Bab 81. Jujur

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Bagas tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sudah salah bicara dan bisa-bisa membuat Alesha sangat membencinya saat ini. Pria itu beberapa kali meghela napas berat. Dia tidak mau kehilangan Alesha lagi. Bagaimanapun caranya, dia harus memberi pengertian kepada wanita itu. Putri tunggal dari Anton Wijaya itu memang mau menandatangani persetujuan operasi sang ayah, tetapi wanita itu tidak berbicara sama sekali kepadanya.

"Bapak masih utang penjelasan sama saya!" ucap Alesha sebelum Anton dibawa ke ruang operasi.

Kini mereka menunggu di depan ruang operasi ditemani oleh Glen dan Veni. Alesha bahkan tidak mau menerima botol air minum yang disodorkan oleh Bagas. Wanita itu sengaja memalingkan wajah setiap kali pria itu mendekat. Bagas hanya bisa pasrah dan menunggu hingga emosi kekasihnya reda.

Selama hampir tiga jam mereka menunggu, akhirnya lampu yang menyala merah di atas pintu operasi mati juga. Hal itu menandakan jika proses operasi telah usai. Alesha berdiri saat pintu ruang operasi terbuka dan seorang dokter dengan dua perawat keluar dari sana.

Bagas mendampingi kekasihnya berbicara dengan dokter. Terlihat jelas kekhawatiran dari wajah Alesha. Wanita itu pasti tidak ingin kehilangan sang ayah seperti ibunya dulu.

"Bagaimana kondisi ayah saya, Dok?"

Dokter itu menghela napas lalu berusaha untuk tersenyum. "Operasi pemasangan ring di pembuluh jantung berhasil kami lakukan dengan baik. Kondisi pasien belum bisa kami simpulkan karena memang membutuhkan waktu untuk benar-benar pulih. Pasien masih harus dirawat selama beberapa hari agar proses observasi kami bisa dilakukan secara maksimal. Pasien akan segera dipindahkan ke kamar rawat. Setelah itu, kalian bisa menemuinya. Tapi, biarkan pasien istirahat dulu."

"Terima kasih, Dok."

Bagas dan Alesha sedikit menyingkir saat dokter dan perawat akan meninggalkan mereka. Pria itu menoleh kepada kekasihnya yang baru saja menghela napas lega. Dia menuntun wanita itu agar duduk kembali sambil menunggu Anton keluar dari ruang operasi. Alesha tidak banyak protes dan hanya diam saat Bagas menggandengnya.

"Gimana, Gas?" bisik Glen kepada Bagas, sementara Veni duduk di samping Alesha sambil merangkul wanita itu.

"Operasinya berjalan lancar. Tinggal nunggu pemulihannya aja dalam beberapa hari ke depan. Kita sekarang nunggu Om Anton dipindahkan ke kamar rawat."

Glen mengangguk lalu mundur untuk bersandar di dinding sambil melipat tangan di depan dada.

Lima menit kemudian, pintu ruang operasi terbuka lagi dan dua orang perawat mendorong brankar dengan Anton berbaring di atasnya. Alesha didampingi Veni langsung berdiri dan berjalan mengikuti dua perawat itu menuju kamar rawat Anton. Bagas dan Glen mengikuti dari belakang.

Sepeninggalan dua perawat yang telah membaringkan Anton ke kasur di kamar rawat, Alesha mendekati ayahnya lalu menyelimuti pria baruh baya itu hingga dada. Tidak lupa dia mengecup kening ayahnya lalu keluar dari kamar.

"Alesha, sebaiknya kamu pulang. Biar saya sama Glen yang jaga di sini. Kamu butuh istirahat."

"Enggak usah. Kalian aja yang pulang. Biar saya yang jaga Papa ditemenin Bibi."

Bibi yang baru saja dibicarakan oleh Alesha itu datang dengan membawa beberapa kopi dalam kemasan. Mereka masing-masing menerima satu lalu meminumnya.

"Non Alesha pulang aja. Biar Bibi yang jaga Bapak di sini. Nanti kalo Bapak sadar, Bibi pasti langsung kabari Non."

"Tapi, Bi─"

"Bibi kamu benar, Alesha. Lebih baik sekarang kita pulang. Masih banyak yang harus kita kerjakan dan bicarakan." Bagas langsung memotong pembicaraan Alesha sebelum wanita itu terus memaksa tinggal.

"Non, Non Alesha juga butuh istirahat. Pulang aja, ya, Non. Biar Bibi di sini."

Bagas tahu jika Alesha sangat berat meninggalkan Anton, tetapi wanita itu tetap mengangguk lalu berpamitan kepada wanita yang sudah lama bekerja dengan keluarga Wijaya. Pria itu menggandeng kekasihnya keluar dari rumah sakit.

"Lo tolong anterin Veni ke kos, ya, Glen. Biar Alesha sama gue. Makasih buat hari ini."

Veni menyerahkan barang-barang milik Alesha yang masih berada di mobil Glen. Kemudian, mereka berpisah dan kembali ke tempat masing-masing.

