107-2
Please help with VoMent. Thanks and happy reading :)
Beberapa jam kemudian, Lidya sibuk mengurus beberapa tatanan bersama dengan para pelayan, memandikan Lucas yang menolak untuk bersiap-siap tanpa kehadiran Marshall dan anak itu bersikeras hanya akan mandi bila ayahnya sudah keluar dari ruang kerjanya. Lidya membutuhkan lebih dari 15 menit untuk membujuk puteranya dan tentu saja seorang ibu akan terus menang di hadapan anak-nya, bukan begitu?
Lucas memanyunkan bibirnya karena ayahnya belum juga keluar dari ruang kerja sementara para tamu sudah mulai datang, termasuk dengan para executive Ewan.
Yang pertama kali menyadari Lucas memanyunkan bibirnya tak lain adalah Simon Winters, ia tertawa terbahak-bahak meledek Luca yang memelintirkan napkin dengan telunjuk tangannya. "Hey, Luca, wajahmu seperti ikan dori."
Lucas tidak menjawab, anak itu memanyunkan bibirnya lebih parah dari sebelumnya.
"Ada apa?"
"Papa belum keluar dari ruang kerjanya, padahal Luca sudah membuat begitu banyak balon untuk hari ini." Lucas menundukkan kepalanya dalam-dalam, menahan sedih. "Bahkan Aunty Zia sudah datang."
"Papamu sibuk, petite. Sejak kepergian Oncle Gene, papamu mengerjakan semuanya sendirian, kau harus mengerti."
"Kenapa papa tidak menyuruh orang lain saja untuk melakukannya, Oncle Simon?"
"Karena tidak ada yang mampu."
"Jadi yang bisa hanya Oncle Gene saja?"
Simon mengangguk.
Bagaimanapun Simon tidak bisa menjelaskan kepada Lucas kalau biasanya Eugene yang mengerjakan hampir semua pekerjaan Ewan, dan pria tanpa hati itu langsung pergi tanpa memberikan surat pemberitahuan sebelumnya. Simon menghela nafas dan menyadari kalau Maximillian Russels memasuki ruangan dengan membawa segelas jus apel segar untuk istrinya.
Setelah memberikan gelas tersebut kepada istrinya, Max berjalan kearah Simon dan menyadari kalau Lucas memberikan pandangan sedih seolah tidak bersemangat. Max melihat kearah Simon dan menaikkan alisnya seolah bertanya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Ewan belum keluar dari ruang kerjanya, tampaknya ia belum menyelesaikan dokumen penting yang harus di selesaikan hari ini," jelas Simon.
"Kenapa tidak diselesaikan nanti?"
"Karena istrinya tidak mengijinkan Ewan untuk keluar dari ruang kerjanya kalau dokumen itu belum selesai," jelas Simon. Ia mengendikkan bahu dan melanjutkan perkataannya, "Yah, kau kenal Ewan bukan hanya kemarin, Mr. Russells. Dia tidak akan berani membantah perkataan Lidya. Lagipula kami membutuhkan dokumen itu sekarang juga, karena Samuel akan membawa dokumen itu."
"Ke—"
"Ke cabang yang di Inggris."
"Apa itu dokumen penting?"
Simon mengangguk. "Ewan sudah menunda dokumen itu sejak Eugene meninggalkan kantor pusat. Dan kami tidak tahu kapan Eugene akan kembali sementara dokumen itu merupakan kontrak dengan perusahaan trading di Inggris. Mereka mengharapkan output dari Ewan dan sudah menanyakannya sejak sebulan yang lalu."
Penjelasan Simon membuat Max mengangguk mengerti. Ia mengelus kepala Lucas dan berkata lembut, "Baiklah, Oncle Max akan melihat papamu sekarang jadi berhenti memperlihatkan wajah seperti itu, Luca. Mama-mu akan sedih."
"Benarkah, Oncle Max?"
"Kapan aku pernah berbohong kepadamu?" Max tersenyum geli melihat perubahan di wajah Luca yang berubah dengan cepat-nya. "So, enjoy this Christmas party and eat all macarron , okay?"
Lucas mengangguk
"Now, go, Luca."
"Thank you Oncle Max, I love you." Ucap Lucas.
Luca langsung berlari kearah Lidya yang sedang sibuk merapikan tatanan tempat makan. Sementara itu Max menggeleng dan menyadari bahwa Lucas memang anak dari sahabatnya, Ewan Wellington, yang rela melakukan apa saja demi menganggu hidup-nya. That's funny and sad stories ever.
