Bab 77. Hukuman untuk Alesha

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Bagas sedang fokus memeriksa dokumen dari divisi pemasaran untuk mengalihkan perhatian dari proposal yang hilang itu. Dalam keadaan tenang, tiba-tiba dia mendengar suara gebrakan dari luar. Pria itu terkejut dan berjalan ke dekat pintu, tetapi dia hanya mengintip dari jendela. Dia melihat sekretarisnya itu tampak marah. Kemudian, pria itu buru-buru kembali ke meja saat melihat Alesha menuju ruangannya setelah mengambil tas.

Pria yang kembali membaca dokumen sambil bersandar di kursi itu mempersilakan Alesha masuk. Dia hanya melirik sekilas ke arah sekretaris yang tampak ragu itu lalu kembali fokus pada dokumen di tangannya.

"Permisi, Pak. Saya boleh izin ke luar kantor nggak, Pak?"

Bagas menaikkan alisnya. Dia meletakkan dokumen itu di meja lalu menatap sekretarisnya tajam.

"Ada perlu apa sampek harus ke luar kantor?"

"I-itu, Pak. Saya mau kembali ke kafe yang semalem saya datengin buat menanyakan keberadaan porposal yang hilang itu."

"Kamu sudah inget-inget dengan betul? Kamu yakin udah kehilangan proposal itu di sana?"

"Iya, Pak. Saya udah inget semuanya. Dan terakhir saya bawa di kafe itu. Setelah itu saya ke rumah ayah saya. Dan saat itu proposalnya udah nggak ada."

"Mau saya temenin?" Bagas mengambil ponsel dan hendak berdiri, tetapi diurungkannya saat mendengar Alesha bicara.

"Nggak usah, Pak. Biar saya aja yang selesaiin. Bapak pasti masih banyak urusan. Saya pamit, ya, Pak."

Bagas hanya bisa mengangguk sambil bengong melihat sekretarisnya berbalik dan keluar dari ruangan. Dia lalu menghela napas dan kembali bersandar di kursi. Pria itu sempat melamun memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi kepada kekasihnya itu. Sebagai pimpinan perusahaan, dia harus memberikan hukuman yang sesuai dengan kesalahan dari Alesha. Namun, sebagai kekasih wanita itu dia ingin sekali membantu mencari solusi.

Dia tersadar saat terdengar ketukan di pintu. Bagas langsung membenarkan posisi duduknya lalu mempersilakan siapa pun itu untuk masuk.

"Oh, Pak Andre. Mari silakan duduk. Ada apa, Pak?"

"Saya mau mengabarkan kalo proses pembuatan iklan untuk produk terbaru kita sudah mulai, Pak. Rencananya kalo nggak ada kendala satu hari ini bisa selesai. Saya ngabarin Bapak, mungkin Bapak mau langsung ngecek ke lokasi? Kebetulan saya mau ke sana."

"Oh, gitu. Oke, saya ikut. Tapi, sekretaris saya sedang ke luar."

"Atau nanti bisa suruh langsung menyusul ke lokasi saja, Pak."

"Ah, baiklah. Kita berangkat sekarang?"

Bagas dan Andre keluar dari ruangan menuju parkiran. Mereka berangkat ke lokasi syuting iklan menggunakan mobil Andre. Membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam lewat tol untuk tiba di lokasi. Sebelum turun dari mobil, Bagas mengirim pesan beserta lokasi syuting iklan kepada Alesha.

Pria yang baru turun dari mobil itu langsung disambut oleh beberapa pegawai yang terlibat dalam pembuatan iklan tersebut. Setelah menyapa karyawan dan kru yang bertugas, dia menghampiri Juna yang juga datang untuk mamantau segalanya. Bagas duduk di samping rekan kerjanya itu setelah meyapa.

"Mana sekretaris lo? Kok, nggak keliatan?" Juna celingak-celinguk untuk mencari keberadaan Alesha.

"Oh, nanti dia nyusul. Sekarang masih ada urusan di luar."

"Wah, sayang banget. Padahal, gue udah semangat dateng ke sini buat ketemu dia. Ternyata gue belum beruntung."

Bagas langsung menoleh sambil mengerutkan kening. "Bukan untuk mamantau pembuatan iklan ini? Tapi, Pak Juna ke sini untuk ketemu sama sekretaris saya?"

"Ya elah. Masih posesif aja lo. Gue bercanda aja, kali. Nggak usah diambil serius gitu. Gue ke sini buat mastiin semuanya sesuai konsep. Lagian, gue udah minta untuk melibatkan sekretaris lo dalam proyek ini, kan?"

Bagas mengangguk. "Iya, Pak. Sekretaris saya memang terlibat. Dia yang menyiapkan segalanya. Tapi, untuk sekarang dia saya tugaskan di tempat lain. Mungkin sebentar lagi ke sini."

