99
"Tapi papa sedang menjemput mama, oncle Gene."
Lucas yang tidak mengerti situasi yang sedang terjadi hanya menatap Eugene dan tangannya memegang lengan pria itu dengan bingung. Ketika hanya melihat Eugene tersenyum sambil mengelus puncak kepalanya, Lucas kembali bertanya,"Mama... di sini?"
"Apa kau benar-benar ingin bertemu dengan mama, Luca?"
Sebenarnya Eugene tidak perlu menanyakan hal itu, namun ketika melihat Lucas mengangguk cepat, Eugene tahu bahwa menutupi segala hal mengenai Lidya adalah mustahil. Dan Eugene berharap dengan Lucas mengetahui mengenai Lidya, wanita itu akan terpacu untuk sembuh. Setidaknya... dengan begini Ewan akan berhenti bersikap menyebalkan dan keras kepala. "Oui, Mama di sini, Luca. Tapi jika kau ingin menemui Mama, maka kau harus merahasiakannya dari papa-mu. Bagaimana?"
"Apakah papa tidak suka mendengar cerita mengenai mama?" Tanya Lucas.
"Papamu akan kembali menangis jika mendengar kabar mengenai mama-mu, Lucas. Dia akan berubah menjadi pria tidak berguna yang hanya bisa menangis setiap hari dan terus menerus bekerja hingga sakit." Eugene mencubit pelan kedua pipi Lucas sambil tersenyum kecil. "Kau tidak mau melihat papamu bekerja terus hingga sakit seperti kemarin bukan?"
"Tidak, Oncle Gene."
"Jadi, kau akan merahasiakannya?"
"Aku tidak akan mengatakan kepada siapapun." Lucas menggeleng lalu mengangguk seakan mengiyakan persetujuannya terhadap kesepakatan yang di buat oleh Eugene. "Aku bahkan tidak akan mengatakannya kepada oncle Simon."
"Kalau begitu ayo kita temui mamamu. Siap?"
Dengan cepat Lucas menggenggam tangan Eugene yang terulur kearahnya. Dan pertanyaan polosnya membuat Eugene tersentuh. "Tapi kata papa, Oncle Gene tidak suka berbohong. Apakah Oncle Gene baik-baik saja?"
"Ya, Oncle akan baik-baik saja."
Itu adalah sebuah kata penuh dengan kebohongan. Siap tidak siap, Eugene harus berbohong walaupun ia tidak pernah menyukai perbuatannya yang satu ini. Berbohong. Tapi jika berbohong mampu membuat atasannya yang keras kepala menjadi kembali seperti beberapa bulan yang lalu dan mampu membuat anak kecil di hadapannya tersenyum bahagia, maka Eugene sudah siap dengan segala konsekuensinya.
*
Di depan rumah sakit, Eugene melihat Robert Wellington di pintu masuk. Wajah pria itu terlihat keras menahan amarah, Eugene mampu merasakan amarah Robert walaupun jarak mereka masih beberapa meter jauhnya. Pria itu jelas akan membunuhnya sekarang, tak perduli apakah hal itu akan membuat cucunya yang sekarang berdiri di sampingnya akan menangis.
Dengan kedua tangan berada di dalam sakunya, Robert mendekati Eugene dan tepat di hadapan pria itu, Robert berkata, "Hanya ada satu hal yang membuatku tidak langsung membunuhmu, Eugene. Dan alasan itu adalah cucuku."
"Dan aku bersyukur membawa cucu kesayanganmu, Mr. Wellington. Setidaknya hal itu akan memperpanjang kehidupanku beberapa jam kedepan."
Robert mendengus keras.
"Apakah Ewan tahu?" Tanya Robert dengan tatapan menghakimi yang di jawab oleh Eugene dengan gelengan pelan. Robert menunduk dan berpura-pura marah terhadap Lucas yang kini menatapnya dengan mata biru terangnya. "Jadi, kau tidak akan menyapa grandpa, Petite?"
"Grandpa?" Tanya Lucas pelan.
"Sebagai anak yang baik, sudah seharusnya kau menyapaku. Dan melihat hubunganku dengan ayahmu, iya seharusnya kau memanggilku Grandpa . Jadi mana jawabanmu, Petite?"
"Si, Grandpa!" ucap Lucas lalu berjalan kearah Robert dan memeluk kedua kaki Grandpa-nya. Ia mengangkat kepala dan bertanya kepada Robert,"Luca ingin bertemu dengan mama, Grandpa."
Perlahan Robert melepaskan pelukan Lucas, mengusap lembut puncak kepalanya dan berbisik pelan. "Mama sedang tidur, Lucas. Tidur yang sangat panjang. Apa kau tetap ingin menemuinya?"
