
"Bukankah anda terlihat sangat tidak sopan kalau langsung menyuruh seseorang wanita melakukan sesuatu sementara wanita itu tidak mengenal siapa dirimu," ucap Lidya tegas.
Pria itu mengangkat alisnya yang tebal, sejenak mereka bertatapan dalam jarak aman. Lalu tersenyum lebar. "Maaf terlambat mengenalkan diriku. Namaku Eugene, salah satu staff Mr. Wellington."
"Kau... Asisten Marshall?"
"Asisten? Pembantu? Pekerja serabutan? Apa saja yang ingin anda tanamkan dibenak anda, miss." Eugene mengendikkan bahunya. Ia menatap jam tangannya dan kembali berkata, "Bisakah anda mulai bersiap-siap? Kita harus kesana secepat yang bisa kita lakukan."
"Ada apa di Yunani? Kenapa aku harus-"
"Karena Mr. Wellington menginginkan anda untuk bertemu dengan Harletta, adik anda. Tidakkah anda menginginkannya?" Tanya Eugene. Ia tahu wanita dihadapannya ini akan diam dan mengikuti apa yang diucapkannya selama ia menyebut nama kakak wanita itu yang masih terbaring dirumah sakit. "Saya akan menunggu anda di depan."
⃰
"Jangan khawatir, Ewan. Dia tidak akan mendengar berita itu sama sekali," ucap Eugene ketika mengabarkan Ewan bahwa ia sudah berada di Resort pria itu untuk menjemput Lidya. Dan saat mendengar perintah yang sama dari seberang telepon, Eugene mengatakannya sekali lagi dengan tegas. "Jangan jadi bodoh, Stupid Boss. Berhentilah memintaku melakukan sesuatu yang sudah kuhafal bahkan dalam tidur."
Eugene menghela nafas.
"Tenang saja. Kau lakukan saja pertemuanmu dengan William, sebelum kau kembali ke rumah sakit, kekasihmu sudah akan berada disana. Aku pastikan hal itu."
"Jangan bertindak kasar kepadanya, Gene. Aku akan membuat perhitungan denganmu kalau kau sampai melakukannya."
"Biasanya yang bertindak kasar itu kau, Ewan. Aku tidak pernah bertindak kasar sebelumnya." Eugene tersenyum miring, menikmati amarah Ewan dari seberang telepon. Ia tahu kalau atasannya itu sangat khawatir dengan Lidya, dan sebenarnya Eugene bisa saja mengatakan kepada Ewan kalau ia bahkan tidak akan menyentuh wanita itu sama sekali jadi pria itu bisa tenang. Tapi Eugene tidak melakukannya. "Melihatmu marah, entah kenapa malah membuatku ingin menyentuhnya, Ewan."
"Coba saja lakukan dan akan ku-kuliti kau hidup-hidup, Eugene."
"Dan aku harus bilang 'aw, aku takut Boss.' Begitu?" Eugene tertawa. Ia menggelengkan kepalanya. "Sudah, lakukan saja rencana kita. Lagipula penerbangan ini begitu mendadak, setidaknya aku akan berusaha dia tidak mengetahui keadaan Harletta yang sebenarnya."
"Dee tidak boleh tahu kalau-"
"Harletta sekarat, Ewan. Bukan saatnya kita menutupi hal itu," ucap Eugene tegas. "Aku akan mengatakannya semua setelah kami sampai di rumah sakit. Dia harus tahu bagaimana keadaan kakaknya, lagipula Terry sudah mengatakan kalau operasi penggantian Pace Maker ini memiliki persentase tiga puluh persen lebih bahaya daripada operasi sebelumnya. Kita tidak bisa lagi bersikap seperti semuanya baik-baik saja, Ewan."
"Aku tahu."
"Dia tidak lemah. Kau sadar bahwa dia tidak lemah, jadi jangan terlalu melindunginya seolah-olah dia adalah kaca yang mudah pecah. She's human, Ewan, not a thing. Dia bisa menerima apa yang akan terjadi, dia lebih kuat darimu."
"Aku tahu, sialan!" teriak Ewan dari seberang telepon. Eugene bahkan bisa mendengar desahan kesal dari pria itu melalui ponsel ditelinganya. "Jangan sampai Jake berhasil menyentuhnya atau melacaknya, Gene. Jangan lepaskan pandanganmu darinya."
"Pandangan-ku? Mungkin saja. Tapi menyentuhnya? Jake harus bisa berhadapan dengan Simon dan Samuel, hanya orang bodoh saja yang mau berhadapan dengan Samuel. Jadi jangan khawatirkan hal kecil itu."