*
Di dalam ruangan, Ewan merenggangkan seluruh otot-nya dan melempar pen yang dipegangnya sedari tadi. Ia kerap menggerutu dalam bahasa Perancis dan mulai menyesali tindakannya yang menyetujui kepergian Eugene satu bulan yang lalu.
"Kalau aku tahu semua dokumen akan kembali padaku, aku akan menyuruh Eugene menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu sebelum cuti," gerutu Ewan sambil menyandarkan punggungnya. "Shit, seluruh tubuhku sakit."
"Itu akibatnya kalau kau slacking too much, dude."
"Max? kapan kau masuk ke sini?" Ewan menatap Max yang masuk kedalam ruangan sambil membawa piring yang berisi macaroon di tangannya. "Ini jelas bukan kesalahanku. Ini semua karena Eugene. 2 bulan lagi aku akan membawa tentara dan membawanya pulang, for sure."
Max tertawa.
"Selama dia tidak mendapatkan Harletta, pria itu tidak akan mau pulang dan kau tahu apa yang akan terjadi, dia akan mencabik-cabik semua orang suruhan-mu kalau kau berani mengganggunya, masih tidak jera?"
"Eugene Giffard memang kaki tanganku," jawab Ewan tersenyum puas.
"Jadi bagaimana kabar Harletta?"
Pertanyaan Max membuat Ewan menghela nafas dan menegakkan tubuhnya, kedua tangannya di katupkan diatas meja. Ia menghela nafas sesekali dan akhirnya berkata kepada Max. "Harletta tidak pernah ditemukan, bisa kau bayangkan betapa luasnya Amerika dan wanita itu tidak pernah di temukan. Harletta tidak memiliki keluarga dan aku tidak mengerti bagaimana—"
"Harletta memiliki kakak kembar bukan?"
"Lynette Bowman sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu bertepatan dengan kasus hilangnya Harletta dulu."
"Tapi apakah itu benar?"
Ewan mengangkat alisnya seolah bertanya apa maksud dari perkataan Max, namun Max hanya menggeleng kepalanya dan meletakkan piring berisi macarron di depan Ewan. "Aku tidak bermaksud apapun." Namun Ewan tetap mengangkat alisnya seolah tidak mengerti. "Theos! Aku hanya menganggap itu hal yang janggal karena Lynette Bowman meninggal bertepatan dengan kasus hilangnya Harletta, itu terlalu 'kebetulan' kalau kau mau menganggapnya seperti itu."
Sebenarnya jauh sebelum ia mengetahui kabar ini dari Simon, Ewan sudah mengerti kejanggalan tersebut hanya saja evidence telah menjawab segalanya. Lynete Bowman memang benar saudara kembar dari Harletta Giffard yang ternyata sama dengan Harletta Prescott.
Dan Ewan sudah mencari semua bukti kebenaran tersebut, dan Lynette Bowman memang benar sudah meninggal. Tidak ada permainan atau kematian palsu seperti yang dianggap oleh Ewan sebelumnya. Memang semua ini adalah kebetulan yang aneh tetapi Ewan sudah memastikan yang meninggal memang telah tiada, bahkan sertifikat kematian Lynette Bowman telah diurus oleh pihak orphanage.
"Ok," jawab Max santai
Ewan melayangkan tatapan penuh tanda tanya dengan wajah yang serius sehingga membuat Max mau tidak mau menyadari arti tatapan tersebut.
"Apa? Aku sudah bilang ok."
"I didn't say anything."
"Okay, jadi apa maksud tatapanmu itu?" Tanya Max sambil menghela nafas panjang karena sampai kapanpun ia tidak akan pernah mengerti apa yang ada di benak Ewan Wellington. "Serius, aku sama sekali tidak bisa membaca arti tatapanmu itu, Ewan."
Ewan kemudian bangkit, mengulurkan tangan kearah Max dan mengelus dagu Max dengan gaya menggoda. "Arti tatapan ini karena aku mengagumi-mu, My Love. Aku tidak pernah menyadari kalau kau sepintar ini, kalau aku tahu kau hot dan sexy dan pintar seperti ini, aku akan—"
"IUH! Okay, stop stop. Ini menjijikkan. Bukan, bukan, ini lebih menjijikkan daripada saat kau berpakaian bikini dan tidur diatas ranjangku hanya untuk mengusir pelayanku itu." Max langsung mundur dan menghapus jejak sentuhan Ewan dengan wajah ketakutan. "I will do anything that you want, Ewan, so STOP!"
