91
Untuk pertama kalinya, Ewan membutuhkan seseorang untuk di salahkan. Ia butuh untuk menyalahkan seseorang, saat air matanya di rasa telah mengering ia langsung berdiri dan mengabaikan ratusan tatapan penuh pertanyaan dari orang-orang yang tadinya hadir untuk merayakan pernikahannya—Pernikahan yang tidak pernah terjadi.
"Ewan, kau mau kemana?" tanya Maximillian.
Sebelum Max sempat meraih lengan Ewan, sahabatnya itu sudah mengeluarkan senjata dari balik punggungnya dan mengarahkannya ke Max. Sementara seluruh orang memekik, Max tidak melakukannya. Ia hanya perlu melihat kilat penuh kesedihan di mata hijau Ewan dan perlahan Max berkata pelan, "Menyakiti orang, tidak akan membuatnya kembali Ewan."
"Kita belum pernah mencoba, iya kan?" bisik Ewan pedih.
"Kau akan semakin terluka..."
"Aku sudah terluka, Max." Ewan menurunkan senjatanya. Ia tidak benar-benar hendak berniat mengarahkan senjata itu kearah Max, itu terjadi secara refleks namun alih-alih menjelaskan hal tersebut, Ewan malah berkata, "Kalau kau berniat menghentikanku, aku akan membunuhmu Max. Jangan buat aku melakukan itu..."
Max tidak perlu mengucapkan apapun, karena ia tahu apapun yang di ucapkannya hanya menorehkan luka di hati sahabatnya itu. Seakan mengetahui pemikiran Max, Aram maju dan mendesah pelan sebelum menatap kearah Ewan, "Kehilangan kontrol seperti ini sama sekali tidak seperti dirimu, Ewan."
"Kau tidak tahu apapun, Aram..." desis Ewan.
"Kau membuat seluruh orang ketakutan, bahkan Natalie." Aram menoleh kearah istrinya yang masih terpaku menatap Ewan yang kini lepas kontrol. Ia memasukkan tangan ke dalam sakunya. "Aku akan ikut denganmu."
"Aram!!" teriak Max tidak percaya.
Semua orang pasti melihat Aram sebagai orang gila. Ia memang tidak pernah menjadi yang terbaik di antara mereka bertiga, biasanya Maximillian-lah yang bisa bersikap sebagai Good Father, Good Listener dan penengah yang baik. Tapi menimbang sikap Ewan sekarang, ia tahu bahwa sahabatnya itu bukanlah pria yang sama. Perlahan Aram menoleh kearah Max dan berkata, "Jika dia ingin terjatuh, kita akan menemaninya terjatuh. Bukankah itu yang seharusnya kita lakukan?"
"Urusi urusan kalian sendiri!" teriak Ewan. "Aku tidak perlu siapapun untuk menyelesaikan masalahku."
Ewan memandang marah kearah mereka berdua, ia menolak untuk di perlakukan seperti bayi. Ewan adalah salah satu pemegang saham terbesar dan penguasa underground terbaik, ia sama sekali tidak butuh sahabatnya hanya untuk membunuh Prescott. Dengan penuh amarah, Ewan berlari keluar dari katedral tersebut dan memasuki kendarannya sembari mengabaikan panggilan dari anak buahnya ataupun dari sahabatnya.
Kali ini ia akan membunuhnya, dan membawa kembali calon istrinya.
*
Sesampainya di mansion milik Prescott, Ewan bergegas turun dan mulai menembaki seluruh penjaga Prescott yang berusaha menghalanginya. Setengah dari mereka masih terlalu waras untuk maju melawan Ewan. Dengan nafas yang masih teratur, Ewan berdesis marah, "Maju sekali lagi dan akan kubunuh kalian semua."
Mereka langsung mundur serentak mendengar ucapan penuh amarah itu.
