95
Bagi Prescott mengubur peti mati yang jelas-jelas tidak ada tulang ataupun sisa tubuh puterinya adalah hal yang konyol. Tapi jika ia tidak melakukannya, Prescott akan selamanya menjadi menyesal karena tidak ada satupun yang bisa ia lakukan untuk puterinya. Satu-satunya puteri yang di anggap permata hidupnya selain Joccelyn.
Jake Prescott mungkin adalah seorang binatang buas. Ia akan membunuh siapapun dan mencabik siapapun yang mengganggunya, tapi bahkan binatang buaspun memiliki hati lembut terhadap darah dagingnya sendiri.
Di balik sikap kalahnya, Jake menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya diam-diam membuka laci meja kerjanya di mana ia menyimpan rahasia terbesarnya. Sebuah foto bayi montok dengan kulit masih memerah, di mana tangan kecil itu terkatup. Ia memotret bayi itu ketika tidak ada satupun orang yang melihat, ketika seluruh penghuni terlelap, diam-diam Jake mencium kening bayi itu dan jatuh cinta dengan mata biru terang milik Lidya yang kini di warisi oleh bayi tersebut.
Ia begitu ingat tatapannya ketika memuja bayi montok itu dan Jake menyadari bahwa ia akan terus memuja bayi itu hingga selama-lamanya.
Jake tahu, Ewan telah memberikan nama untuk cucunya terkasih. Lucas Wellington. Anak yang akan menjadi mimpi bagi puterinya, dan akan menduduki tahta kerajaan bisnis Wellington suatu saat nanti.
Seseorang harus menjadi jahat demi mencapai tujuan, dan bagi Jake itulah satu-satunya peranan yang bisa di lakukannya. "Pergilah, Dee. Dan jangan kembali lagi..." bisik Jake dengan serak. Jika puterinya pergi, tidak akan ada satu orangpun dari musuhnya yang mampu menyentuh puterinya.
Jake mencintai puterinya, tapi ia tidak pernah berkelit jika ada yang menanyakan mengapa ia tega menyakiti cucunya sendiri, istrinya atau bahkan puterinya sendiri. Tapi di balik semua itu, Jake tidak pernah melakukan apapun. Tapi hal ini akan menjadi sebuah kebenaran tak terungkap yang selamanya akan di tutup oleh Jake hingga hari terakhirnya.
Lalu pintu terbuka, menampilkan satu-satunya orang kepercayaan Jake. Pria itu berkata, "Saya telah memberikan pesan kepada Tuan Robert sesuai dengan yang anda perintahkan, Sir. Apakah sudah saatnya kita pergi?"
"Iya. Tugas kita telah selesai." Jake tersenyum, mendorong kursinya dan berkata pelan,"Untuk sementara aku akan berada di perdesaan."
"Perdesaan?"
"Hallstatt." Jake tersenyum, akhirnya ia bisa tersenyum setelah sekian lama. "Hallstatt adalah tempat yang sangat di sukai istriku." Dan akan menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.
Sebelum pergi, tangan kanan itu bertanya dengan mantap. "Kenapa anda melakukan semua ini, Sir?" Ketika Jake menoleh kearahnya, pria itu kembali berkata, "Kenapa anda memperlihatkan bahwa anda adalah orang jahat sementara anda bahkan tidak melakukan apapun."
"Karena Anak muda...Itu adalah kejahatan terbesar yang kulakukan." Jake memasukkan kedua tangan kedalam saku dan kembali berkata, "Terkadang tidak melakukan apapun merupakan kejahatan terbesar."
*
Robert tidak percaya ketika pada akhirnya Jake memberikan sebuah surat bodoh kepadanya beserta dengan sebuah kunci. Pria jahat itu bukannya memberikan sebuah surat berisi permintaan maaf yang Robert pikir akan menghabiskan ratusan kertas dan Robert akan menjadi pria baik dengan memaafkan pria itu. Tapi dia salah.
Pria tua sialan itu malah memberikan amanat dan menyuruhnya melakukan sesuatu. Robert sudah lelah mengikuti permainan pria tua itu, dan pernah bersumpah tidak akan melakukannya lagi. Namun kata-kata yang tertera di surat seolah memperlihatkan bahwa Robert harus ikut campur dan mengikuti permainannya. Karena tiga kata di bait terakhir. Demi Anakmu, Ewan.
Dengan perasaan kesal yang sudah memuncak, Robert membuang surat tersebut. Ia menghubungi Eugene, sebelum tangan kanan kepercayaan puteranya itu sempat mengucapkan apapun, Robert langsung berkata, "Aku akan memberikan alamat. Pergi kesana dan cari tahu apa yang ada di sana."