"Samuel ikut dengan kalian?"
"Aku juga membawa kawanan Terry di sini. Aku meminjamnya dari CIA amerika dan beberapa orang kepercayaan Pettroff. Apakah informasi ini bisa membuatmu bernafas dengan tenang dan melakukan pertemuan dengan William secepat mungkin?"
"Aku akan kembali kerumah sakit setelah semuanya selesai." Sebelum menutup telepon, Ewan kembali berkata, "Jangan biarkan dia melihat atau mendengar berita hari ini, Gene. Aku tidak mau ada berita Jake yang terlintas di pikirannya. Sudah cukup buruk dengan aku membiarkan dia memikirkan Harletta nantinya."
"Aku tahu, pria possessive."
⃰
Di dalam pesawat, baik Eugene ataupun Lidya sama-sama tidak saling mengucapkan sepatah katapun. Lidya membuka ponselnya, membaca ulang beberapa email dan foto yang pernah diambilnya melalui kamera ponselnya, tapi semua itu malah membuat perasaanya semakin buruk dan sulit bernafas.
Tanpa sadar ia menarik nafas panjang, berusaha untuk meredakan ketegangannya. Namun hal itu tidak luput dari penglihatan Eugene. Pria itu bangkit berdiri, mengambil sebotol air mineral lalu memberikannya kepada Lidya.
Untuk sejenak Lidya hanya menatap air mineral tersebut.
"Minumlah. Kau membutuhkannya untuk menenangkan pikiranmu," ucap Eugene.
Tanpa banyak bicara Lidya mengambil botol itu dari tangan Eugene dan kembali diam. Eugene menghela nafas panjang dan menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada dihadapan Lidya, sementara wanita itu memeluk tubuhnya sendiri dan menatap jendela pesawat dan berusaha untuk menenggelamkan pikirannya kedalam pemandangan diluar saja.
Awalnya Eugene ingin diam, tapi ia akhirnya memutuskan untuk membuka pembicaraan ketika melihat wanita itu dihadapannya menitikkan air mata. "Apapun yang dikatakan Ewan kepadamu, semuanya adalah kebohongan."
Lidya menoleh dan menatap Eugene bingung.
"Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi diantara kalian, tapi apapun itu pasti berhubungan dengan Ewan." Eugene menghela nafas penjang. "Dia memang ketus, dan suka berbicara seenaknya. Tapi Ewan tidak pernah bermaksud untuk melukaimu."
Aku tahu... Lidya ingin mengatakan hal itu, tapi ia memutuskan untuk diam.
"Hentikan saja sikap pura-pura kuatmu, nona." Lidya menatap Eugene dan pria itu tersenyum kecil kearahnya. "Karena sikap itu tidak membuatmu mendapatkannya kembali. Kepercayaan yang telah rusak, akan sangat sulit untuk dikembalikan."
"..."
"Lima tahun yang lalu, saat kau meninggalkannya apa kau tahu apa yang terjadi padanya?" Tanya Eugene. Tangannya mengepal kuat di atas pangkuannya, ketika wanita itu tidak mengatakan apapun, Eugene berkata, "Berita mengenai Ewan tersebar luas. Dan hal itu mengakibatkan skandal bagi keluarga besar Wellington."
Tangan Lidya semakin erat memeluk lengannya.
"Ayahnya... mematikan seluruh akses Ewan, baik kendaraan, uang bulanan dan juga uang kuliah. Bahkan..." Eugene menarik nafas panjang. "...ibunya juga diusir karena lalai mengajarkan Ewan mengenai bagaimana menjadi penerus Wellington yang terhormat."
Nafas Lidya seolah berhenti ketika mendengar hal itu. Perlahan ia berbisik pelan, Lidya tidak tahu apakah pertanyaan ini benar-benar bermaksud untuk diucapkan. "Dia tidak memiliki hak untuk melakukan itu kepada Marshall..."
"Indeed. Untuk hal itu, aku setuju denganmu. Pria itu memang tidak memiliki hak, tapi apapun yang kita ucapkan, tetap saja pria itu adalah pemilik perusahaan Wellington."
Benar. Lidya tahu hal itu, dan perlahan-lahan air matanya membuat penglihatannya memudar. Ayah Marshall, tidak berhak untuk melakukan hal itu kepada Marshall dan juga istrinya sendiri hanya karena skandal... Lidya menutup mulutnya dengan telapak tangan, karena keinginannya untuk terisak mendadak terasa sangat besar.