Setelah itu, Ewan masuk ke dalam mansion dengan mata mencari keberadaan Prescott. Begitu matanya menemukan pria itu di balkon, Ewan langsung bergegas maju dengan mengarahkan senjata kearah kepala pria itu. "Kembalikan Lidya kepadaku dan akan kumaafkan," ucapnya pelan.
Prescott tidak mengucapkan apapun. Pria itu bahkan tidak bergeming ketika senjata tersebut di arahkan kepadanya.
"Kembalikan dia!!"
"Aku tidak bisa mengembalikan orang yang sudah mati, Wellington," sahut Prescott. Ia bersandar di balkon dan mendongak kelangit yang biru, saat menurunkan pandangannya Prescott berbisik pelan. "Dia sudah meninggal, iya kan?"
"Kau yang melakukannya... Kau, selalu kau yang membuat dia—"
"Aku tidak pernah benar-benar berniat membunuh puteriku sendiri kalau itu yang kau maksudkan." Prescott mendengar suara kunci pelatuk di buka dan Ewan bersiap menembak kearahnya atas jawaban yang baru saja ia lakukan. "Aku hanya ingin anak itu membenciku, sangat membenciku hingga aku tidak bisa hidup karena kebencian itu. Tapi aku tidak pernah melakukan hal gila seperti membunuh puteriku."
"Pembohong... Kau membunuh anakku! Kau membunuh harapannya! Dan sekarang kau membawa dia!!" teriak Ewan penuh kebencian.
Ewan melepaskan tembakan berulang kali kearah Prescott dengan sembarangan yang malah menembaki sisi tembok di samping pria itu. Dan nafasnya terengah-engah karena menahan amarah dan kesedihan di saat yang bersamaan. "Kami akan menikah... dan kau menghancurkannya..." bisik Ewan menatap Prescott dengan kepedihan yang tidak bisa di tutupinya. "Kenapa... kau melakukan semua ini..."
"Aku tidak pernah membunuhnya, itu semua adalah kecelakaan."
Ewan mendengus.
"Saat hal itu terjadi, aku sedang merenungi diriku di mansion ini. Berpikir apakah semua kebencian itu sudah cukup menyakitiku hingga kesalahanku bisa di maafkankan." Prescott maju selangkah dan membiarkan keningnya menempel pada senjata yang di pegang oleh Ewan. Tanpa ragu ia berkata, "Aku tidak peduli dengan kematian ataupun uangmu Wellington, dari awal keinginanku hanyalah membuat Lidya membenciku. Sangat membenciku hingga ia ingin membunuhku."
"Kenapa...?"
"Karena itulah adalah tujuan hidupku."
Ewan mendorong tubuh Prescott, lalu memukuli pria itu dengan senjata yang dipegangnya. Berulang kali hingga ia berteriak dengan suara marah. "Aku akan membunuhmu bajingan!"
Tidak lama kemudian Max dan Aram datang menghentikan Ewan, sementara itu Ewan berteriak dengan marah. Ia mengabaikan air matanya sudah berkaca-kaca dan ia seperti orang gila yang berteriak dengan marah. "kembalikan dia!!"
"Aku sudah bilang kalau aku tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan orang yang sudah mati," ucap Prescott sambil berusaha bangun. Ia menatap kearah para penjaganya dan menggeleng pelan agar mereka tidak perlu membantunya, namun setelah itu Prescott berkata, "Siapkan pemakaman untuk Lidya. Setidaknya aku harus memberikan pemakaman yang layak untuk puteriku."
"Dia belum meninggal!!" teriak Ewan hendak meraih Prescott namun kedua sahabatnya menahan kedua tangannya. "Lepaskan! Lidya belum meninggal!!"
Mendadak Ewan merasakan tubuhnya terhuyung dan merasakan asin di bibirnya. Sebuah pukulan telah mendarat dan ia menatap Max dalam diam. Mereka berdua menatap satu sama lain dalam keheningan beberapa saat, setelah itu Max menelan saliva-nya yang tertahan di kerongkongan. "Apapun yang kau lakukan, tidak akan membuat dia kembali Ewan. Dia tidak kembali dan kali ini dia tidak akan pernah kembali ke hadapanmu."
