105
Hi, Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan komen dan bintangnya untuk mengapresiasi cerita ini dan kerja keras penulis tentunya :)
Dan mohon maaf jika ada kesalahan tempat, waktu dan alur cerita.
Happy reading :)
***
"You can go as far as you want, but I know you will come back eventually. As we both know, my arms are where you should be."
–Ewan Marshall Wellington.
"Have a nice day, Mr. Wellington."
Ucapan itu terlontar dari para staff penerbangan setelah Ewan memasuki Manhattan Regional Airport, beberapa staff turut mengantar Ewan hingga bandara sementara itu Ewan menyalakan kembali signal ponsel-nya. Beberapa message dan email terus mengirimkan notifikasi di ponselnya.
Ia berhenti sejenak ketika melihat semua message yang masuk saat itu hendak berjalan ketempat dimana anak buah Samuel menunggunya.
'Tu m'as tellement manqué. Pourriez-vous s'il vous plaît revenir vers moi?'—I missed you so much. Could you please get back to me?
Kalau Ewan tidak mengetahui pemilik ponsel tersebut mungkin ia akan mengabaikan pesan tersebut. Kalau saja... tapi nyatanya Ewan tahu bahwa pengirim pesan tersebut adalah satu-satunya wanita yang penting untuknya. Ia menyimpan kontak Lidya dengan nama Mi Amor dan walaupun wanita itu menghilang, ia bertekad tidak akan pernah menghapus kontak tersebut
Dan mendadak ia mendapatkan pesan dari kontak yang selama tiga bulan ini selalu ditunggunya, satu-satunya doa yang terus dipanjatkan oleh Ewan sebelum ia tertidur.
Ewan tidak membalas pesan tersebut dan langsung berlari kearah parkiran, beberapa bodyguard yang mengikuti Ewan terlihat kelimpungan dnamun Ewan tidak perduli. Ia berjalan dan masuk ke mobil yang sudah menunggunya. Setelah masuk ia langsung berkata kepada supir tersebut."Rumah. jika kau bisa sampai dalam 15 menit aku akan memebrikan bonus kepadamu."
"B-bagaimana jika kita tidak bisa sampai dalam 15 menit, Sir?"
"Maka kau bisa mencari pekerjaan lain mulai besok."
"B-but—"
Supir tersebut melihat wajah Ewan dari kaca spion, berharap ucapan bosnya itu hanyalah lelucon namun Ewan nampak tidak bercanda. Sementara itu supir tersebut diam-diam meringis serta menyesal karena menerima pekerjaan dari supervisornya, Samuel Quill Osborne, yang merupakan salah satu staff executive Ewan Wellington.
Samuel bukan tipe seperti Simon Winter yang suka tersenyum namun ia tahu bahwa Samuel merupakan pria yang loyal dan sangat menghargai bawahannya namun saat ini ia berpikir mengapa Samuel, supervisornya itu sangat loyal dengan iblis yang tidak punya hati namun berkedok sebagai manusia ini.
Dan ia hanya berharap skill mengemudinya bisa membuatnya bertahan di pekerjaan ini.
Setelah berapa kali menaikkan kecepatan yang diyakininya pasti surat pinalti akan mendarat manis di kantor, ia bisa melihat Ewan sama sekali tidak bergeming seolah-olah kecepatan yang digunakannya tidak seberapa sementara itu sang supir bisa melihat berapa kali Ewan melihat kearah jam tangannya dengan alis berkerut.
Tepat 14 menit 48 detik mobil yang ditumpangi Ewan berhenti di pintu masuk dengan supir yang mengalami keringat dingin selama 14 menit dan Ewan yang tidak sabar untuk segera sampai.
"Hm, Sir—"
Saat supir tersebut menoleh kearah belakang ingin mengingatkan pria itu bahwa mereka sudah sampai namun Ewan sudah membuka pintu dan menutupnya cepat, meninggalkan supir tersebut dengan kelegaan yang mendalam.
Ini pertama kali dalam hidup, sang supir menyesal mendapatkan gaji tinggi yang mengakibatkannya harus berada dalam situasi bersama Ewan Wellington.
*
Sementara itu Ewan langsung berlari kedalam rumah, mengabaikan panggilan dari para salah satu pelayan yang terkejut terkejut karena Ewan kembali subuh.
Ewan tidak merasa kakinya menapak, ia tidak merasa berlari tapi terbang. Ia berlari masuk ke dalam rumahnya sendiri.
Lalu ia bertemu dengan Alfredo yang memang selalu bangun subuh untuk mengecek dapur dan membangunkan para pelayan sebelum memulai pekerjaan paginya. Pria tua itu terkejut dan mengernyit heran,"Tuan Marshall? Bagaimana bisa anda sampai lebih cepat? Tuan Simon bilang—"
"Persetan dengan Simon, Al. Itu bukan hal yang penting."
"Baiklah..." Alfredo mengangguk seolah menyetujui sementara Ewan menoleh ke seluruh ruangan sambil menarik nafas."Lalu apa yang anda lakukan di rumah anda sendiri sambil terengah-engah?"
"Demi Tuhan, Al. Ini namanya lelah!"
"Kalau anda mencari Tuan Luca, beliau masih tidur dikamarnya." Ketika Ewan tidak menjawab, Alfredo tersenyum memaklumi."Dan kalau anda mencari calon istri anda, beliau sedang terlelap di kamar anda."
Ewan menoleh ke arah Alfredo.
"Dan jika anda ingin saya mengantar anda—"
"Al, hari ini jangan ganggu, jangan buka pintu kamar dan tidak perlu membuatkanku sarapan." Sebelum Alfredo menjawabnya, Ewan kembali berkata,"dan kalau kau bisa membawa Luca jalan-jalan aku akan memberikanmu bonus!"
