His Temptress |45

Lidya terbangun karena aroma kopi. Marshall? Ia mengusap kelopak matanya berulang kali lalu bangun dan menyandarkan punggungnya pada bantal. Ia menoleh ke seluruh ruangan namun tidak menemukan siapapun. "Marshall...?" bisiknya pelan.

Seolah terpanggil, Ewan masuk ke dalam ruangan dengan nampan di tangan kanannya. Mata hijaunya berkilat saat melihat Lidya mengerjap-kerjapkan matanya menahan kantuk. "Sudah bangun, sleepyhead?"

"Jam berapa sekarang?" tanya Lidya.

Ewan berjalan kearah Lidya, "Sudah hampir pukul Sembilan," ucap Ewan sambil meletakkan nampan di hadapan wanita itu. Ia mengangkat penutup makanan tersebut hingga memperlihatkan makanan apa saja yang disiapkannya.

Ada croissant yang baru saja selesai dipanggang, secangkir kopi dan egg bennedict. Setelah meletakkan itu dihadapan Lidya, Ewan duduk di samping wanita itu. "Poached egg. Kesukaanmu, kan?"

Mata Lidya membulat ketika melihat sarapan pagi dihadapannya. Ia tersenyum lebar dan seperti anak kecil, ia menganggukkan kepalanya berulang kali seolah untuk menjawab pertanyaan Ewan. Kemudian Lidya menoleh kearah Ewan, mata coklatnya berbinar-binar ketika bertanya, "Boleh aku mencicipinya?"

Ewan menahan senyumnya dan ia mengendikkan bahu.

"Tadinya aku membuat sarapan ini untuk diriku sendiri, tapi aku tidak biasa sarapan." Ewan mengambil cangkir kopi dan tersenyum kecil, "Aku akan menikmati kopi pagiku saja."

"Iya, tidak apa-apa. Ambil saja kopinya. Aku akan membantumu menghabiskan semua makanan ini kalau kau memang tidak menyukainya," ucap Lidya cepat. Tangannya dengan sigap mengambil garpu, ia mengoleskan croissant tersebut dengan egg bennedict kemudian mengoleskan tumis jamur yang disediakan. Kemudian melahapnya dengan cepat.

-Egg Bennedict buatan Marshall LOL(Telurnya setengah matang, irisan bacon tebal dan roti panggang)-

Bagi Lidya, sarapan pagi sangat berharga untuk dilewatkan. Karena selama lima tahun ini, ia sangat kesulitan untuk mendapatkan sarapan sehingga harus bersyukur dengan sebutir apel yang diberikan oleh perawat rumah sakit yang dikenalnya dan juga secangkir teh tanpa gula. Jadi, apapun yang diberikan oleh Marshall, dan walaupun pria itu memberikannya karena tidak ingin memakannya, Lidya tidak peduli.

Ia terus melahap makanan dihadapannya dengan senang hati.

Tanpa diketahui oleh Lidya, Ewan menahap wanita dihadapannya memakan makanan yang memang sengaja dibuatnya pagi tadi. Ia cukup senang, mungkin sedikit bahagia karena Lidya menikmati sarapannya. Mata hijau Ewan meredup ketika ia mendapati kenyataan hampir lima tahun ini, Lidya tidak makan dengan baik.

Eugene mengatakan kalau Lidya tidak pernah sarapan dengan selayaknya. Sebutir apel? For God Sake, tidak heran kalau wanita itu terlihat lebih kurus daripada sebelumnya. Diam-diam Ewan mengepalkan tangannya, ia merasa cukup marah sehingga bisa saja membunuh orang kapanpun ia lepas kontrol. Tapi melihat Lidya yang menikmati makanannya dengan sesekali bersenandung cukup membuat kemarahannya menyurut sedikit.

"Kau menikmati sarapannya?" tanya Ewan sambil menyandarkan kepalanya pada kepala tempat tidur.

Lidya mengangguk, ia tidak ingin menjawab dengan mulut penuh. Jadi setelah menelan makanan di dalam mulutnya, ia baru berkata, "Egg Bennedict selalu enak, Marshall."

"Bagimu, semua makanan selalu enak, Dee." Ewan menggeleng kepalanya, ia mengulurkan tangan lalu mengelus puncak kepala Lidya dengan gerakan lembut yang menyebabkan wanita itu berhenti memakan sarapannya. "Ada apa?" tanya Ewan.

"Itu... apa semalam, ada sesuatu yang terjadi?"

"Sesuatu yang terjadi?" tanya Ewan bingung.

Lalu wanita itu menoleh kearahnya dan menggigit bibirnya dengan tegang. "Kau tahu, maksudku itu... apakah aku ada mengganggu waktu tidurmu? Atau mungkin..." Lidya melanjutkannya dengan berbisik kecil, "...aku meracau dalam tidur?"