"Max..." Aram menahan lengan Max seolah menyuruh pria itu untuk menghentikan apa yang hendak di lakukannya. Namun Max menggeleng dan berbisik, "Seseorang harus menyadarkannya, dan memang harus kita yang melakukannya."
"Kau bisa menunggu lima tahun hingga sepuluh tahun lamanya, Ewan, tapi kali ini Lidya tidak akan kembali. Karena walaupun kau berusaha melarikan diri dari kenyataan, pada satu titik kau akan mendapati kebenaran ketika para polisi mendapatkan mayat Lidya di dalam jurang yang dingin itu." Max mengepalkan tangannya, menyuruh dirinya untuk menyelesaikan ucapannya walaupun menyakitkan. "Kau tidak bisa menyiksa dirimu hanya sebagai pelarian. Kau bukanlah dirimu lima tahun yang lalu,Ewan."
Lalu air mata Ewan mengalir, mendadak... ia merasakan seluruh sarafnya seolah lumpuh dan ia tidak bisa melakukan apapun selain menangis. Ia merasa nafasnya tercekik, seolah udara tidak ada lagi di sekelilingnya. Hanya sedikit... sedikit lagi, mereka akan menikah. Ewan sudah bersumpah untuk menjaga wanita itu, membahagiaannya dan mengulang kembali kisah mereka.
Mereka akan tinggal di Perancis selatan, menikmati pemandangan di sana. Dan sesekali mereka akan kepantai, menikmati sunset bersama dengan anak mereka. Mereka akan... "Mudah untukmu berbicara, tapi tidak bagiku, Max. Dia adalah segalanya, dia adalah... hidupku."
"Kau bisa berdiri tegak lima tahun yang lalu dan kami akan menyakinkan kali ini kau juga bisa melewatinya." Max menarik lengan Ewan berdiri dan menatap kedua mata hijau yang penuh dengan kilat kesedihan. "Kita semua akan membantumu Ewan. Kau tidak akan melewatinya sendirian."
"Katakan itu lagi ketika kau sudah merasakan apa yang kurasakan!"
"Ewan—"
"Kau tidak pernah merasakan kehilangan anak yang bahkan belum pernah kau peluk, kau tidak pernah merasakan bagaimana kehilangan wanita yang kau cintai tepat di depan altar. Bukan untuk sementara, melainkan selamanya!! Kau berharap aku bisa melaluinya dengan mudah?!" ucap Ewan dengan sinis.
Ewan tidak bisa. Ia tahu bahwa tidak akan pernah bisa melakukannya.
"Aku tidak bisa melakukannya Max. Lima tahun yang lalu, aku dengan mudahnya melarikan diri." Ewan tertawa sambil menangis. "Dan aku tidak bisa lagi melakukannya sekarang. Kami seharusnya bahagia, dia seharusnya menjadi istriku... dan aku akan memanggilnya Mrs. Wellington. Kau tahu bagian terlucunya, Max?"
Max terdiam dan memegang lengan Ewan dengan erat seolah-olah hanya hal itu saja yang bisa di lakukannya untuk menguatkan Ewan.
"Bagian terlucunya adalah... walaupun pada titik tertentu polisi akan melemparkan kenyataan dan evidence bahwa Lidya telah meninggal tapi tidak akan pernah menerima kenyataan bahwa dia sudah tidak ada."
"Stop this, Ewan..." bisik Aram sambil menatap kearah keramik dingin di bawah kakinya sementara tangannya masuk ke dalam saku. "Please, stop this."
"Kau pernah melihat pria terbodoh di dunia?" Ketika kedua sahabatnya tidak mengatakan apapun, Ewan kembali berkata, "Aku adalah orang terbodoh di dunia itu. Karena aku bahkan rela menunggunya kembali seumur hidup, daripada menerima kalau dia sudah tidak ada. Aku tidak bisa menerima semua ini!"
