Bab 78. Pengangguran

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Alesha terkejut saat melihat Bagas berdiri di depan ruangan. Dia hendak pulang setelah mengambil tas. Wanita itu tersenyum sambil menunduk lalu berpamitan kepada bosnya. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar pria itu berbicara.

"Kamu pulang bareng saya, Alesha!"

Wanita itu tahu jika kalimat yang terlontar dari bosnya itu bukan tawaran, melainkan perintah. Mau tidak mau dia harus menurut.

"Iya, Pak."

Alesha berjalan di samping Bagas tanpa bersuara hingga mereka tiba di parkiran dan masuk ke mobil. Selama perjalanan ke apartemen, tidak ada yang membuka obrolan. Alesha hanya melihat Bagas sesekali maliriknya. Wanita itu cukup tau diri untuk tidak memprovokasi pria yang menjadi kekasihnya itu. Dia menyadari jika Bagas sangat kecewa dengan kesalahan yang telah diperbuatnya kali ini.

Mereka sempat mampir ke sebuah restoran untuk membeli makan malam dan dibawa pulang. Tiba di depan unit masing-masing, Alesha mengucapkan terima kasih dan hendak masuk ke unit Aqila.

"Kamu mau nginep di tempat saya malam ini?"

Alesha terpaku medengar tawaran dari kekasihnya itu. Perlahan dia berbalik untuk menghadap pria yang berdiri di unit depan.

"Boleh, Pak?"

Bagas megangguk pasti.

"Kalo gitu, saya masuk dulu mau ngasih makan malam buat Aqila. Nanti saya ke sana."

"Saya tunggu di sini."

Alesha menahan senyum lalu berbalik untuk membuka pintu. Dia masuk sambil berteriak memanggil nama sabahatnya.

"Kenapa, sih, Sha? Gue nggak budek, kali!"

Alesha meletakkan makanan ke atas meja depan sofa. Kemudian, wanita itu meremas kedua lengan sahabatnya sambil menahan teriakan.

"Pak Bagas nyuruh gue nginep di unitnya. Gue harus gimana, dong? Kali ini gue sama dia berdua, doang. Aargh!"

Aqila hanya menatap malas wanita yang heboh sendiri itu. "Nggak usah lebay! Emangnya lo mau ngapain? Indehoy sama bos sendiri?"

"Ih! Kok, lo mikirnya jorok."

"Gue tau isi pikiran lo. Habis bikin kesalahan apa lagi lo? Pasti si Bagas mau marahin lo, tuh. Dia nggak tega marahin lo di kantor karena status lo udah jadi pacar. Jadi, dia pakek cara halus buat marahin lo."

Alesha yang semula senang kini berubah murung. "Kok, lo tega banget nyumpahin gue dimarahin sama Pak Bagas?"

"Biar tau rasa! Suruh siapa lo diem-diem nemuin Reza?"

"Gue, kan, udah minta maaf, La! Lo tenang aja. Gue bakal pastiin buat kasih pelajaran sama cowok pengecut itu."

"Udah, deh. Mending lo buruan pergi ke pelukan pacar lo itu. Gue juga lagi males ketemu sama lo."

Alesha makin cemberut, tetapi tetap berdiri dan pergi ke kamar untuk mengambil baju ganti. Setelah itu dia kembali ke hadapan Aqila.

"Ya udah, gue pergi. Dimakan loh itu. Ini satu jatah gue." Dia membawa bungkus makanan miliknya lalu keluar dari unit.

Wanita itu terkejut saat melihat Bagas benar-benar menunggunya di depan. Dia mendekat ke arah kekasihnya sambil tersenyum. Mereka masuk ke unit Bagas dengan Alesha mengikuti dari belakang.

"Saya mandi dulu. Kamu bisa ganti baju di kamar."

Alesha masuk ke kamar Bagas untuk mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Dia lalu ke meja makan untuk menyiapkan makan malam yang sudah mereka beli. Wanita itu duduk di kursi sambil menunggu Bagas selesai mandi.

"Kamu mau mandi?"

"Nanti aja, Pak. Sini kita makan dulu."

Bagas meletakkan handuk di sofa lalu duduk di hadapan Alesha. Mereka menghabiskan makan malam dalam diam.

Alesha membereskan bekas makan malam mereka lalu berjalan ke kamar mandi. Sebelum itu, dia melihat Bagas berdiri di depan cermin di dalam kamar. Dia masuk dan berdiri di belakang pria itu.

"Maafin saya, ya, Pak. Saya udah bikin Bapak kecewa banget," ucap wanita itu sambil memeluk Bagas dari belakang.

