98-2

Happy Reading, peeps! Jangan lupa vote and komennya.

"Papa mau kemana?"

Lucas mendekati Ewan yang tengah mengikat dasinya. Ia menoleh kearah puteranya, tersenyum dan dengan jemarinya ia menyuruh Lucas untuk mendekat. Dengan patuh Lucas mendekati Ewan yang langsung di angkat tinggi sebelum akhirnya di turunkan kembali. Ewan mengacak-acak rambut ikal Lucas dengan gemas. "Papa harus pergi hari ini, Luca. Mungkin akan pergi beberapa hari."

"Kemana?" tanya Lucas.

"Hongkong." Ewan berjongkok dan menatap Lucas yang menatapnya lugu. Ia mengacak-acak kembali puncak kepala Lucas sambil tersenyum lembut."Papa harus kesana untuk mengurus beberapa pekerjaan."

"Hongkong itu di mana, papa?" Lucas menatap Ewan dalam-dalam dan kembali bertanya,"Apakah jauh?"

Ewan mengangguk. Ia mengerti bahwa selama beberapa bulan ini, Ewan tidak pernah sekalipun mengajak Lucas mengunjungi negara lain, bahkan Ewan sadar ia sama sekali belum mengunjungi Lizzie di Inggris yang tentunya sudah membuat wanita itu mengeluh kesal karena Ewan sama sekali tidak memberikan kabar apapun mengenai dirinya.

Sementara itu Lucas masih memandangi Ewan dengan sedih. Ia berharap papanya tidak pergi, Lucas merasa bahwa ia belum siap untuk di tinggal oleh Ewan. "Papa... apakah papa akan cepat kembali?"

"Tentu saja, Luca. Papa akan segera kembali sebelum kau menyadarinya."

"Luca selalu sadar kalau papa tidak ada di rumah," sanggah Lucas cepat. Ia menunduk sedih dan mengucapkan sesuatu yang terlalu kecil hingga Ewan memajukan tubuhnya, tubuh Ewan membeku ketika mendengar ucapan tersebut. "Mama juga mengatakan akan kembali..."

"Luca..."

Ewan menggenggam tangan kecil Lucas dan meremasnya sayang. Ia tahu bahwa selama ini mereka selalu berkata Lidya tengah berpergian dan akan kembali suatu saat nanti tapi itu adalah kebohongan. Sebuah kebohongan pahit yang melukai hati Ewan yang ia yakin juga menyakiti hati puteranya.

"Mama..." sebelum sempat Ewan mengatakan kelanjutannya, lidahnya mendadak terasa kelu. Ewan tidak bisa melanjutkan ucapannya. Ia tidak bisa mengucapkan satu kalimat itu... dan ia tidak akan kuat untuk mengatakannya, lalu Lucas berkata dengan sedih dan penuh tekanan. "Mama tidak akan kembali. Iya kan papa?"

Ewan terpaku mendengar ucapan itu.

"Mama tidak akan kembali, karena mama tidak suka Luca. Karena Luca tidak mengikuti kata-kata kakek untuk tetap di mansion." Lalu Lucas mulai menangis. Ia melempar boneka beruangnya kesembarang arah dan menangis kencang hingga terduduk di atas keramik. "Lucas mau mama...!"

"Lucas akan menjadi anak baik, grandpa!" Lucas menangis, menendang kesembarangan arah dan kembali berteriak lebih kencang dari sebelumnya.

Untuk beberapa saat pertama, Ewan sama sekali tidak tahu harus berkata apa dan pada akhirnya Ewan menarik tubuh Lucas, memeluk anak itu erat sembari menimangnya. "Jangan menangis, Petite, kau membuat papa sedih..." bisik Ewan pelan. "Jangan menangis..."

Selama ini Lucas tidak pernah menangis untuk alasan apapun. Anak itu takut untuk di tinggalkan walaupun Ewan jelas tidak akan pernah meninggalkannya. Namun sudah jelas bahwa anak-anak tidak membutuhkan ratusan kata manis jadi yang bisa di lakukan Ewan hanyalah memeluk Lucas hingga tangisan anak itu mereda.

Dengan tersedu-sedu Lucas menarik lengan kemeja Ewan dan berbisik, "Papa jangan pergi... Jangan tinggalkan aku." Ketika Ewan tidak menjawab, Lucas mengusap air matanya dengan tangannya yang lain sambil berkata, "Luca tidak akan meminta Pizza lagi. Tidak perlu pizza, tidak perlu mainan. Tidak perlu mama...Papa saja sudah cukup..."

*

Di balik pintu, Eugene mendengar semuanya. Ia menarik nafas perlahan sementara tangannya menggenggam berkas dengan erat. Pertemuan ini bisa menghasilkan ratusan juta dollar dan sebagai penasehat sekaligus tangan kanan yang baik seharusnya Eugene menawarkan diri untuk menggantikan Ewan. Namun ia tidak bisa meninggalkan Lidya, Eugene harus kembali ke rumah sakit di Manhattan dan menjaga calon istri atasannya dengan baik.