"Walaupun marah padamu..." Eugene menghela nafas panjang. Kali ini matanya bertatapan dengan mata Lidya, dan akhirnya Eugene berkata, "...tapi dia tidak pernah benar-benar berhenti mencintaimu."
"Dia mengatakan..."
"Jangan pernah mempercayai apa yang Ewan katakan ketika pria itu sedang dalam keadaan marah." Eugene tersenyum kecil, lalu menampakan wajah seriusnya lagi. "Pria bisa menjadi apapun yang diinginkannya, dia bahkan bisa mengatakan hal yang sangat menyakitkan hanya untuk menyelamatkan perasaannya."
Lidya terdiam.
"Karena bagi Ewan, jatuh cinta kepadamu adalah satu-satunya hal yang tidak pernah diperhitungkannya. Satu-satunya hal yang selalu dihindarinya, tapi satu-satunya hal yang tidak pernah disesalinya." Eugene mendorong air minum dihadapan Lidya dan kembali berkata, "Karena dia pernah berkata kepadaku...'For someone who has never felt over and has always been an item, her smile is the beautiful gift given by God.'"
Air mata Lidya menetes. Ia menatap Eugene dengan perasaan yang tidak ditutupinya lagi. Lalu Eugene tersenyum lemah kearahnya dan berkata, "Aku pernah mengatakan kalau dia menjijikan. Dan kau tahu apa yang dikatakannya kepadaku sebelum dia jatuh terejembab diatas meja bar akibar mabuk?"
"He said,'Do you know Gene, her smile is the same as the sun, so bright... and her smile is able to guide me into a person I've always wanted.'"
"Baginya, kau adalah segala yang diinginkannya. Ewan yang sekarang, adalah Ewan yang kecewa karena kau menjadikannya sebuah pilihan terakhir disaat dia selalu menjadikannya sebuah pilihan pertama dalam hidupnya."
"Bagiku, dia adalah pilihan pertama," bisik Lidya. "Dia... tidak pernah sekalipun menjadi pilihan yang terakhir. Aku tahu kalau aku menyakitinya..." Lidya terisak, menarik nafas beberapa kali. "Tapi bukan karena aku menginginkannya!"
Kali ini Eugene tidak mengatakan apapun. Diam-diam ia menyalakan ponsel dan merekamnya. Lalu ia mendengar wnaita itu berkata, "Aku akan kembali padanya. Walaupun lima tahun yang lalu aku meninggalkannya, aku akan kembali... kalau aku bisa melakukannya, aku akan kembali, aku bahkan akan merangkak. Aku..." Lidya menutup wajahnya dengan telapak tangannya.
Entah sudah berapa lama ia menangis, Lidya tidak lagi menghitungnya. Ia sudah tidak peduli. Lima tahun yang lalu ia masih bisa berdiri dengan kedua kakinya, walaupun harus lari dari kejaran ayahnya, karena ia masih memiliki anak Marshall. Dan walaupun anaknya meninggal sekalipun, ia masih bisa berdiri karena Marshall masih hidup. Ia percaya... suatu hari nanti, ia akan mampu mengatakan apa yang dirasakannya. Lidya percaya... Tuhan tidak akan sekejam itu kepadanya.
Tapi kalau kali ini ia kehilangan Marshall, ia tidak tahu apakah ia masih sanggup untuk berdiri lagi dengan kedua kakinya. Ketika memikirkan hal itu, mendadak ia mendengar Eugene berkata, "Kita sudah sampai di Yunani. Ini..." Saat Lidya mengangkat wajahnya, ia melihat Eugene menyodorkan saputangan kearahnya. "Lap wajahmu, aku tidak ingin orang berpikir kalau aku yang sudah membuat seorang wanita menangis."
Saat Lidya mengambil saputangan itu, Eugene menghela nafas panjang. Ia menggerutu ketika berbalik dan mulai berjalan di lorong. "Semua yang berhubungan dengan Ewan selalu membuatku pusing. Membuat dosaku bertambah setiap harinya!"
TBC | 01 September 2017
Repost | 29 April 2020
A lot vomment?
P.s : btw, miss K baru tau perubahan musim juga ngganti perubahan perbedaan jam ya. Waktu bulan2 kemaren perbedaan waktu miss K sama Nath itu 4 jam, sekarang cuma 3 jam. Nah dikalian jam berapa kah sekarang? Apa jamnya sana miss K atau ada perbedaan waktu juga?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top