His Temptress | 15

Lidya menatap Harletta yang masih tertidur nyenyak. Kakaknya tidak terlihat akan membuka mata, walaupun sudah dua hari berlalu sejak Harletta mengalami kejang-kejang. Lidya mengatupkan kedua tangannya diatas pangkuan. Tidak lama kemudian, ia memajukan tubuhnya dan berkata dengan nada pelan. "Kau tidak akan bangun ya?"

Namun ia tidak mendengar adanya jawaban.

Kemudian Lidya bangun, tangannya terulur dan mencengkram leher Harletta dengan pelan. Tangannya gemetar, ia menyatukan kening mereka sementara air matanya terus mengalir. "Dia sudah membenciku. Bukankah ini artinya aku sudah membayar segalanya?"

"Bukankah..." Lidya menarik nafas panjang dan mendadak jantungnya terasa sakit, "...Dia membenciku Har...Dia membenciku... dan aku tidak lagi memiliki satu tempat pun di hatinya..."

Suara Lidya pecah dan ia menjerit lalu memeluk Harletta dengan erat, "Please... please... kau harus membantuku Har, bangunlah. Aku mohon, aku tidak bisa lagi melakukannya..."

'Sekarang pilihanmu hanya dua, Dee. Meninggalkannya dan membuatnya membencimu atau bersamanya dan membiarkannya merasakan sakit lebih dalam?'

Meninggalkannya dan membuatnya membencimu... Itulah yang dipilih oleh Lidya. Dan ia tidak boleh menyesalinya sama sekali. Selama ini Harletta sudah menolongnya, sudah menyelamatkannya dan sudah bersedia menggantikan posisinya di hadapan ayahnya yang terus menuntutnya untuk mendekati Marshall. Semuanya adalah berkat Harletta. Ia bisa mendapatkan kenangan dengan Marshall karena Harletta, ia bisa melarikan diri dari pekerjaannya karena Harletta. Dan sekarang... ia tidak terluka karena Harletta... ya Tuhan...

Berulang kali Lidya merasa sangat egois. Apa yang pernah dilakukannya untuk Harletta? Kakaknya itu hanya memintanya untuk melakukan satu hal, dan kenapa ia tidak bisa melakukannya? Kenapa semua ini seolah-olah membunuhnya?

Karena kau terlalu--

Masih dalam pemikirannya, mendadak pintu terbuka dan Lidya melihat pria berpakaian hitam berada di ambang pintu, "Kami mendapatkanmu, Miss. Bisa hentikan semua ini dan pulang bersama kami?"

"Tidak..."

"Kami diminta untuk membawa anda pulang dalam keadaan utuh, tanpa luka sedikitpun. Jangan membuat kami melakukan hal yang tidak diinginkan."

Lidya menggeleng,"Kalian tidak akan menyentuh Harletta sedikitpun... aku tidak akan pernah mengijinkannya."

Setelah mengatakan hal itu, Lidya langsung menekan tombol panggilan untuk suster. Pria berpakaian hitam itu langsung mengulurkan tangannya untuk menangkap Lidya, dengan cepat Lidya mengambil vas bunga terdekat lalu melemparkannya.

'Peraturan pertama, Dee. Tarik lengan pria itu, arahkan pada bahumu, fokuskan tenagamu pada tangan, tarik kedepan dan gunakan keseimbangan lututmu.'

Lidya mengambil kuda-kuda, menarik lengan pria itu, meletakkannya diatas bahu dan membantingnya. Langsung saja Lidya mengeluarkan pistol dari belakang tubuhnya dan mengarahkannya kepada pria itu. "Don't move,"bisik Lidya.

"Anda tidak bisa melakukannya, nona."

"Dan kalian pikir selama lima tahun ini tidak merubah segalanya?" Bisik Lidya pelan dengan senjata masih digenggam dengan erat. "Segalanya bisa berubah. Kalau siang bisa menjadi malam, kenapa aku yang tidak bisa membunuh, tetap pada jalan yang sama?"

"Nona, saya tidak ingin menyakiti anda. Kalaupun anda keluar dari ruangan ini, seluruh suruhan ayahmu sudah mengepungi ruangan ini. Jangan bodoh..." ucap pria itu penuh dengan ketegasan.

Lidya menggeleng. "Lima tahun, tidak bisakah kalian memberikanku istirahat sejenak?"

"Kalau begitu pulanglah. Tuan menginginkan nona Harletta, hentikan tindakan bodoh anda dengan melarikan kakak anda sendiri beserta dengan dokumen penting!"

"Itu adalah dokumen bodoh yang kalian paksa Harletta untuk mencurinya!" Teriak Lidya sambil berteriak, "Harletta tidak ingin melakukannya dan kalian memaksanya! KALIAN MEMAKSANYA DENGAN MENGATASNAMAKAN DIRIKU!"

"Nona Dee..."

"Jangan sebut namaku seperti itu! Yang boleh memanggilku seperti itu hanyalah dia!" Lidya menembakkan peluru pertama pada tembok yang berada di samping pria dihadapannya. Tangannya gemetar namun ia berusaha menutupinya. "Jangan paksa aku untuk membunuhmu Ed."

"..."

"Kalian sudah menghancurkan segalanya, tidak bisakah berbaik hati padaku sedikit saja?" Bisik Lidya kali ini air matanya mengalir begitu saja. "Lima tahun, Ed. Aku sudah mengalami hal ini selama lima tahun..."

"Maafkan aku..." Ed mengeluarkan pistol dari sakunya dan mengarahkannya kepada Lidya tepat dikeningnya. "Aku tidak memiliki dendam padamu, nona Lidya Prescott. Ini adalah perintah dan aku harus menjalaninya..."