Tentu saja, Maximillian telah menyiapkan orang untuk menjaga wanita itu. Namun Eugene merasa Lidya merupakan tanggung jawabnya, karena kakak Lidya merupakan istrinya. Istrinya... yang mungkin tidak akan pernah bangun lagi.

Kepala Eugene terasa sakit ketika ia memaksa dirinya untuk terus berpikir keadaan terburuknya. Ia mendesah dan memaksa dirinya membuka pintu kamar Ewan dan berusaha menunjukkan wajah seakan-akan tidak mengetahui masalah apapun.

"Ewan, pesawat kita sudah siap. Kau sudah harus ke bandara sekarang juga." Eugene masuk dengan membawa laporan yang harus di bawa Ewan. Ketika melihat wajah Ewan yang datar, Eugene langsung mendekati Ewan dan menggendong Lucas dari pelukan Ewan. "Aku akan mengurus Luca."

"Aku tidak pergi, Gene. Kau bisa menggantikanku menghadiri pertemuan itu."T

"Kau tidak bisa membatalkannya begitu saja, Ewan."

"Aku tidak pergi." Ewan berusaha meraih Lucas yang di tahan oleh Eugene dengan memundurkan langkahnya. Dengan wajah setengah kesal dan juga sedih yang bercampur aduk, Ewan menggeram. "Aku tidak akan pergi jika Lucas masih menangis. Bagiku perusahaan sialan itu tidak sebanding dengan Lucas."

"Tidak ada yang mengatakan perusahaan itu bisa menggantikan Lucas," sanggah Eugene. Ia lalu menoleh kearah Lucas yang masih berwajah sedih namun sudah berhenti menagis. "Kau akan selalu menjadi yang terdepan, Luca. Always and forever. Do you get it?"

Lucas mengangguk pelan.

"Kalaupun papa pergi, dia akan kembali. Oncle akan memastikan papamu kembali di hadapanmu, Luca. " Eugene mengecup puncak kepala Lucas dan berbisik, "Dan kau akan melihat mama-mu kembali..."

Lucas mengangguk lebih kencang lagi kali ini. Ia menatap Eugene dengan penuh harap, namun ketika hendak mengatakan sesuatu, Eugene langsung meletakkan satu tangan di depan bibirnya dan perlahan berbisik. "This is a big secret... Jadi, apakah kau sekarang sudah tenang, Luca?"

Kali ini Lucas mengangguk lagi dan menoleh kearah Ewan yang kini sudah melepaskan dasinya. Lucas merentangkan tangannya kearah Ewan untuk meminta di gendong, tentu saja Ewan langsung berjalan kearah anak itu dan memeluk puteranya erat. "Papa, maafkan Luca."

"Tidak, Petite. Kau sama sekali tidak bersalah. Papa tidak akan kemana-mana, so don't cry, okay?"

Lucas menggeleng pelan, memeluk leher Ewan lembut. "Papa boleh pergi, dan papa harus membawa mama untukku." Ketika tidak ada jawaban dari Ewan, Lucas melepaskan pelukannya dan memegang wajah Ewan dengan kedua tangan kecilnya. "Papa akan membawa mama pulang, iya kan?"

"Luca, mama—"

"Luca mau mama pulang, papa."

Untuk sesaat Ewan hanya melihat wajah Lucas dan tatapan polos puteranya, menyakitinya. Ia seharusnya berkata sejak awal bahwa Lidya telah meninggal, bahwa mereka tidak akan pernah bisa bertemu dengan Lidya lagi. Tetapi selama ini Ewan diam dan membiarkan Eugene mengambil alih semuanya.

Berbohong hanya untuk menenangkan hati Lucas.

Tapi Ewan tidak bisa berbohong, dan ia juga tidak bisa begitu saja mengatakan kalau Lidya sudah tidak ada. Karena terlalu menyakitkan baginya untuk berkata jujur.

Seakan mengetahui kesulitan Ewan, seperti biasanya Eugene berjalan dan mengambil Lucas dari gendongan Ewan. Ia menimang Lucas seperti puteranya sendiri dan berkata dengan lugas, "Iya Luca, papa akan membawa mama-mu pulang segera setelah urusan papa di Hongkong selesai. Bagaimana?"

"Benarkah, Oncle Gene?"

"Tentu saja."

"Kau tidak berbohong?" tanya Lucas lagi.

"Kalau berbohong hidung akan panjang, Luca. Bukankah kemarin baru saja kita membaca cerita itu?" Eugene tersenyum, kemarin Lucas baru saja meminta Ewan membacakan cerita mengenai pinokio dan anak itu sangat suka mendengarnya. "Kalau Oncle berbohong, nanti hidung oncle akan sepanjang pinokio dan tentu saja Oncle tidak menginginkan hal itu terjadi, Luca."

"Jadi papa akan membawa mama?" tanya Lucas sekali lagi dan kali ini Lucas tersenyum lalu memeluk Eugene dengan erat. "Aku sangat sayang Oncle Gene!"