"Kalau begitu biar Luca membangunkan mama. Kata Grandpa Jack, jika seseorang tertidur dalam jangka waktu yang lama maka Luca harus membangunkannya. Grandpa Jack nanti akan marah kepada mama kalau tidur terus." Lucas menatap Robert dengan kedua mata yang begitu mirip dengan Lidya namun memiliki iris hijau milik Ewan. "Papa sebentar lagi ulang tahun, Grandpa. Mama harus bangun. Kasihan papa kalau menangis lagi."
"Setidaknya Grandpa Jack mengajarkanmu mengenai bagaimana menjadi anak yang baik, Luca. Walaupun mamamu tidak akan pernah memaafkan kelakuan jahat Grandpa Jack untuk selamanya."
Tahu bahwa Lucas tidak mengerti apa yang sedang di ucapkannya, Robert langsung menggandeng tangan Lucas, menggenggam tangan mungil itu dan berkata, "Eugene akan membawamu menemui mama. Sementara itu, Grandpa harus menemui dokter Thalia."
"Gene, jaga Luca dengan baik. Setelah ini, bawa dia kembali ke Mansion. Jangan sampai Ewan mengetahui kepergian Lucas terlalu lama. Kita tidak akan mau rencana yang di susun rapi rusak begitu saja. Kau mengerti?"
"Clearly, Sir."
Eugene langsung menggendong Lucas sambil berjalan kearah perawatan Lidya. Sesampainya di depan pintu, diam-diam Eugene memperhatikan wajah Lucas yang terlihat begitu senang. Ia menurunkan tubuh Lucas dan gendongannya dan berkata pelan, "Mama-mu berada di dalam kamar ini, Luca. Tapi mama sedang tidur, jangan mengganggunya. Kau janji?"
"Janji. Luca akan membangunkan mama dengan sangat pelan." Lucas mempraktekkan bagaimana ia akan membangunkan mamanya dengan gerakan seperti memijit dengan kedua tangannya yang kecil. Lalu ia bertanya dengan suara sangat pelan. "Apa...mama senang bertemu denganku, Om gene?"
"Kenapa kau berkata seperti itu?"
"Karena mama tidak pernah kembali atau mencariku. Kata pelayan di mansion granpa Jack, Mama tidak menginginkan aku." Lucas menunduk dan menggeleng cepat. Anak itu langsung mengangkat kepalanya, menahan air mata di pelupuk matanya dan tersenyum lebar. "Tapi kata papa, mama sangat merindukanku. Iyakan Om Gene?"
"Ingatlah selalu, Lucas Wellington, kau adalah harta berharga yang selalu diinginkan mama dan papamu," ucap Eugene sambil menepuk puncak kepala Lucas dan membalikkan tubuh kecil itu kearah pintu, "sekarang temui mama-mu."
Lucas mengangguk dan langsung membuka kenop pintu, tanpa aba-aba lagi, Lucas langsung masuk menyerbu ruangan tersebut bahkan meninggalkan Eugene di luar pintu. Setelah melihat Lucas masuk ke dalam ruangan, Eugene menutup pintu itu. Perlahan ia mengambil ponsel di dalam sakunya, mulai menghubungi Terry.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Eugene seolah berbisik. "Apakah sudah ada perkembangan?"
*
Di dalam kamar, Lucas berjalan mendekati seorang wanita cantik yang tertidur pulas dengan beberapa alat kedokteran yang melekat pada tubuh wanita itu. Dengan usaha keras, Lucas mamanjat kursi yang ada di samping ranjang tersebut. Lucas memegang tangan Lidya dan berbisik, "Mama?"
Namun tidak ada jawaban sama sekali. Dan kali ini Lucas mengulangi usahanya sekali lagi. "Mama. Ini Lucas ma..." Dan sekali ini juga tidak ada balasan atas panggilan Lucas barusan. Lucas mengeluarkan setangkai baby breath di kantongnya dan menyelipkannya ke tangan lidya dan berusaha menutup telapak tangan Lidya agar menggenggam bunga tersebut. "Kata papa, mama sangat suka bunga babybreath ini. Luca juga sangat suka. Kata Grandpa, mama akan menjemput Luca kalau Luca menjadi anak baik."
"Tapi mama lama, jadi papa yang menjemput Luca."
Lucas menggenggam jemari Lidya, mengangkat dan mengusapkannya ke pipi tembamnya. "Ma, I miss you. Papa menangis karena mama tidak kembali ke rumah. Om Gene menangis karena harus berbohong kepada papa. Grandpa juga menangis walaupun tidak pernah mengatakannya..." Lucas mengusap air matanya dan memeluk tubuh Lidya yang terbaring. "Luca juga merindukan mama. Mama belum pernah menggendong Luca, Mama belum memasakkan Luca makanan, Mama belum tersenyum kepada Luca setiap pagi. Mama juga belum menyanyikan Lullaby. Ma, bangun ya..."
Ketika masuk ke dalam ruangan, Eugene menahan rasa harunya karena mendengar ucapan Lucas. Eugene mengetahui beberapa kenyataan mengapa Ewan melimpahkan seluruh kasih dan perhatiannya kepada Lucas, karena anak itu terus menunggu ayah dan ibunya untuk menjemputnya. Setiap hari, setiap menit, dan setiap jamnya...Dan hal itu membuat Eugene ingin menangis.