Lalu Ewan meninggalkan Max dan Aram.
*
"Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Max?!" Aram memukul bahu Max kesal, mengeluarkan sumpah serapahnya dan berkata, "Kau tidak bisa berkata kepada orang yang terluka seperti itu. Ewan membutuhkan waktu, Max!"
"Sampai kapan?" Max menatap Aram dan mengabaikan amarahnya. "Sampai dia menghancurkan dirinya sendiri?! Aku tidak perduli dengan kematian Prescott,Aram. Aku hanya peduli dengan si bodoh itu!"
"Dia akan baik-baik saja, Max. Kita akan memastikannya, tapi seharusnya kau tidak perlu mengatakan hal itu kepadanya. Jika ingin menyadarkannya, bukan sekarang saatnya!"
"Dia tidak akan baik-baik saja..."
"Dia akan baik-baik saja, kita yang akan memastikannya, Max!" ucap Aram ketus.
Aram bersandar di balkon, menatap langit biru dan menutup matanya lalu berkata pelan,"Jika hal itu terjadi padaku, aku juga tidak akan baik-baik saja, Max. Ini terlalu cepat dan terlalu menyedihkan." Aram membuka mata, mengepalkan tangannya. "Aku benci pada wanita itu, dia dengan mudah menghancurkan Ewan..."
Tapi Aram tahu itu hanyalah ucapan yang terlontar karena ia frustrasi melihat Ewan bersikap tidak seperti dirinya yang biasa.
Dalam diam, Aram dan Max sama-sama berpikir betapa bahagianya Ewan dalam beberapa bulan ini. Walaupun pria itu tidak menunjukkannya, tapi mereka berdua tahu bahwa Lidya mampu mengetuk hati pria itu. Lidya mampu membangkitkan emosi Ewan yang tidak pernah bisa di lakukan oleh orang lain. Lidya...adalah bagian dari Ewan.
Dan kehilangan wanita itu akan merusak Ewan, sampai selamanya.
*
"Seras-tu ma femme et ma mère de mes enfants? Est-ce que tu m'embrasseras le matin quand je me réveillerai et m'attendrais quand je rentre du travail? Voulez-vous me pardonner et laissez-moi vous aimer comme vous le faites toujours?"
"Kau berkata ya, Agapi Mou. Kau sudah menjawab 'iya' saat itu bukan?" Ewan menatap cincin di tangannya dan kartu ucapan yang sudah lusuh terkena air. Lalu ia menutup mata sambil mengecup cincin tersebut, 'Then, come back, Dee...'
"I will stand and fight. Because you're my colour, Marshall..."
"And fight once more time, Agapi Mou..." Ewan meletakkan kepalanya di atas stir dan berbisik penuh kesedihan. "Fight for me, once more time, Dee..."
Tapi kali ini tidak ada satupun yang menjawab ucapannya seperti biasa, selain hembusan angin AC di dalam mobil dan Ewan tahu, dia harus menyerah untuk percaya bahwa keajaiban adalah satu hal yang tidak akan mungkin terjadi.
"Apakah kali ini aku harus melepasmu, Dee?"
TBC | 03 Oktober 2018
Repost | 08 Mei 2020
P.s : Jangan nangis ya kalian, kalau mau nangis ayo sekalian temenin kegalauan miss K karena lagi kesel sama doinya miss K.
Tapi miss K tuh nangis gegara berharap doi miss K kaya Ewan 😭 (maaf sedikit curhat).
P.s.s : oh 1 lagi, selamat ulang tahun selena_hans doa terbaik untukmu dari kami 🙏
Untuk info lebih lanjut follow ig @margarethnataliaf @ewan_wellington
Jangan lupa V.O.M.M.E.N.T ya teman-tema
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top