"Tampaknya itu hal yang mustahil Tuan. Karena hari ini adalah ulang tahun Tuan Lucas jika anda tidak melupakannya."
Seolah tidak mendengar ucapan Alfredo, Ewan mulai menaiki tangga menuju ke kamarnya, ia berhenti sejenak untuk menoleh kearah Alfredo dan berkata,"akan lebih baik kalau kau menghilangkan tangga, Al. Rumah ini terlalu banyak tangga."
Alfredo tidak menjawab ucapan Ewan yang tidak masuk akal.
7 tahun yang lalu Ewan sendiri yang berkata kepada Alfredo bahwa ia ingin membuat rumah dengan banyak tangga di dalamnya. Pria itu akan membuat begitu banyak tangga dan kamar seperti rumah kerajaan Inggris jaman dulu, Ewan juga pernah berkata kamar Aram dan Max akan diletakkan di lantai paling tinggi sehingga mau tidak mau sahabatnya itu akan mengeluh.
"Dengar Al,aku akan membuat ruangan yang banyak dan aku akan menempatkan kamar Max dan Aram diruangan paling tinggi."
"Tapi, Tuan Aram dan Maximillian pasti tidak akan suka."
"That's it. Mengerjai mereka memang sangat menyenangkan, bisa kau bayangkan wajah datar mereka berubah menjadi menyebalkan bukan?"
Setelah Ewan menghilang, Alfredo tersenyum kecil."Tampaknya rumah ini akan semakin ramai hari ini..."
Dan Alfredo sebagai kepala pelayan yang sudah menjaga Ewan sedari kecil merasa bahagia hingga ia tidak bisa menghentikan senyum yang terukir di wajahnya karena akhirnya setelah bertahun-tahun ia bisa melihat wajah tersenyum Ewan yang dulu sering diperlihatkan pria itu.
*
Jantung Ewan hampir melompat keluar, hatinya berdenyut, hatinya berharap dan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat daripada biasanya. Dan ketika ia membuka pintu, ia menyadari tangannya gemetar. Ewan takut... iya itu benar.
Ia takut berharap. Ia takut... saat ia membuka pintu segalanya musnah, harapan terdalamnya berubah menjadi debu. Just one time, please...doa Ewan dalam hati.
Ketika pintu terbuka, ia menyadari bahwa ini bukan mimpi. Tuhan mengembalikan perasaan dan hidupnya kembali. Untuk pertama kalinya Tuhan mengembalikan apa yang hilang darinya, Ewan tidak meminta uang... ia tidak memimta waktu untuk kembali berputar. Ia hanya menginginkan Lidya kembali dalam hidupnya.
Dan wanita itu tertidur dengan lelap di tempat tidur mereka—tepat di sisi di mana wanita itu selalu tidur sebelumnya.
Ewan berjalan mendekati tempat tidur dengan sangat pelan, seolah ia takut membangunkan Lidya atau ia takut terbangun dari mimpi. Sebuah mimpi yang sulit untuk menjadi kenyataan, mimpi yang diam-diam menyeruak masuk kedalam harapannya namun berusaha dipadamkannya lagi demi menjaga kewarasannya.
Perlahan ia melepas atasan, belt dan sepatunya sebelum akhirnya masuk kedalam selimut. Ewan mengulurkan jemarinya kearah Lidya, mengelus pipi wanita itu yang hangat, yang sedikit memerah karena angin malam, lalu turun kearah bibirnya yang penuh dan ranum walaupun sedikit pucat. Ewan juga menyadari bahwa kulit Lidya sedikit kering tidak seperti biasanya akibat berada terlalu lama dirumah sakit—setidaknya itu ada dalam laporan yang diberikan Simon.
Erangan hampir meluncur keluar dari bibirnya, ia mengulurkan tangan kebelakang pinggang Lidya dan menarik kearahnya.
Ia bisa mendengar wanita itu mengerang seolah-olah marah karena tidurnya terganggu, Ewan bukan takut malah tersenyum. Ia ingin melihat wanita itu marah, Ewan rindu melihat bibir itu menipis karena marah dan mata bulat yang berapi-api karena menahan emosi.
Ewan tersenyum kecil.
Ewan menyatukan kening mereka, merasakan kehangatan Lidya. Sementara tangannya yang lain berhenti di leher wanita itu seolah-olah Ewan menjari bukti detak kehidupan dari tubuh Lidya.
Kemudian ia mendengar erangan kembali dari bibir Lidya yang bergumam," Stop it, Marshall. Jangan ganggu aku tidur atau lebih baik kau tidur di sofa depan!" lalu Lidya memutar tubuhnya kearah berlawanan dan memunggungi Ewan.
Dengan jari yang masih gemetar namun hati yang membuncah, ia memeluk wanita itu dari belakang dengan erat seolah tidak ingin melepaskan Liidya, mengecup kepala wanita itu dan berbisik pelan."Sleep, Mi Amor. This time I won't let you go. In this life, you only could be mine."
Iya, Ewan tidak membutuhkan kehidupan lain.
Ia akan memulainya di kehidupan ini, sekali lagi. Biarkan sekali lagi ia meraih kebahagiaan dengan wanita yang sangat dicintainya.... Yang sangat disayanginya melebihi dirinya sendiri.
Saat Ewan menghirup aroma tubuh Lidya, ia tahu bahwa menahan kantuk adalah hal yang mustahil untuk dilakukannya sekarang ini seolah-olah tubuhnya akhirya bisa beristirahat setelah tiga bulan mengalami insomnia akut.
Dan kali ini Ewan menyerah terhadap kegelapan yang mulai menariknya, pekat dan lembut...
This time please don't take her away...
TBC | 28 Jan 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top