Ia bisa mendengar ucapan protes dari Eugene dan Robert tidak memperdulikannya. "Dengar, Anak muda. Kau menyuruhku melakukan sesuatu, dan sekarang aku sedang melakukan sesuatu. Jadi kau lakukan apa yang bisa kau lakukan demi puteraku yang bodoh itu."
"Baiklah."
Itu adalah jawaban yang bisa membuat Robert mau tidak mau tersenyum. Lalu dengan perasaan setengah gengsi, Robert bertanya pelan. "Bagaimana keadaan anak itu?" Sebelum Eugene sempat mengucapkan apapun, Robert langsung berkata, "Tidak, lupakan pertanyaanku."
Lalu Robert langsung mematikan sambungan ponselnya dengan Eugene. Ia menghela nafas panjang, mengacak rambutnya dengan frustrasi. Robert tahu bahwa puteranya sama keras dengan dirinya dan tidak akan mudah mendapatkan maaf, apalagi setelah luka yang begitu besar yang ditorehkan Robert kepada anak itu.
Setelah semuanya, Robert tidak bisa memohon agar Marshall akan memaafkannya begitu saja dan memanggilnya ayah... Tidak, ketika dulu Robertlah yang membentak Marshall di umurnya delapan tahun untuk tidak memanggilnya ayah. See, Jake? Kau sudah membuat hidupku bagai di neraka dan sekarang puterimu adalah satu-satunya obat untuk kebahagiaan puteraku.
"Dasar pria tua sialan," bisik Robert.
*
"Kau mau kemana?" tanya Simon sambil menutup berkas yang ada di hadapannya. Namun Eugene hanya berdiri dan mulai memakai mantelnya sehingga membuat Simon mengernyitkan alis. "Gene, Ewan sudah bilang dia tidak akan kembali selama beberapa hari karena urusan di Perancis. Jadi kau tidak boleh kemanapun."
"Aku ada urusan sebentar, aku sudah menghubungi Ewan dan kemungkinan setelah pulang ia akan menyusulku."
"Kalau begitu, bagaimana dengan tenggat waktu mengenai—"
"Dan..." Eugene memutar tubuhnya, menunjuk kearah Sam dan Simon yang menoleh kearahnya dengan bingung. Dengan mudah, ia menunjuk kearah mereka berdua. "Untuk sementara kalianlah yang bertanggung jawab di sini. "
Saat mereka berdua ingin berteriak memprotes, Eugene langsung mengangkat alisnya dan berkata, "Perintah Ewan, adalah mutlak."
Eugene memang sialan, Sam maupun Simon sangat kesal kalau Eugene sudah memerintahkan mereka untuk melakukan sesuatu, karena seberapa banyakpun mereka memprotes, dan melaporkan hal ini kepada Ewan, jawaban Ewan hanyalah kekehan dan tidak memarahi Eugene sama sekali.
Sialan...
Merasa tidak adil, Simon langsung berdiri dan mengejar Eugene. "Gene, bodoh! Aku tidak perduli kalau kau kenapa-kenapa, tapi jangan melimpahkan semua pekerjaanmu kepadaku!!"
"Aku akan membutuhkan bantuanmu untuk mengecek tempat apa ini." Eugene tidak mengindahkan ucapan Simon sebelumnya dan memberikan secarik kertas. "Hubungi aku dalam sepuluh menit."
"Aku tidak mau melakukannya untukmu!"
"Sepuluh menit, Simon." Eugene membuka kacamata hitamnya sebelum masuk ke dalam mobil lalu berkata, "Jika dalam sepuluh menit kau tidak memberikan kabar, aku akan memotong gajimu Simon."
Dan seperti biasa, ancaman itu mampu membuat Simon langsung bergegas kembali kedalam gedung dan melakukan apapun yang diinginkan oleh Tuan Eugene. Sepuluh menit. Dan Simon bersumpah akan melakukan semuanya dalam sepuluh menit.
*
Di dalam mobil Eugene menggenggam setir dengan erat. Baru saja Eugene memerintahkan Terry meletakkan dua penjaga di tempat yang ingin di datangi, tempat yang di minta Robert. Eugene tidak bisa mempercayai apa yang di dengarnya dari dua penjaga yang baru saja menghubunginya.
Rumah itu tidak ada apapun. Tidak ada satupun batang hidung Lidya atau bukti bahwa wanita itu pernah berada di sini. Lantas untuk apa Robert menyuruhnya kesana? Masih memasang Earphone-nya, Eugene menggeram kesal. "Aku sudah hampir sampai disana, dan aku menginginkan sesuatu hidup sesampainya di sana. Kalian mengerti?"
Dan ucapan itu mampu membuat dua penjaga itu langsung bergegas melakukan apa yang diinginkan Eugene. Sebelum mematikan teleponnya, Eugene menggeram,"Jika Ewan datang dan kalian tidak mendapatkan bukti apapun yang menyatakan Lidya Prescott maka buang darah kalian di sana hingga Ewan mendapatkan bukti konret bahwa Lidya masih hidup. Kalian mengerti?!"