"Aku belum bilang apa-apa," jawab Ewan,
"Tapi kau bermaksud begitu bukan?"
"Yah, kalau kau memaksa, bagaimana kalau kita cari tahu mengenai Lynette Bowman?" Ewan menggeleng. "Oh Tidak, Lydia pasti akan marah, aku akan meminta ijin dulu lalu kita akan pergi bersama kesana, bagaimana?"
"Ha? Kita?"
"Iya, kita. Itu artinya kau dan aku pergi bersama menelusuri—"
"No," jawab Max cepat. Dan saat ia melihat Ewan menaikkan alisnya, Max berkata lagi sambil menghela nafas panjang. "Zia hamil, aku tidak meninggalkannya begitu saja lagipula Lydia baru saja kembali, kau juga tidak akan mau meninggalkan sisinya begitu saja bukan?"
"Well, that's a good point."
"Jadi lebih baik kau singkirkan saja pikiran mengenai hal itu."
"Tapi aku khawatir dengan Eugene, lagipula mana mungkin Harletta bisa menghilang begitu saja, dia bukan salah satu Avengers 'kan?"
Menurut Max, pria yang sedang duduk di hadapannya merupakan salah satu pria jenius yang mampu membuat keadaan mustahil menjadi mungkin. Semenjak mereka berteman di Universitas, Ewan merupakan salah satu murid yang sangat disukai oleh para dosen mereka tetapi pria gila di hadapannya ini pura-pura menjadi bodoh dan memilih untuk mengasingkan dirinya.
Dan baginya, Ewan merupakan salah satu sahabatnya. Satu-satunya orang yang akan maju jika Max di sakiti, tapi semua orang yang kuat dan sempurna pasti memiliki kelemahan dan kelemahan Ewan adalah orang-orang terdekatnya.
Ewan akan melakukan apapun demi Eugene Giffard. Max tahu akan hal itu.
Tapi.... Kadang Ewan yang jenius merupakan salah satu orang terbodoh di antara mereka berempat. Max menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. "Kau terlalu banyak membaca dokumen hingga otak pintarmu berubah menjadi kertas, Ewan?"
"Kau bisa menyuruh Simon untuk turun tangan. Dan kau pasti tahu kalau Eugene tidak akan membiarkan kau campur tangan dalam kehidupannya, bukan begitu? Jangan sampai Eugene memberikan surat resign kepadamu, Ewan."
"Shit! That;s so damn right, Dude."
"Sudah-sudah lebih baik perkara ini kita bicarakan di lain waktu, sekarang Lucas mencarimu sedaritadi dan wajah anak itu memelas karena kau tidak ikut dalam pesta tersebut." Max menoleh kearah dokumen diatas meja Ewan. "Kau sudah selesai?"
"All Good. Samuel akan mengambilnya nanti, aku telah mengirimkan Email kepadanya. Aku baru saja mau bergabung dengan kalian tadi."
"Hongkong's branch is alright? Do you need help atau kau butuh sekretaris pengganti? Kalau kau butuh aku bisa meminjamkan staff-ku untuk sementara waktu."
Ewan menggeleng.
"Aku tidak ingin siapapun memegang pekerjaan Eugene, lagipula kau tahu 'kan kalau pekerjaanku melibatkan beberapa dokumen penting dari 'bawah' dan tidak semua orang bisa menanganinya, Max. But thanks for offering."
"Hey, Eugene akan baik-baik saja. Jangan terlalu mengkhawatirkan pria itu."
"I know."
"Ok, kau siap-siap. Aku akan menunggumu bersama dengan yang lain."
Tanpa menunggu jawaban Ewan, Max langsung keluar dari ruangan. Setelah pintu tertutup Ewan menghela nafas panjang, ia menyadari kesalahannya. Ia tidak seharusnya ikut campur dalam hubungan Eugene dan pria keras kepala itu pasti akan sangat marah jika Ewan mencari tahu mengenai Lynette Bowman.
Ewan menggaruk tengkuknya dan berkata lirih, "Alangkah baiknya kalau kau ada di sini, Gene."
*
TBC | 21 April 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top