Pria itu menatap kekasihnya yang bersembunyi di balik punggung dari cermin. Dia menggenggam tangan Alesha yang berada di perutnya. Kemudian, dia berbalik dan membawa wanita itu ke dalam pelukan.

"Saya yang harusnya minta maaf. Nggak ada cara lain selain memberikan kamu skors sebagai hukuman. Selama jadi bos kamu, saya nggak akan bisa bantuin. Tapi, beda kalo di sini sebagai pacar kamu. Saya bisa bantu kamu apa aja. Jangan khawatir, kita pasti nemuin solusi yang tepat."

"Makasih, Pak."

Keesokan paginya, Alesha terbangun dengan Bagas memeluknya dari belakang. Seketika wajahnya memerah mengingat kejadian semalam. Dia menggeleng lalu dengan perlahan menyingkirkan tangan kekasihnya itu dari atas perut. Wanita itu turun dari kasur dan langsung masuk ke kamar mandi.

Setelah merasa lebih segar, dia ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Lima belas menit kemudian, Bagas keluar dari kamar dan menghampirinya. Pria itu memeluknya dari belakang dengan memberikan kecupan-kecupan ringan di sekitar lehernya.

"Pak, mending mandi, gih. Siap-siap ke kantor. Abis itu kita sarapan bareng."

Bagas membalik tubuh Alesha agar menghadapnya lalu menghadiahi wanita itu dengan ciuman yang cukup lama di bibir. Sebelum kegiatan mereka berakhir di atas kasur, Alesha segera melepaskan ciuman mereka dan mendorong Bagas agar menjauh. Dia melanjutkan kegiatan masaknya setelah melihat kekasihnya masuk ke kamar mandi.

Setelah sarapan, Alesha mengambil tas dan mengikuti Bagas ke luar. Pria itu mengerutkan kening melihat kekasihnya yang sedang diskors bersiap untuk kerja.

"Kamu mau ke mana? Kan, lagi diskors."

"Saya boleh minta anter ke kafe Glen, nggak, Pak? Daripada di apartemen terus, nanti saya bosen. Mending di sana bisa ngobrol sama ornag lain dan mungkin aja saya bisa dapet ide baru."

Bagas menghela napas. "Ya udah, saya anter ke sana."

Alesha tersenyum dan langsung menggandeng tangan kekasihnya itu. Tiba di kafe, wanita itu turun dari mobil dan menunggu Bagas pergi baru memasuki kafe. Di dalam, dia disambut oleh Veni yang mengenakan celemek.

"Kamu jam segini, kok, udah di sini?"

"Mau bantu-bantu Kak Glen. Abis bosen di kosan. Kakak sendiri ngapain di sini, bukannya ke kantor bareng Kak Bagas tadi?"

Alesha memajukan bibir lalu duduk di salah satu kursi kosong. Veni mengikutinya dan duduk di hadapan wanita itu.

"Mulai sekarang gue pengangguran."

Veni membelalakkan mata. "Kok bisa?"

"Karena kebodohan gue sendiri yang udah ngilangin proposal senilai ratusan juta."

Veni hanya meringis mendengar keluhan dari kekasih Bagas itu. Dia berdiri dan menuju meja barista lalu meminta Glen menyiapkan minuman untuk Alesha.

"Kenapa dia?" tanya Glen.

"Pengangguran katanya. Nggak paham, deh. Coba tanya Kak Bagas. Kita mesti apain Kak Alesha."

Glen berdecak lalu membuatkan segelas es kapucino untuk kekasih dari bosnya itu.

"Diminum dulu, Kak."

"Makasih." Alesha tersenyum sambil menatap Veni.

Alesha memperhatikan Veni yang kembali ke balik meja barista dan mulai belajar untuk meracik kopi dibantu oleh pemilik kafe langsung. Karena penasaran, dia mendekati dua orang yang sedang asyik mengobrol itu.

"Asyik banget kayaknya."

"Oh, ini lagi ngajarin Veni bikin kopi. Mau ikutan? Mumpung masing sepi."

Alesha tersenyum saat terlintas sebuah ide dalam pikirannya. "Eh, tunggu!"

Kedua orang di hadapannya itu menoleh.

"Kalian berdua harus bantuin gue cari ide."

Veni dan Glen terbengong sambil saling menatap melihat wanita yang menjadi pengunjung pertama kafe itu tersenyum lebar dengan menaik-turunkan alis.

Bersambung

~~~

Jadi pengangguran, dibawa santai aja, ya, Sha.🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top