Bab 82. Hilang
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Alesha bangun sambil mengernyit melihat ke sekeliling. Dia mengucek mata dengan berkedip beberapa kali untuk menjernihkan penglihatannya. Setelah sadar bahwa saat ini dia berada di atas kasur Bagas, wanita itu memperhatikan seluruh kamar untuk mencari keberadaan kekasihnya. Dia duduk dan mencoba mengingat-ingat kejadian semalam hingga berakhir di sini.
Wanita yang belum mengganti pakaiannya sejak kemarin itu turun dari kasur dan berjalan ke luar kamar. Dia menemukan Bagas tidur di sofa. Alesha bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Setelah selesai, dia masih melihat kekasihnya tetap meringkuk di sofa. Akhirnya, wanita itu pergi ke dapur dan membuka kulkas untuk melihat bahan yang ada sebelum memasak sarapan.
Kurang dari satu jam, semua menu sarapan sudah tersaji di meja makan. Alesha mendekat ke sofa berniat membangunkan Bagas. Namun, dia justru terdiam sambil memandangi wajah damai pria yang masih terlelap itu.
Perlahan, tangan Alesha terangkat untuk menyentuh wajah di hadapannya itu. Jarinya terus menelusuri kening, hidung, mata, hingga bibir. Tatapannya beralih ke pundak Bagas. Dia masih mengingat dengan jelas luka yang berada di sana. Luka yang didapat pria itu karena menolongnya sewaktu mereka masih kecil.
"Jadi, lo beneran Restu yang gue kenal dulu? Luka itu nggak pernah bisa gue lupain. Harusnya, gue langsung ngenalin lo malam itu. Tapi, gue nggak pernah bayangin lo yang dewasa bisa berubah 180 derajat dari Restu kecil. Maaf, karena gue udah sempet marah sama lo." Alesha bergumam dengan jarinya masih tetap di atas bibir Bagas.
Wanita itu terkejut hingga mundur dan hampir menabrak meja saat pria yang masih terlelap tadi tiba-tiba memegang tangannya. Mereka sempat bertatapan beberapa detik sebelum Alesha mengalihkan pandangan. Dia berdiri begitu pula dengan Bagas yang langsung duduk. Wanita itu mengajak kekasihnya untuk sarapan.
"Bapak mandi dulu aja. Saya mau ke tempat Aqila buat ngecek kondisinya sambil naruh barang-barang saya." Alesha bicara setelah mereka menghabiskan makanan.
"Ya udah, abis itu saya ke kantor buat nyiapain pertemuan dengan Pak Wawan. Proposalnya udah selesai, kan?"
"Ah, iya. Udah, kok, kemarin. Nanti saya kasih ke Bapak buat dicek lagi. Nanti saya ikut Bapak terus turunin di rumah sakit, ya?"
"Iya. Saya juga mau ke sana liat kondisi Om Anton."
Alesha tersenyum sambil mengangguk lalu bergegas keluar dari unit Bagas, sementara pria itu masuk ke kamar mandi. Tiba di dalam unit Aqila, wanita itu memanggil-manggil nama sahabatnya dan tidak mendapat jawaban. Dia makin curiga dengan keadaan apartemen yang gelap dan sunyi. Wanita itu menghidupkan lampu dan terkejut melihat unit sahabatnya itu kosong.
Wanita itu berlari ke kamar dan tidak menemukan Aqila. Dia justru menemukan secarik kertas di atas meja rias. Alesha membaca isi surat yang ditinggalkan sahabatnya itu sambil menangis.
Dalam surat tersebut, Aqila menjelaskan pilihannya untuk pergi setelah bertemu dengan Reza yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Dia juga merasa bersalah karena secara tidak langsung telah membuat Alesha terlibat masalah. Wanita itu berjanji akan kembali lagi ketika merasa lebih tenang dan bisa menerima keadaannya sendiri.
Alesha mengusap air mata yang terus menetes ke pipi. Dia menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Setelah merasa lebih tenang, wanita itu membuka laci meja rias untuk mencari diari Aqila yang selalu di simpan di sana. Namun, diari tersebut ikut menghilang bersama dengan pemiliknya. Dia bergegas keluar dari unit tersebut dan kembali ke apartemen Bagas.
"Pak Bagas! Pak, coba liat ini dulu," panggil Alesha saat tiba di dalam.
Bagas keluar dari kamar sambil mengancingkan kemejanya. "Ada apa Alesha? Gimana sama Aqila?"
"Aqila hilang, Pak. Dia pergi nggak tau ke mana. Dia cuma ninggalin surat ini buat saya. Kita harus cari Aqila, Pak. Harus! Dia hamil dan kondisinya nggak terlalu baik untuk pergi-pergi sendirian."
Bagas mengambil surat yang dipegang oleh kekasihnya itu. Dia memeluk sambil mengusap punggung wanita itu dengan sebelah tangan yang bebas. Sebelah tangannya yang lain digunakan untuk memegang surat untuk dibaca.