Sejenak Ewan tidak menjawab apapun. Ia menatap puncak kepala Lidya, tepat ketika ia ingin membuka mulutnya, ponselnya berbunyi. Dengan cepat Ewan mengambil ponsel dari sakunya, sebelum mengangkat panggilan telepon tersebut, Ewan berdiri dan mengecup puncak kepala Lidya dengan lembut.

"Tidak. Kau tidak meracau apapun semalam."

"Benarkah?" tanya Lidya dengan suara lega yang tidak dibuat-buat. Ia mengangkat kepalanya dan menatap Ewan. "Aku tidak menganggu tidurmu, Marshall?"

"Ya, kau menggangguku sedikit memang."

Senyum Lidya memudar, sambil menggigit garpu, Lidya berkata lirih, "Apakah... aku melakukan sesuatu yang buruk?"

"Tidak juga." Mata Ewan berkilat jahil seperti biasanya, lalu jemarinya mengelus rahangnya seolah berpikir. "Let me think... semalam kau melakukan hal yang sangat menakjubkan sebenarnya." Ketika Lidya mendongakkan kepalanya, dan saat Ewan melihat kedua alis wanita itu bertaut. Ewan berkata, "Kau menciumku berulang kali, merayu dan bahkan memintaku untuk tidak meninggalkanmu. Oh iya, kau juga menyuruhku untuk mengajarimu teknik bercinta." Ewan menggeleng. "Bagian positivenya, aku cukup menyukai tingkah lakumu semalam, Dee."

"Aku tidak mungkin melakukan hal itu!" teriak Lidya keras.

"Kau memang melakukannya."

Lidya mengernyitkan alisnya dalam-dalam, lalu menggeleng, wajahnya pasti sudah semerah tomat. Mana mungkin ia mencium Marshall, menggoda pria itu dan bahkan... bahkan-"Tidak... ini pasti bercanda..." bisiknya pelan. Ia tidak akan melakukan hal senonoh itu. Iya kan?

Ewan menahan senyumnya sambil berjalan kearah pintu, sebelum keluar Ewan berbalik kearah Lidya dan kali ini ia tidak lagi tersenyum namun mata hijaunya masih berkilat penuh makna. "Selesaikan sarapanmu. Hari ini kita akan pergi ke pantai, kenakan baju renang yang kau sukai."

"Aku tidak membawa apapun..." Lidya mengernyit, kemarin ketika Marshall membawanya kesini, ia sama sekali tidak membawa apapun selain tas-nya. Bagaimana mungkin pria itu berpikir-

Jemari Ewan terarah ke salah satu lemari yang ada diseberang ruangan. "Cari saja pakaian yang kau suka, dan segera temui aku dibawah. Enjoy your late breakfast, Dee." Lalu Ewan keluar dari ruangan dengan cepat.

°

Setelah berjalan hingga keruangan depan dan memastikan Lidya tidak mengikutinya. Ewan baru menjawab telepon dari Eugene. "Ada apa, Gene?"

"Ada dua puluh tiga orang yang disuruh oleh Jake untuk membawa pulang Lidya selama lima tahun ini. Di antaranya ada empat orang yang berhubungan dengan luka Lidya dan Harletta. Ingin melihatnya?" tanya Eugene.

"Tidak. Kau urus saja. Aku sudah menjelaskan kepadamu apa yang harus kau lakukan bukan, Gene?"

"Aku akan mengirim mereka ke Rage dalam tiga hari ini, Ewan. Dan semalam aku sudah mengatakannya kepada Rage. Pria itu setuju untuk melakukan apa yang kau inginkan, kematian yang pelan dan menyakitkan," jelas Eugene. "Kau akan Italia untuk melihat prosesnya?"

"Tidak."

"Puji Syukur, ternyata mereka semua masih dilindungi oleh Tuhan," ucap Eugene seenaknya. Asistennya itu kemudian kembali berkata, "Kau benar-benar tidak akan datang kesini bukan, Ewan?"

"Kenapa memangnya?" tanya Ewan dengan senyum kecil yang tersungging. "Kau takut aku menghancurkan kerjamu selama dua hari ini, Gene?"

"Tidak. Kalau kau datang, aku lebih takut mereka tidak akan hidup panjang, Ewan."

Ewan mendengus keras. Ia benar-benar akan membunuh Eugene kalau sampai bertemu dengan pria itu. Masalahnya walaupun Eugene bersikap seenaknya, berkat pria itu jugalah Ewan tidak perlu mengurus seluruh pekerjaannya karena Eugene selalu mampu menggantikannya dalam situasi apapun. "Aku menginginkan rekaman proses yang sudah kalian lakukan. Hukuman yang menyakitkan, Gene. Aku menginginkan setiap darah mereka. Kau mengerti?"