Selama satu minggu setelah Ewan mendatangi pemakaman Lidya, pria itu tidak berhenti berkeliling dunia. Pria itu bekerja seperti tidak kenal waktu, Kalau saja Eugene tidak meminta pria itu untuk datang ke rumah yang sedang ia kunjungi, rasanya Ewan pasti sudah berada di Swiss sekarang ini.
Eugene menghubungi Ewan yang di angkat oleh pria itu pada dering ketujuh. "Ewan, kau sudah sampai?" tanya Eugene yang tidak di jawab oleh pria itu hingga Eugene menghela nafas. "Kau harus sudah sampai di sana, tapi kalau kau sibuk hingga tidak bisa datang mungkin aku akan melakukan—"
"Jangan melakukan yang tidak perlu, Gene. Aku sudah berada di rumah ini sekarang. Untuk apa kau menyuruhku mendatangi bangunan milik Prescott?"
"Itu bangunan milik Prescott?"
"Ini bangunan musim panas yang tidak pernah di pakai lagi, namun mereka masih menyimpannya dan bangunan ini masih cukup bagus untuk di tempati," jawab Ewan. "Tidak, aku salah. Bangunan ini menjadi terlalu bagus untuk di tempati, mereka malah menambah taman bermain di sini."
"Taman bermain?" tanya Eugene semakin bingung.
"Kalau sudah sampai, lebih baik kau melihatnya sendiri." Lalu Eugene bisa mendengar Ewan berjalan menginjak rerumputan dan berkata,"Aku akan menghubungimu lagi, Gene."
*rumah musim panas keluarga Prescott*
Setelah mematikan ponsel, Ewan memasukkan ponsel tersebut ke dalam kantong belakangnya. Seharusnya sekarang ia sedang melakukan meeting di salah satu rumahnya, kalau saja Eugene tidak menyuruhnya datang. Bahkan Ewan tidak tahu kenapa dia mengikuti ucapan tangan kananannya itu kesini.
Tapi Ewan cukup senang melihat rumah ini. Seluruh bangunan ini terasa seperti Lidya, berbau musim panas dengan beberapa pot Tulip tersedia di taman Maze. Beberapa sudut terlihat beberapa pot yang berantakan dengan tanah yang masih baru. Ewan mengernyitkan alisnya, apakah benar Prescott sudah menjadi miskin? Karena Ewan memang sengaja membuat pria itu jatuh miskin agar tidak melakukan kejahatan lagi kepada Dee.
Taman bermain itu seolah di buat untuk anak-anak, tapi sepengertian Ewan tidak ada anak-anak di garis keturunan Prescott, kecuali puteranya...jika anak itu masih ada sampai sekarang.
Ewan berjalan masuk ke dalam Taman Maze yang begitu hijau dan penuh dengan pepohonan, Ewan teringat ketika ia menemukan Lidya tengah meringkuk sambil menangis dan menunggu ia menemukan wanita itu. Tanpa sadar Ewan tersenyum. Bodohnya, satu kenangan kecil mampu membuatnya tersenyum.
Ketika langkahnya memasuki lebih dalam taman tersebut, Ewan kembali tersenyum. Ia melihat kesalah satu sudut taman di mana ia menemukan wanita itu. "...Aku menemukanmu lagi, Agapi Mou..." bisik Ewan.
Namun kenangan itu hanya sebentar karena detik kemudian ia mendengar tangisan serta jeritan seorang anak. Dengan cepat Ewan melangkah masuk kedalam taman untuk mencari asal suara itu dan menemukan seorang anak laki-laki berumur 4 tahun menangis dengan pergelangan tangan memerah. "Hey, buddy, Ada apa?" tanya Ewan
Dan hal itu membuat anak itu berhenti menangis. Ewan pikir anak itu terkejut melihatnya, dengan gerakan tangan terentang terbuka, Ewan berkata, "Aku bukan orang jahat. Come here..." Ketika anak itu masih menatap kearah Ewan sambil sesengukkan, Ewan menambahkan. "Viens ici, Petite..."
Anak berambut ikal itu langsung berjalan kearahnya dengan gerakan patah-patah dan pelan. Entah kenapa jantung Ewan berdetak dua kali lebih cepat, ada kebahagiaan yang tak tergambarkan ketika anak tersebut berjalan kearahnya.
Ketika anak tersebut masuk ke dalam pelukannya, Ewan bisa melihat mata biru anak itu yang seterang lautan, seolah ia melihat Lidya sekali lagi. Dan Ewan bersumpah dirinya terpaku ketika anak itu akhirnya memanggilnya...
"Papa..."
20 Maret 2019
Repost |12 July 2020
Ada yang nunggu part ini? Selamat membaca semuanya :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top