His Temptress | 47

Lidya langsung berlari kearah pasir ketika jalan setapak yang dilalui mereka sudah berada di ujung. Ia melepaskan genggaman Ewan dan langsung berlari seenaknya diatas pasir. Lidya menenggelamkan kakinya di air laut, mendongakkan kepalanya dan merentangkan tangannya seolah berusaha menyatu dengan laut.

Ia memang sangat menyukai pantai. Karena ini adalah satu-satunya tempat ternyaman yang bisa didapatkannya ketika sedang merindukan sosok Marshall yang dulu. Karena bau Marshall yang alami adalah bau angin laut. Begitu menyegarkan dan menenangkan...

Mendadak tubuhnya diangkat hingga Lidya memekik. Ia menatap Marshall yang membopongnya dan mendudukkannya di atas pasir. "Jangan berlari, Agapi mou. Kakimu masih belum sembuh."

"Kakiku akan sembuh kalau sering berjalan Marshall." Lidya tersenyum lebar kearah Marshall dan melupakan perdebatan hatinya yang tadi dirasakannya. "Pantai ini sangat indah, bukan? Aku sangat menyukainya!"

"Jadi, sekarang selain makanan, kau juga menyukai pantai, Agapi Mou?" goda Ewan.

Lidya mencemberutkan bibirnya kearah Marshall. Ia mendengus keras dan menatap jauh kearah ombak laut yang bergelombang dan menyurut ketika berada didekat mereka. Lalu Lidya merasakan gaunnya mulai dilucuti oleh Marshall, ia mendorong tangan pria itu, "Kau mau apa?!"

"Melepaskan gaunmu. Memangnya kau pikir apa yang sedang kulakukan?" tanya Ewan seenaknya dan tetap berusaha melucuti pakaian Lidya.

"Ih! Hentikan, Marshall. Sebenarnya kau ini mau apa sih?! Ini pantai, bukan tempat mesum!"

Ewan memutar bola matanya dengan jengah. Lalu kembali menatap Lidya, "Memangnya kau berpikir aku akan membiarkanmu main dipantai dengan menggunakan gaun? Kau sudah mengenakan pakaian renang didalamnya bukan?" Ketika wanita itu mengangguk, Marshall langsung mulai menarik lepas gaun itu dari kepala Lidya yang dihentikan oleh wanita itu dan kembali berkata, "Ya sudah, kalau begitu kau harus lepas gaun ini. kalau gaun ini basah, bagaimana kau bisa mengenakannya lagi?"

"T-tidak apa-apa kalau gaun ini basah!" Lidya menahan gaun itu sekuat tenaga. "A-aku tidak mau melepas gaun ini!"

"Aku tidak mau kau masuk angin nanti hanya karena mengenakan pakaian basah. Singkirkan tanganmu," perintah Ewan. Saat Lidya tidak melakukannya, Ewan mengucapkannya sekali lagi, "Lidya Prescott, aku menyuruhmu untuk menyingkirkan tanganmu, sekarang."

Dan wanita itu melakukannya. Ewan langsung melepas gaun itu dari tubuh wanita itu dan tersenyum miring saat melihat wanita itu mengenakan bikini berwarna biru yang melekat erat ditubuhnya. Ewan melempar gaun tersebut ke jarak terjauh yang bisa dijangkaunya diatas pantai yang tidak bisa dijangkau oleh ombak, lalu matanya kembali menatap Lidya. "Nah, aku harus mengatakan kau sangat sexy dengan bikini itu."

"Ini memalukan..." bisik Lidya.

"Tidak. You're so hot as hell." Ewan menarik Lidya bangkit dari pasir dan tersenyum memuja wanita itu. "Kenapa kau mengenakan bikini ini? Tidak tertarik dengan one piece atau baju renang lainnya?"

Lidya sempat memikirkannya, ia ingin mengganti pakaian renangnya dengan yang lain, hanya saja... Lidya tidak ingin Marshall melirik kearah wanita berbikini lainnya yang mungkin saja akan ditemuinya di pantai. Dan tidak mungkin bukan kalau Lidya mengatakan hal memalukan ini secara jujur dengan pria itu?