Lidya menutup matanya dan dengan lelah melepas pistol dari tangannya begitu saja. Ia sudah kalah... Harletta akan dibawa dan dia... akan masuk kedalam penjara bawah tanah yang dimiliki oleh ayahnya. Tempat menyeramkan tanpa sinar matahari, karena ia sudah menghancurkan barang bukti terpenting yang sudah dicuri oleh Harletta. Ia sudah...

Mendadak pintu terbuka dan yang masuk bukan orang suruhan ayahnya, melainkan para petugas polisi yang mengeluarkan pistol mereka dan mengarahkannya kepada Ed. Salah satu pria tinggi tanpa rambut, mengendikkan kepalanya kearah lain dan berkata kepada Ed, "Tunggu apa lagi? Cepat menghadap ke tembok, atau aku akan memaksamu melakukannya, dude."

Ed mengangkat tangannya dan mengikuti perintah pria itu, dengan tersenyum Ed menghadap kearah Lidya lalu berkata, "Aku harus menjalaninya suka tidak suka, nona. Tapi kalau kau memiliki kekuatan yang bisa membuatku berhenti melakukannya, aku akan sangat menghargainya..."

"Jangan bersikap sok tenang, hampir saja aku terpaksa melayangkan peluruku di keningmu." Pria bertubuh tinggi itu memborgol tangan Ed dari belakang. "Berterima kasihlah pada Max karena aku diminta untuk tidak membunuh olehnya."

"Maximillian Russel?" Tanya Ed.

"Iya, kau harus berterima kasih padanya. Dia melarangku untuk membunuhmu, padahal kalau aku membunuhmu masalah akan lebih cepat selesai, dan aku jamin Ewan tidak akan marah hanya karena aku membunuhmu."

"Dan kau--"

"Namaku Tom Harold. Bawahan langsung dari Eugene Terrafield, kalau kau mengenalnya."

Ed tertawa dan menggeleng kepalanya. "Tom Harold. Eugene Terrafield. Dan Ewan Wellington. Haruskah aku berterima kasih karena aku masih belum mati walaupun sudah melihat wajah kalian secara langsung?"

Tom tersenyum, "Kalau saja kau bukan musuh, mungkin aku sudah menaktirmu cold beer di pub sebelah."

"Jangan bercanda, Tom. Segera bawa keluar dia." Suara lembut itu membuat Lidya terpaku ketika melihat dihadapannya bukanlah Maximillian Russell melainkan istrinya, Zia Russell.

Sebelum Tom membawa Ed keluar, Ed menatap Zia dengan pandangan teduh dan berkata dengan sepenuh hati. "Terima kasih karena sudah membantunya, Mrs. Russell." Ed menggeleng dan melanjutkan perkataannya kali ini ditujukan kepada Lidya, "Lima tahun adalah waktu yang lebih dari cukup bagi anda untuk menyalahkan diri, nona. Terkadang untuk meraih kebahagiaan, kau harus merelakan satu hal berharga. Satu hal berharga untuk hal berharga lainnya..."

Ketika Tom membawa Ed keluar, Zia menutup pintu dibelakangnya dengan tatapan yang masih terpaku pada Lidya. Ia menghela nafas dan tersenyum kecil, "Hampir saja kau kehilangan adik kesayanganmu, bukan begitu?"

"..."

"Apa kau tidak akan mengucapkan terima kasih kepadaku, Dee?" Tanya Zia dengan sinar mata geli kearah Lidya yang masih terdiam tanpa mengatakan apapun.

Tubuh Lidya seolah melemas dan tanpa ia sadari, ia sudah duduk diatas lantai. Nafasnya seolah berdetak-detak dengan begitu kasar, jantungnya terasa sakit. Kemudian tanpa disadarinya, air matanya mengalir. Dan kalau saat terakhir kali ia menghadapi Zia, ia mampu berbohong, kali ini Lidya menjerit, menangis dan terus melakukan kedua hal itu secara bersamaan.

Zia berjalan kearah Lidya, duduk diatas lantai. Lalu tangannya terulur untuk memeluk Lidya, perlahan ia menepuk punggung wanita itu dengan lembut. "Kau tidak harus melakukannya sendiri, Dee. Kalau saja kau mau mengatakan alasannya kepada Ewan, kepada kami... kami akan membantumu..."

Lidya tidak menjawab melainkan terus menangis.

"Dia akan marah kalau dia tahu, bukan dia yang kau mintai tolong." Zia tertawa,"You know? Ewan kadang ingin menjadi superhero yang selalu siap sedia, namun dia lupa. Tidak ada manusia yang berhasil menjadi superhero, dan superhero sekalipun akan kalah dengan cinta."

"He hates me..." bisik Lidya pelan

"And he loves you..."

"He hates me, Zia, more than he loves me. Dan aku yang sudah membuatnya seperti itu." Lidya mendongak dan menggeleng sambil menangis, "Karena dia harus melakukannya... dia harus membenciku, dia harus membenciku hingga tidak akan lagi merasakan sakit selain rasa marah."

"Do you ever love him?"

"I love him for eternity, Zia."

TBC | 29 June 2017

Repost | 12 Maret 2020

Terimakasih atas pengertian kalian ke Nath, untuk saat ini mohon maaf hanya 1 chapter / hari.

Miss K sering baca kok komenan kalian, cuma memang belum sempet dan gak bisa dijawab semuanya. Inget tugas miss K cuma repost, dan belum ada perubahan cerita dari Nath-nya.

Mohon doanya juga supaya Nath dilancarin semuanya, jadi miss K bisa bantu repost minimal 2 chapter / hari 😏.

V.O.M.M.E.N.T?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top