103
"For once in my life, I wish a little happiness, with him."
— Lidya Prescott.
Lidya menatap ponsel yang diberikan Eugene kepadanya sebelum pria itu meninggalkan rumah sakit. Ia tidak bisa mengeluarkan satu katapun ketika Ewan menjawab teleponnya. Lidya merasa takut, ia masih bisa mengingat Harletta, masa lalunya dengan Ewan bahkan ia bisa mengingat puteranya yang dipikirnya telah meninggal.
Namun ketika Eugene membahas ayahnya. Lidya mengernyitkan alisnya dalam-dalam.
Ia bisa mengingat ibunya telah tiada. Lidya bisa mengingat jelas betapa ibunya sangat mencintai ayahnya dan mati karena cinta yang tidak pernah terbalaskan, tapi mengapa... sekeras apapun Lidya berusaha, ia tidak bisa mengingat paras wajah ayahnya?
Mengapa ia tidak bisa mengingat seperti apa Jack Prescott?
Dan setiap kali ia berusaha untuk mengingat Jack Prescott dalam ingatannya, Lidya merasa sakit dan air matanya mengalir. Ia merasa bahwa ada baiknya jika ia tidak mencari tahu lebih dalam. Tapi apakah ini benar yang terbaik?
"Kenapa aku tidak bisa mengingat apapun mengenai-nya?" bisik Lidya.
Masih larut dalam pemikirannya mendadak seseorang membuka pintu dan ia bisa melihat Thalia Crawford dihadapannya dengan senyum penuh perhatian."Hi, Good afternoon. Bagaimana perasaanmu sekarang?" Thalia berjalan mendekatinya dan berdiri dihadapannya, ia mengeluarkan stetoscop dari saku jas putihnya."Something's wrong?"
"I...couldn't remember my father," jelas Lidya.
"Kau bisa mengingat puteramu?" Lidya mengangguk. Lalu Thalia bertanya kembali,"Bagaimana dengan kakak, Eugene, atau Ewan? Apakah ada ingatan yang terlewatkan olehmu?"
Lidya menggeleng.
"Aku bisa mengingat setiap detail kejadian sebelum aku kecelakaan, aku juga bisa mengingat Ewan dengan baik bahkan termasuk puteraku. But—"
"Kecuali ayah-mu?"
Lidya mengangguk.
"Jangan khawatir, ini hanya sementara, dengan berjalannya waktu kau bisa mengingat satu persatu ingatan yang mungkin terganggu karena benturan itu." Thalia mengelus lengan Lidya dan menyemangatinya."Jangan terlalu di pikirkan. Sebentar lagi Eugene akan kembali untuk menjemputmu dan membawamu pulang."
"Pulang?"
"Ke rumahmu dimana seharusnya kau berada, karena kau tidak seharusnya berada di rumah sakit. Bukan begitu?" Thalia tersenyum, menepuk tangan Lidya."Aku tahu kalau rumah sakitku memang cozy, tapi Ewan akan menerorku kalau tahu aku tidak memberikanmu ijin untuk pulang."
Sebelum meninggalkan kamar, Thalia berkata,"Aku akan mengurus ijinmu untuk pulang dengan catatan akan ada perawat yang menemanimu dirumah. Eugene setuju dengan hal ini jadi kau tidak perlu mengkhawatirkan hal ini." Lalu lanjut berkata,"yang terpenting adalah kau tidak terlalu membebani pikiranmu. Let it flow, semua ingatan itu akan kembali. Lagipula kau akan terbiasa untuk tidak mengingat hal itu karena kau akan sibuk mengurus Ewan."
"Apa maksud—"
"Ewan sudah kehilanganmu selama beberapa bulan, kau pikir bagaimana reaksi-nya saat dia tahu kau ternyata masih hidup dan kembali padanya?" Thalia tertawa."Pria konyol itu akan berubah menjadi bayi besar selama beberapa tahun kedepan hingga ketakutannya hilang."
Sebelum Lidya sempat menjawab-nya, Thalia kembali berkata,"Percayalah, sometimes you should grateful with that an unexpected amnesia."