Ia menunduk dalam-dalam, menarik nafasnya dan berkata pelan. "Aku pikir... kau akan menyukainya."

"Ha?" Ewan tersenyum menggoda dan rasa jahilnya muncul kembali. Ia menundukkan kepalanya diatas kepala Lidya dan berkata kencang, "Apa? Aku tidak bisa mendengarmu, Dee. Ombak disini cukup besar dan kau harus mengatakannya dengan keras hingga aku bisa mendengarnya."

Ewan cukup bisa mendengarnya, walaupun wanita itu mengatakannya dengan suara pelan pun, Ewan bisa mendengarnya. Namun ia ingin mendengar Lidya mengatakannya lagi kepadanya sekaligus menggoda wanita itu.

Kesal dengan ucapan Ewan, Lidya langsung berkata keras. Dan kali ini suaranya terdengar begitu keras hingga mengalahkan deburan ombak dipantai itu."Aku pikir kau akan menyukainya kalau aku mengenakan bikini ini!" teriaknya keras sambil mendongak. Sadar ia telah melakukan hal yang memalukan, Lidya mendorong tubuh Marshall dan langsung berjalan cepat ke daratan.

Ewan tertawa keras dan mengikuti langkah wanita itu, sebelum Lidya mencapai daratan, Ewan menarik tangan lalu membalikkan tubuh Lidya kearahnya. Dengan cepat ia mengangkat tubuh wanita itu, membiarkan kedua kaki langsing itu melingkar di sekeliling pinggangnya. "Kau tidak mau menanyakan kepadaku apakah aku menyukai bikini yang kau kenakan?"

"Tidak. Aku tidak mau menanyakannya kepadamu."

"Kau tidak mau tahu jawabanku?" goda Ewan sambil mengelus bokong wanita itu. Saat wanita itu tidak menjawab, Ewan bertanya lagi, "Kau tidak mau mendengar jawabanku? Mungkin saja jawabanku bisa membuatmu terkejut."

Ketika Lidya hendak membuka mulutnya, mendadak seseorang mengenakan polo shirt berjalan kearah mereka dan berkata dengan sopan kearah Ewan, "Maaf Mr. Wellington, apakah anda menginginkan santapan siang anda disajikan sekarang?"

"Belum, Bernie. Tapi kau bisa menyiapkan Tropical Fruit untuk kami, dan satu gelas rum tambahan untukku."

"Apakah anda juga menginginkan tambahan scotch? Atau buah-buahan segar Mr. Wellington?"

"Tidak. Mungkin lima belas menit lagi," jawab Ewan. Lalu ia berkata kepada Lidya. "Bernie adalah salah satu staff magang yang membantu ayahnya mengelola mansion ini, Agapi mou."

Lidya mengangguk mengerti dan tersenyum kearah pria muda yang bernama Bernie itu.

"Salam kenal, Bernie," sapa Lidya.

"S-salam kenal Miss. Seneng bertemu dengan anda." Di saat yang bersamaan tatapan Bernie menyapu tubuh Lidya yang hanya mengenakan pakaian renang. Tatapan Bernie seolah memuja tubuh Lidya yang hanya berbalut pakaian renang minim itu.

Sebelum Bernie selesai menikmati pemandangan indah yang terjadi dihadapannya, mendadak Ewan berkata dengan suara dingin yang mematikan. "Segera berbalik dan tutup matamu dari kekasih-ku, Bernie. Jangan sampai aku mencabut paksa bola matamu keluar dari tempatnya dan kulempar untuk dijadikan makanan hiu. Get off!"

"M-maafkan saya, sir!"