Perlahan ia mendekati Lucas dan menepuk puncak kepala anak itu, "jangan memeluk mama-mu terlalu erat, Luca. Dia akan kesakitan nanti."
"Om gene, kenapa mama belum bangun? Apa mama sakit?"
"Mama-mu hanya tertidur."
Lucas membalikkan tubuhnya dan bertanya kembali, "Apa mama akan meninggal? Apa mama tidak merindukanku Om gene?" Lucas menangis terisak-isak dan Eugene langsung memeluk Lucas sambil menepuk lembut punggung kecilnya. "Apa mama tidak merindukanku, Om gene? Apa karena Luca nakal?"
"Tidak, Lucas. Kau anak yang baik..." bisik Eugene menenangkan. "Mama-mu hanya perlu kau datang setiap hari dan membangunkannya, agar dia bisa bangun nanti. Jadi jangan cengeng, karena mama-mu tidak akan suka kalau kau lemah. Papamu tidak akan suka melihatmu menangis juga. Kau mengerti?"
Seakan mengerti ucapan Eugene, anak itu berusaha menghentikan tangisannya dan Eugene mengusap lembut puncak kepalanya. "Kalau kau cengeng dan mudah menangis, bagaimana bisa kau membantu membangunkan mama-mu?
Lucas mengangguk.
Sambil menghapus air matanya, Lucas membalikkan tubuhnya menghadap kearah Lidya dan memeluk tubuh Lidya dengan erat seraya berkata, "Mama, Luca love you. Luca akan kembali besok, besok dan besoknya lagi hingga mama bangun. Mama cepat bangun, sebentar lagi papa ulang tahun." Lucas menjauhkan tubuhnya dan mengecup kedua pipi Lidya sebelum merentangkan tangan kearah Eugene untuk meminta di gendong.
"Besok kita akan datang lagi, petite. Jangan sedih."
"Luca tidak akan menangis, Oncle Gene."
"Good boy."
Eugene berjalan kearah pintu dan meninggalkan Lidya kembali beristirahat, sebelum masuk mobil yang sudah di siapkan di lobby, Eugene berkata kepada Lucas, "Luca ingat kesepakatan kita bukan? Bahwa papamu belum boleh tahu mengenai mama-mu? Apa kau bisa memegang janji itu?"
"Iya, Oncle. Tapi kenapa Uncle mau berbohong?"
"Karena Luca, apa kau mau melihat papamu menangis karena mama-mu yang masih memilih tidur dan belum bangun sampai sekarang?" Lucas menggeleng dan Eugene kembali berkata, "Kita harus membangunkan mama-mu sebelum papa-mu kembali. Itu akan menjadi hadiah terindah baginya. Bukan begitu?"
"Oui, Oncle. Oui...!"
Malamnya, Lucas mendapatkan telepon dari Ewan yang masih berada di Hongkong. Seperti kesepakatannya, Lucas tidak membicarakan bahwa hari ini ia bertemu dengan Lidya, alih-alih membicarakan harinya, Lucas memilih untuk meminta Ewan membawakan boneka BT21 yang terkenal. Dan sambungan teleponnya berhenti karena Ewan merasa sudah waktunya Lucas tidur.
"Good Night. I love you papa."
"I love you more than one hundred percent, petite."
*
Di rumah sakit, Thalia Crawford masuk ke dalam ruang perawatan untuk memeriksakan keadaan Lidya untuk terakhir kalinya. Keadaan Lidya sudah berhari-hari stabil, wanita itu telah sembuh sepenuhnya namun Thalia tidak berani mengatakan hal itu kepada Robert Wellington karena sampai sekarang wanita itu belum membuka matanya.
Thalia telah berusaha semaksimal mungkin agar pemulihan Lidya di percepat, Namun sebagai dokter Thalia tahu bahwa ia tidak bisa sembarangan memberikan harapan palsu kepada keluarga pasien, jadi Thalia menunggu hingga ada perkembangan baik sebelum memberitakan mengenai keadaan Lidya yang sebenarnya.
Setelah memastikan keadaannya stabil, ketika hendak melepaskan tangan Lidya mendadak Thalia melihat air mata Lidya mengalir dan kini wanita itu membuka matanya perlahan.
Sebelum Lidya menutup kembali matanya, ia berkata, "Marshall...Puteraku..." Walaupun suara itu terdengar sangat lemah namun Thalia yakin ia tidak sedang berhalusinasi mendengarnya.
Dengan cekatan, Thalia memeriksakan keadaan Lidya dan menghela nafas lega. Pelan-pelan ia menundukkan kepalanya hingga sejajar dengan telinga Lidya dan berbisik, "Take your time, Lidya. Beristirahatlah yang cukup hingga tenagamu pulih."
"And welcome back, Lidya."
TBC | 23 Jan 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top