*
Setelah memutuskan sambungan telepon, Eugene dengan percaya diri berpikir kali ini ia pasti dan akan di pecat karena sudah mengucapkan kata-kata terakhir itu kepada Ewan. Tapi nyatanya, Eugene mendapat sebuah email dari Ewan yang berisi :
You need to give your best, if you want me to fire you which is that's an impossible.
—Ewan.
Good Job Eugene, ucap Eugene dalam hati. Ia tahu arti yang dimaksud Ewan dari email yang dikirimnya itu, itu artinya Eugene tidak akan pernah dipecat jadi ia tidak perlu mengharapkan hal yang mustahil terjadi itu. Dan setelah Ewan pulang, ia akan menghadiahkan Eugene dengan tumpukan kerjaan sebagai rasa terima kasih Ewan kepadanya.
"God, kalau ada yang bisa staff yang bisa membunuhmu, aku rela mengeluarkan seluruh tabungan dan deposit yang kumiliki, Ewan," bisik Eugene pelan.
Eugene sudah menggali kuburannya sendiri dengan menantang Ewan. Ia sudah berpikir akan pindah ke Yunani di mana Harletta berada. Eugene dengan lega bermimpi kalau kalau kali ini ia akan lepas dari jeratan bos kurang ajar itu. Tapi dia ternyata salah. Kerjaan Eugene akan semakin menumpuk. Thanks to Ewan.
Tidak lama kemudian seorang perawat membantu Lidya keluar rumah sakit dengan kereta dorong. Mereka mendekati Eugene yang sedang berdiri di depan mobil serta menyiapkan segalanya. Eugene membalik tubuhnya, melihat Lidya dan perawat yang tengah berjalan kearah mereka.
Eugene tersenyum.
"Sudah siap?" tanya Eugene.
"Aku merasa seperti orang cacat. Actually, Eugene, I could walk with my own feet."
"Oh yes, I knew. Tapi seluruh ototmu masih tegang karena tidak digunakan beberapa lama." Saat Lidya ingin memprotes, Eugene sudah menutup protesnya dengan berkata,"Humor me, Please. Aku sudah mendapat segunung pekerjaan, terima kasih kepada calon suamimu yang tidak punya rasa humor. Sungguh, aku ingin segera kita mencapai rumah dan setelah yakin meninggalkanmu ditangan yang tepat, aku harus segera ke Hongkong."
"Hongkong? Bukankah Marshall sedang berada di sana?"
"Yes. Dan dia sedang berada di pesawat karena tidak sabar untuk pulang dan menemuimu dirumah."
"But, it would takes time."
"Yeah, dan pria itu tidak akan sabar untuk menghukumku. Percayalah, Ewan adalah tipe yang akan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya." Eugene mendengus. "Dia sangat marah karena aku menyimpan berita mengenaimu sebagai kejutan, dan sekarang calon suamimu akan mengembalikan kejutan yang lebih 'mengejutkan' kepadaku."
"Boleh ku tanya apa kejutan itu?"
Sejenak Eugene tidak menjawab pertanyaan Lidya, ia hanya menggendong Lidya dari kursi roda dan mendudukkannya di dalam kursi penumpang. Setelah yakin ia memasang seatbelt dengan benar, Eugene menjawab dengan senyuman miris."heh, minimal dia akan memintaku untuk menyelesaikan tumpukan kerjaan selama tiga bulan without day off."
"Without—"
"Percayalah Miss Prescott, tiga bulan merupakan hukuman paling kecil." Melihat wajah Lidya yang seperti tidak percaya dengan perkataannya, Eugene tersenyum."Jangan khawatir, kita akan pulang dan kau bisa mulai berjalan dengan you own feet di rumah bersama dengan Luca."
Saat Lidya ingin mengatakan sesuatu, Eugene meminta maaf karena ia harus menjawab telepon dari Thomas. "I'll call you back after sending Lidya back to home."
Eugene masuk kedalam mobil, tepat di balik kemudi, ia menoleh kearah Lidya dan bertanya,"You ready?"
"I think so."