Ewan menurunkan Lidya dari bopongannya dengan cepat, ia langsung meraih kerah polo shirt pria itu dan berkata dengan suara kejam. "Jangan sampai aku terpaksa menenggelamkanmu disini, Bernie. Kau tidak akan suka dengan apa yang bisa kulakukan padamu." Lalu mendorong tubuh pria itu hingga terjerembab diatas pasir. "Pergi sekarang, dan jangan pernah muncul dihadapanku!"

"Marshall!" tegur Lidya. Ketika Ewan menoleh kearahnya, Lidya tahu kalau pria itu marah. Karena mata hijau pria itu sudah meredup penuh dengan kabut, tapi Lidya tahu kalau pria itu tengah menahan amarahnya. Dan Bernie sudah berlari menghilang dari hadapan mereka. Perlahan, Lidya mengelus tangan Ewan lembut, "Dia tidak sengaja melakukan hal yang salah, Marshall. Maafkan dia ya?"

"Tidak sengaja melakukan hal yang salah katamu?" bisik Ewan kesal. Ia menepis tangan Lidya yang mengelus tangannya. "Dia salah ketika matanya menatapmu seperti serigala kelaparan! Dia salah karena sudah memancing amarahku! Mengerti, Agapi Mou?!"

Ewan berjalan menjauh dari Lidya. Ia berjalan kearah sofa pantai yang disiapkan, lalu menghempaskan tubuhnya disana. Ewan marah karena pria itu berani menatap Lidya dengan tatapan lapar seperti itu. Sialan. Tidak ada yang boleh menatap Lidya seperti itu kecuali dirinya. Dan pria sialan itu malah memperlihatkan keinginan bodohnya itu terang-terangan dihadapannya.

Tangan Ewan terkepal dan ia merasa ingin menarik Bernie itu kembali kesini dan benar-benar mencabut bola mata pria itu. Berengsek. Nafas Ewan memburu, ia marah dan jantungnya berdetak dengan cepat. Belum selesai dengan amarahnya yang masih diubun-ubun, mendadak Ewan menyadari kalau Lidya sudah duduk diatas pangkuannya, jemari mungil wanita itu mengelus tengkuknya dan sesekali membelai pelipisnya dengan lembut.

Mata hijau Ewan masih memperlihatkan ketidak sukaan atas kejadian yang tadi. Sementara Lidya tersenyum kecil, sambil tetap mengelus pelipis pria itu. "Aku tidak tertarik melakukan apapun, Agapi Mou. Aku masih marah," ucap Ewan.

"Iya, aku mengerti."

"Kalau kau mengerti-"

Sebelum Ewan menyelesaikan ucapannya, Lidya sudah menyurukkan tubuhnya di ceruk leher Ewan dan mengecup pria itu disana. Dan berbisik pelan dengan suara menggoda. "Tapi katamu aku boleh menanyakan apakah kau menyukai baju renang yang aku kenakan."

Lidya kembali menegakkan tubuhnya dan bertanya, "Apa kau suka dengan baju renang yang kukenakan?" Lidya tersenyum. "Aku berusaha menyenangkan hatimu dengan mengenakan baju renang yang kekurangan bahan ini, jadi aku mengharapkan kau akan menyenangkanku dengan jawabanmu."

"Jawaban jujur?" tanya Ewan.

Jemari pria itu berkelana di pinggiran celana renang Lidya dengan bibir yang mulai tersenyum miring. Ia memasukkan satu jemarinya di pinggiran celana renang wanita itu, memainkannya lalu mengelus perut Lidya lembut. "Aku suka dengan baju renang ini."

Bibir Lidya tersenyum. "Dan jawaban lainnya?" tanya Lidya seraya menahan getaran di daerah perutnya.

"Aku tidak suka kalau baju renang ini mampu membuatmu menarik perhatian pria lain." Mata hijau Ewan kembali berkilat. "So, take off this outfit right now, Agapi mou."

TBC | 6 Agustus 2017
Repost | 14 April 2020

Ps : Maafkan kelakuan Bakwan yang seenaknya *kedipmanja* makasi bagi kalian yg masih mau baca. Vomment? Thanks

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top