"Iya, aku akan mengumpulkan setiap sample darah mereka dan akan kuberikan kepada Palang Merah yang membutuhkan." Lalu Eugene mendengus keras, "Kau tenang saja. Aku tidak akan membiarkan hal ini selesai seperti ini saja."

Sebelum Ewan mengatakan apapun, Eugene sudah berkata, "Ada satu masalah lagi, sepertinya Jake Prescott berhasil memboikot salah satu perusahaan ayahmu yang ada di Perancis hingga menurunkan saham sebesar tujuh persen."

"Hm..." ucap Ewan pelan seolah tidak peduli.

"Ewan, apa kau mau aku menyuruh Terry melakukan sesuatu?" tanya Eugene. "Kalau kau mau aku melakukannya, Terry akan segera pulang dari Yunani dan kami bisa melakukan meeting internal di-"

"Lupakan saja." Ewan tersenyum miring kearah jendela dihadapannya. Ia menekan telapak tangannya pada sisi jendela dan berkata, "Itu bukan perusahaanku, jadi kalian semua tidak perlu ikut campur."

"Tapi Ewan-"

"Terry akan mengurus Harletta, kau akan mengurus orang yang terlibat dengan luka yang dialami Lidya dalam lima tahun terakhir ini, Gene. Dan aku tidak memberikan satupun perintah untuk membantu perusahaan ayahku. Apakah ucapanku sudah cukup jelas, Gene?"

"Cukup jelas, Ewan."

Sebelum menutup sambungan telepon, Ewan menarik nafas panjang, tatapannya kembali kedepan dan mata hijaunya memantulkan rasa amarah yang tidak bisa ditutupinya. Ia berkata dengan suara dingin. "I'm the one who hired you. So, if I told you to let that company, then you should do it. If I told you to destroy it, then you would do it too. Is that clear enough, Gene?" (Aku yang memperkerjakanmu, jadi jika aku menyuruhmu untuk membiarkan perusahaan itu, maka kau harus melakukannya. Jika aku menyuruhmu untuk menghancurkannya, maka kau juga akan melakukannya. Apakah sudah cukup jelas, Gene?)

"And now, what I want you to do is... destroy them. I want a crush from Jake Prescott without exception, and I've given you a month to do it. You will not disappoint me, Gene. You've never done that before, so don't ever do it in the future. Do you understand?" (Dan sekarang, apa yang aku ingin kau lakukan adalah... menghancurkan mereka. Aku menginginkan kehancuran seorang Jake Prescott tanpa terkecuali, dan aku memberikanmu waktu satu bulan untuk melakukannya. Kau tidak akan mengecewakanku, Gene. Kau tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya, jadi jangan pernah mengecewakanku di masa depan. Kau mengerti?)

Eugene tidak akan pernah melakukannya. Di dunia ini ada dua orang yang mungkin bisa di hancurkannya, pertama orang yang mencoba untuk memanipulasinya, kedua orang licik yang menganggapnya musuh. Tapi, kalaupun Ewan Wellington merupakan pilihan kedua, Eugene tidak akan melakukannya.

Bagi Eugene, Ewan merupakan sosok pria yang tidak akan pernah mengabaikannya. Jadi Eugene tidak akan pernah mengabaikan Ewan-tidak sekalipun. Bagi staff yang lain, yang sudah bersumpah setia untuk ikut pria itu, Ewan Wellington adalah panutan mereka, atasan yang sangat dihormati mereka dan orang yang tidak akan pernah berhianat atau mencari celah untuk memanipulasi mereka. Jadi, mereka semua tidak akan pernah mengecewakan Ewan. Never was and never did.

"Kami tidak pernah mengecewakanmu sebelumnya, Ewan. Dan kami mempertaruhkan nyawa kami disini. Kau jangan khawatir," ucap Eugene dari seberang telepon. "Siapapun yang sudah mengganggu ketenangan hidupmu, akan kami hancurkan. They must know with whom they are dealing."(Mereka harus tahu dengan siapa mereka berhadapan.)

Sebelum mematikan sambungan ponsel, Eugene melanjutkan ucapannya. "Maybe,they are forget that sometimes the wild wolves are more deadly than a king." (Mungkin mereka lupa bahwa terkadang serigala liar lebih mematikan daripada seorang raja.)

"We're the wild wolves, Gene," ucap Ewan dingin. "Dan bukan makanan yang kuinginkan." Mata hijau Ewan berkilat. "Aku menginginkan sebuah pesta kehancuran mereka."

"Then we will prepare the party for you, Boss."

TBC | 03 Agustus 2017
Repost | 12 April 2020

hey, Bachelor lovers. Sorry kalau part ini kurang greget ya. Aku lagi kepengen ngegambarin masa pagi mereka aja. Bosen kalau serius mulu kan? hehe :)

VOMENT?

Thanks :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top