Eugene menurunkan Lucas dari gendongannya dan mengacak-acak rambut ikal anak itu dengan gemas. Ia menghapus jejak air mata di pipi Lucas dan berkata, "Bermainlah dulu dengan Oncle Simon, setelah Oncle membawa papa ke Hongkong, aku akan membawamu jalan-jalan seperti biasa. Bagaimana?"

Lucas mengangguk.

Namun sebelum pergi ia berlari kearah Ewan dan memeluk kedua kaki Ewan lalu Lucas berkata pelan, "Papa baik-baik di sana. Aku tidak akan nakal di sini, papa cepat pulang." Hal itu membuat Ewan menunduk dan mengecup puncak kepala Lucas sayang. "Aku sayang papa..."

"I love you more than one hundred percent, Petite."

*

"Jangan berbohong lagi kepadanya, Gene. Aku tahu berbohong selalu melukai hatimu," ucap Ewan pelan sambil memakai jasnya. "Kau tidak perlu melakukannya lagi, untukku."

"Aku baik-baik saja, Boss."

"Dia tidak akan kembali lagi, Gene." Setelah mengenakan jasnya dengan rapi, Ewan mengambil kunci mobil dari atas meja. Menimang sebentar kunci mobil itu sebelum berkata, "dan aku tidak akan membawa wanita untuk Lucas. Bagiku istriku hanya ada satu."

"Dia akan terus mencari ibunya."

"Kalau begitu Luca harus tahu bahwa Lidya sudah tiada." Ewan berjalan melewati Eugene, dan berhenti hanya untuk berkata, "Kebohongan tidak akan menyelesaikan masalah, Gene."

"Agree. Tapi kebohongan yang kau lakukan menyelamatkan Luca dari rasa sedih, Ewan. Kau mungkin tidak ingin melakukan kebohongan ini. Mungkin kau sudah bisa menerima kematian Lidya, tapi tidak dengan Luca. Dia terlalu kecil untuk mengerti apa makna dari kematian."

"Dia harus belajar untuk—"

"Kau memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mengerti arti di tinggalkan. Dan apa kau pikir anak berumur lima tahun akan mengerti apa arti di tinggalkan untuk selamanya?" tanya Eugene. "Jangan egois, Ewan. Dia hanya anak kecil. Dan dia membutuhkanmu dan mamanya."

"Dia sudah tiada, Gene..." bisik Ewan pelan.

Ewan mengerti bahwa ada saatnya ia harus melepaskan. Mungkin di saat normal, Ewan akan terus mencari Lidya hingga ke pelosok atau ke ujung dunia. Tapi kali ini ia telah berkata untuk melepaskan. Ia tidak bisa terus menerus mengejar sesuatu yang tidak ada. Terima atau tidak, Lidya sudah tiada, ia harus menerimanya. Suka atau tidak...

Kalau semua orang berpikir ia sudah melupakan wanita itu, maka mereka salah. Kenyataannya, Ewan tidak akan pernah melupakan wanita itu. Harumnya, senyumnya, kehadirannya dan karena alasan itu jugalah Ewan memutuskan untuk hidup selibat. Entah Lucas akan membencinya atau tidak, Ewan tidak akan membawa mama baru untuk Lucas. Bagi Ewan, Istrinya hanya akan selalu Lidya. Always and Forever.

Sebelum Eugene mengatakan sesuatu, Ewan langsung berkata, "Aku akan kembali tanggal 25. Tolong jaga Luca untukku."

"Selalu, boss."

*

Sepeninggalan Ewan dari ruangan kerja, Eugene keluar dan mendapati Lucas melambaikan tangannya kearah Ewan hingga mobil yang di kendarai Ewan menghilang dari hadapannya. Lalu Eugene melihat Luca kembali menangis walaupun tidak sekeras sebelumnya.

Eugene mendekati Lucas dan mengelus puncak kepalanya dari belakang. "Jangan menangis, Luca."

"Papa... Oncle Gene..." bisik Lucas pelan.

"Kalau kau berhenti menangis, oncle akan memberikanmu hadiah."

Dan Eugene tersenyum ketika Lucas menghapus air matanya. Bagi Eugene, Luca sudah seperti keponakannya sendiri dan anak itu terlalu kuat untuk anak seumurannya. Luca dengan mudah meneteskan air matanya jika menyangkut Ewan atau Lidya, namun tidak dengan hal remeh lainnya.

Lucas bahkan tidak pernah meminta atau merengek untuk di mintakan mainan, all he ask just flower and his mom. Terkadang sifat dewasa Lucas bisa membuat hati Eugene terenyuh.

Perlahan Eugene membawa Lucas ke pelukannya, mengusap punggung kecil itu dengan lembut. Eugene tahu bahwa keputusannya kali ini jelas akan membuat Maximillian marah, bahkan akan membuat Aram terbang dari Yunani hanya untuk memakinya saja. Atau ia akan di tembak oleh Robert Wellington. Tapi Eugene tidak bisa melihat Lucas terus menangis.

"Kalau kau sebegitunya merindukan mama, ayo kita temui mama."

TBC | 01 Mei 2019
Repost | 30 Agustus 2020

Longtime no see and happy reading 🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top