Selama perjalanan Eugene ataupun Lidya tidak berbicara satu sama lain, seolah-olah mereka berdua larut dalam pemikiran mereka sendiri. Lidya tidak berusaha membuka percakapan begitu pula dengan Eugene.
Hingga akhirnya mereka sampai di kediaman Ewan, sebelum Eugene keluar dari mobil. Ia menoleh kearah Lidya. "Aku tahu ini terlalu cepat, kau butuh istirahat. But, I couldn't help but feel curious."
"It's okay. Apa yang ingin kau ketahui?"
"Dokumen apa yang disembunyikan oleh Harletta? Apa yang membuatnya hingga tertembak? Dan...why?" Eugene mengusap wajahnya yang terlihat lelah. "Ini pertanyaan bodoh, I know. Tapi aku harus tahu—"
"Ledger."
Eugene menatap Lidya bingung.
Lidya menoleh kearah Eugene. "Harletta...telah mengalami luka yang tidak bisa kuhitung jumlahnya—karena aku. She...ia mengambil dokumen ledger yang berisi transaksi illegal beberapa perusahaan yang bekerja sama dalam penggelapan dana. Yang digunakan oleh ayahku untuk memenangkan tender dengan memegang kelemahan para pesaingnya."
"Tapi kenapa? Kenapa Harletta memegang dokumen yang tidak berhubungan dengannya sama sekali?"
"Aku tidak tahu mengenai alasan Harletta. Sebelum ia menjelaskan kepadaku, Harletta tertembak," jelas Lidya. Ia meremas kedua tangan dipangkuannya. "Sebenarnya, aku tidak bisa mengingat alasan yang lain."
Lalu seseorang mengetuk pintu dan mereka berdua melihat kearah suara itu berasal. Mereka melihat Alfredo yang tersenyum.
Lidya membuka pintu dan Alfredo membantu Lidya keluar.
"Welcome to home, Miss. Luca sudah berteriak-teriak kepadaku agar menjemputmu sesegera mungkin. Apa saya mengganggu pembicaraan penting anda?" Tanya Alfredo.
Lidya menggeleng.
"Sekarang jam makan siang, apa anda ingin dibuatkan sesuatu?" Tanya Alfredo lagi,
"Aku rasa, I could eat everything, Alfredo. Jangan khawatir, apapun yang kau siapkan aku bisa memakannya," jawab Lidya. Kemudian Lidya menoleh kearah Eugene yang masih berada didalam mobil. "If you looking for answer, kau harus menanyakannya kepada Harletta."
"I will. Thanks."
Untuk lima detik pertama Lidya berpikir ini bukanlah tempatnya untuk menjelaskan atau mengemukakan pendapat kepada Eugene. Tapi Lidya tahu, Eugene terlibat dengan masa lalu Harletta. Ia bisa melihat luka yang terpancarkan dari wajah datar Eugene Giffard.
Lalu setelah menimbang-nimbang perasaannya, Lidya berkata, "Harletta memiliki kembaran, namanya Lynnette. Aku tidak tahu mengapa dan kenapa ia mengambil dokumen tersebut tapi aku tahu satu hal yang pasti, Harletta yang kukenal sangat menyayangi kembarannya. Ia akan melakukan apapun demi kembarannya tersebut dan jika ia melakukan sesuatu yang mustahil dilakukan oleh seorang Harletta, jawabannya pasti berhubungan dengan Lynnette."
Dan jawaban itu lebih dari cukup.
26 Jan 2022
P.s :
Hi, long time no see.
Mungkin ada beberapa alur yang berubah, karena aku gak ingat alur awal-nya, dikarenakan data yang hilang. Jadi mohon maaf jika ada kesalahan alur, kalian bisa ingatkan aku lagi dengan comment yang pastinya membangun dan be polite and no rude. Tolong hargai kerja kerasku, aku sudah ulang dan coba melanjutkan cerita ini di tengah kesibukkanku juga. Jadi please be respectful each other. no hate speech or i will erase & stop this story. Kalau kalian tidak suka dengan ceritanya, boleh dihapus dari library untuk mengurangi spam di notifikasi kalian :)
Thank you,
-Newbie Writer.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top