"Kamu tenang dulu, Alesha. Kita siap-siap buat pergi ke rumah sakit. Setelah memastikan kondisi Om Anton baik-baik aja, kita pergi ke kafe Glen dan minta dia buat bantu cari Aqila. Oke?"
Alesha menatap Bagas dengan mata berkaca-kaca. "Saya mau nemuin Reza juga. Bapak mau nemenin saya?"
Bagas mengangguk. "Pasti. Kita ajak dia ketemu di kafe Glen aja. Gimana?"
"Iya."
Pria itu mengusap mata Alesha lalu menyerahkan surat di tangannya kepada wanita itu. Kemudian, bagas mengambil jasnya dan mereka berangkat ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Bagas terus menggenggam sebelah tangan kekasihnya yang bebas karena sebelah tangan yang lain tetap memegang surat.
Alesha bisa sedikit tenang setelah mendapat telepon dari Bi Minah yang mengabarkan Anton telah sadar. Tiba di rumah sakit, mereka langsung menuju kamar rawat Anton.
"Bi, gimana kondisi Papa?" tanya Alesha saat memasuki kamar rawat ayahnya.
"Bapak baik-baik aja, Non. Barusan Dokter dari sini. Katanya kondisi Bapak mulai membaik. Kalo selama dua hari kondisi Bapak makin membaik dari sekarang, Bapak bisa pulang."
"Syukurlah, Bi. Alesha seneng dengernya. Tapi, kenapa Papa nggak bangun?"
"Bapak tadi sempet nanyain Non Alesha. Tapi, abis itu Bapak tidur lagi setelah disuntik sama perawat."
"Oh, ya udah. Kalo gitu Alesha pergi dulu, ya, Bi. Masih ada urusan lain. Kalo udah selesai, nanti Alesha ke sini lagi. Titip Papa, ya, Bi. Makasih."
Bagas menunduk sopan kepada Bi Minah sebelum mereka keluar dari kamar rawat tersebut.
"Bapak nggak ke kantor?"
"Urusan Aqila lebih penting sekarang. Saya bisa ngecek porposal di kafe Glen nanti. Kamu tenang aja. Saya masih bisa kerja meski di luar kantor."
Alesha tersenyum lalu menggandeng kekasihnya itu menuju parkiran rumah sakit. Mereka langsung pergi ke kafe Glen setelah Bagas mengabari melalui telepon. Wanita itu mengirim pesan kepada Reza untuk bertemu dan tidak lupa mengirim alamat kafe milik Glen setelah mendapat balasan.
Sesampainya di kafe, Glen bersama Veni langsung menyambut mereka. Tanpa basa-basi lagi, Alesha menyerahkan surat Aqila kepada Glen dan menceritakan semuanya termasuk kehamilan sahabatnya. Tepat saat wanita itu baru menyelesaikan ceritanya, pintu kafe terbuka dan menampilkan sosok Reza dengan setelan jas warna hitam.
Glen yang sudah emosi sejak mendengar Alesha mulai bercerita itu langsung berdiri dan menghampiri Reza. Tanpa aba-aba, pria itu menghadiahi Reza dengan pukulan yang tepat mengenai perut. Hal itu membuat ketiga orang lainnya terkejut dan segera berdiri untuk menghentikan aksi Glen.
Bagas memegang tangan Glen yang hendak melayangkan tinju lagi kepada Reza. Alesha dan Veni membantu Reza berdiri lalu menuntun pria itu untuk duduk di kursi terdekat.
Reza mendesis memegangi perutnya yang sakit. "Lo manggil gue buat liat gue digebukin kayak gini?" tanyanya kepada Alesha.
"Gue sebenernya seneng banget dan berterima kasih sama Glen yang udah melampiaskan kemarahan gue sama Aqila buat lo." Alesha mendengkus lalu menyerahkan surat dari Aqila kepada Reza. "Lo ngomong apa aja sama Aqila sampek bikin dia milih pergi dan menghilang kayak sekarang? Kalo bukan karena gue masih butuh lo buat balikin Aqila ke sini lagi, gue udah minta Glen buat bunuh lo saat ini juga!"
Reza meremas rambutnya setelah membaca isi surat itu. Dia mengepal lalu memukul meja dengan keras. Pria itu menatap Alesha tajam.
"Lo nggak lagi ngerjain gue, kan, Sha?"
Alesha yang sudah menahan emosinya sejak tadi itu melayangkan sebuah tamparan di pipi Reza.
"Lo pikir apa untungnya gue bohongin lo kayak gini? Gue juga kehilangan Aqila. Gue mau cari dia dan lo juga harus cari dia. Lo harus tanggung jawab karena udah bikin Aqila hamil dan menghilang kayak gini!"
"Nggak mungkin. Dia mungkin pergi, Sha! Dia nggak mungkin ninggalin gue gitu aja."
"Berengsek! Lo bener-bener cowok paling berengsek yang pernah gue kenal!" Sekali lagi Alesha menampar pipi Reza.
Bersambung
~~~
Puas banget rasanya udah bisa nampar Reza, ya, Sha? Lanjutkan, Sha.🤭😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top