Bagas mengajak Alesha masuk ke mobilnya. Namun, wanita itu tetap berdiri tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Kita pulang dulu, Alesha. Saya janji akan jelaskan semuanya sama kamu setelah kita sampek di apartemen saya."

Alesha melirik tajam sebelum akhirnya mendengkus kasar dan masuk ke mobil. Bagas meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal melihat kekasihnya itu masih memendam emosi.

Sepanjang perjalanan, Bagas berusaha mengajak Alesha bicara. Namun, wanita itu tidak merespons sama sekali dan justru bersandar sambil memejam. Pria yang masih mengenakan kemeja pagi tadi itu menoleh lalu mengusap lembut kepala kekasihnya.

Tiba di parkiran apartemen, Bagas membangunkan Alesha dengan menepuk pelan lengan dan pipi wanita itu. Mereka berjalan beriringan memasuki gedung apartemen. Alesha ikut masuk ke unit Bagas untuk mengambil barang-barangnya. Saat hendak keluar lagi dan kembali ke unit Aqila, pria itu mencegah Alesha pergi dengan mendekapnya dari belakang.

"Kamu mau ke mana? Kita belum bicara."

Alesha tetap diam dan masih memegang tasnya.

"Alesha, please! Kita harus ngomong. Lebih baik kamu marah dan maki-maki saya daripada diem kayak gini."

Alesha melepas tangan Bagas yang mendekapnya lalu berbalik menghadap pria itu. Wanita itu menunduk sambil meremas tangan yang memegang tas.

"Saya nggak tau harus bersikap gimana sama Bapak? Selama ini Bapak diem aja dan nggak cerita apa-apa. Bapak tau kalo saya adalah Kinan dan Bapak diem-diem bantu perusahaan ayah saya. Saya bingung, Pak. Saya nggak tau harus manggil Bapak apa? Restu? Atau Bagas?"

Bagas menggenggam tangan kekasihnya itu lalu membawa Alesha untuk duduk di sofa. Pria itu memegang pundak wanita yang terus menunduk agar berganti menatapnya.

"Saya juga awalnya nggak tau, Alesha. Tapi, saya sempet curiga waktu liat kalung yang selalu kamu pakek itu. Dan semuanya jadi jelas waktu saya ketemu sama Om Anton."

"Tapi, Bapak tetep nggak ngomong apa-apa bahkan setelah kita jadian. Kenapa Bapak ninggalin saya waktu itu? Kenapa Bapak tiba-tiba hilang setelah mengucapkan janji yang membuat saya selalu nunggu Bapak? Dan tiba-tiba Bapak datang sebagai orang baru yang nggak pernah saya kenal sebelumnya. Bapak menawarkan cinta dan hubungan yang saya nantikan dari sosok lain Bapak? Sekarang saya harus mencintai siapa? Bagas atau Restu?"

Alesha berpaling dan menghadap sisi lain. Bagas tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dia memang salah karena sudah menyembunyikan semuanya dari Alesha.

"Saya minta maaf. Saya tau saya salah karena udah nggak jujur sama kamu. Tapi, saya mau kamu mencintai saya sebagai Bagas. Sebagai diri saya yang sekarang. Karena saya jatuh cinta sama Alesha."

"Terus Restu pergi ke mana saat Kinan membutuhkannya? Kinan kehilangan ibunya, tapi Restu nggak ada buat menghibur Kinan. Bapak tau jawabannya?"

"Maaf, Alesha. Saya baru tau kalo ibu kamu meninggal di hari yang sama dengan kepergian ayah saya. Waktu itu saya juga sendiri, saya nggak punya siapa-siapa lagi. Tapi, Om Anton dateng untuk mengulurkan tangan. Sejak hari itu, Om Anton yang membiayai semua keperluan saya. Nggak lama setelah kepergian ayah saya, Om Anton mengirim saya ke Amerika bersama dengan Om Dodi, pengacara keluargamu saat itu. Om Dodi ayah dari Veni."

"Jadi, maksud Bapak ayah saya waktu itu nggak ninggalin Mama? Tapi, Papa justru mengurus kepergian sahabatnya." Alesha menutup mulut dengan kedua tangan.

Bagas menceritakan semuanya. Mulai dari kehidupannya di Amerika bersama keluarga Dodi hingga kepulangannya kembali ke Jakarta. Dia juga menceritakan semua yang diketahuinya tentang Beni. Alesha terlihat sangat terpukul mendengar fakta baru yang belum pernah diketahuinya.

Pria itu memeluk erat Alesha dan menemani kekasihnya itu menangis semalaman. Dia memindahkan wanita yang terlelap dalam dekapannya itu ke kamar. Kini, beban di pundaknya berkurang setelah mengatakan yang sejujurnya kepada Alesha. Dia berharap, kekasihnya itu akan memberikan maaf dan semua bisa kembali seperti semula.

Bersambung

~~~

Ternyata, oh, ternyata! Kalian itu sama-sama terluka di hari yang sama. Dan akhirnya kalian berpisah. Semoga besok udah baikan, ya.🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top