"Oke. Gue tunggu kalo gitu."

Bagas makin mengerutkan kening melihat sikap antusias dari seorang Juna yang terkenal hanya main-main dalam pekerjaan.

Mereka baru saja memulai syuting saat Alesha datang dan buru-buru menghampiri Bagas. Wanita itu mengatur napas yang terengah-engah sebelum menyapa bosnya.

"Maaf, Pak, saya terlambat."

"Kamu udah di sini? Urusannya udah selesai?"

Belum sempat Alesha menjawab, tiba-tiba Juna datang dan berdiri di samping wanita itu.

"Wah! Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga."

"Oh, siang, Pak. Maaf, saya nggak tau kalo Pak Juna juga dateng ke sini." Alesha tersenyum saat menoleh ke arah Juna.

Sebelum Juna melancarkan rayuan-rayuannya, Bagas menarik Alesha ke sampingnya. "Kamu cek apa aja yang kurang. Tolong pastikan semuanya sesuai konsep yang sudah kita buat."

"Baik, Pak." Alesha menunduk sopan lalu bergegas menemui Andre dan kru lainnya.

Juna menggeleng sambil tersenyum singkat melihat kelakuan rekan bisnisnya itu. Dia mengikuti Alesha, tetapi Bagas justru terus mengikutinya ke mana pun. Akhirnya, pria itu menyerah dan fokus pada pekerjaan.

Bagas tidak berhenti memperhatikan Juna yang terus mengawasi setiap gerak-gerik dari sekretarisnya itu. Dia melihat sekretarisnya mondar-mandir untuk memastikan semuanya sesuai rencana. Pria itu tahu jika Alesha lelah, tetapi membuat wanita itu sibuk saat ini adalah satu-satunya cara agar kekasihnya itu terhindar dari seorang playboy seperti Juna. Bukannya dia tidak menyadari jika Juna tertarik dengan Alesha lebih dari seorang rekan kerja. Namun, dia harus bermain halus demi kesuksesan proyek yang sedang digarapnya itu.

Setelah empat jam berlalu, akhirnya mereka bisa menyelesaikan proses syuting iklan produk terbaru itu. Bagas menghampiri Alesha yang masih mengobrol dengan seorang kru. Pria itu hendak mengajak sekretarisnya kembali ke kantor.

"Udah mau balik aja? Kita bisa makan dulu untuk ngerayain kerja keras hari ini." Tawaran Juna memang menggiurkan, apalagi sedari tadi belum ada yang mengisi perut.

"Sori, Pak Juna. Saya dan Alesha harus kembali ke kantor karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus kami selesaikan. Mungkin lain kali kita bisa makan bersama."

Juna mendekat dan berdiri di samping Alesha lalu berbisik, "Kalo lo butuh kerjaan dan bos baru, bisa banget hubungin gue. Gue dengan senang hati bakal nerima lo. Dan gue jamin, lo lebih santai kerja sama gue."

Alesha tersenyum mendengar tawaran itu. "Makasih, Pak Juna. Tapi, saya masih betah kerja dengan Pak Bagas. Kalo gitu, saya permisi."

Bagas mengangguk kepada Juna sebagai tanda pamit saat Alesha sudah berdiri di sampingnya. Mereka kembali ke kantor ikut dengan mobil Andre. Setibanya di kantor, Bagas mengucapkan terima kasih kepada Andre lalu turun dari mobil dan kembali ke ruangannya bersama Alesha.

"Jadi, gimana perkembangan usahanya tadi? Proposalnya udah ketemu?" tanya Bagas langsung kepada Alesha saat mereka tiba di ruangannya.

Bagas berbalik dan menatap sekretarisnya yang hanya menunduk sambil meremas kedua tangan itu. Dia sudah menduga jika hal buruk akan terjadi. Pria itu menunggu jawaban dari wanita di hadapannya.

"Kamu dengar saya, Alesha?"

"Dengar, Pak."

"Terus kenapa nggak jawab?"

"Ma-maaf, Pak. Saya sudah ke kafe itu. Tapi, proposalnya nggak ada. Nanti saya coba tanyakan sama temen yang saya temuin semalem. Mungkin dia yang bawa proposal itu."

"Nggak usah! Kamu pikir kalo proposal itu udah jatuh ke tangan orang lain, apa yang akan terjadi sama perusahaan kita? Proposal itu udah nggak berlaku lagi. Kerahasiaan produk yang akan kita produksi sudah bocor ke luar."

Alesha makin menunduk dalam. "Maaf, Pak. Terus apa yang harus kita lakukan sama Pak Wawan?"

Bagas mendengkus kasar. "Mulai besok kamu saya skors. Kamu bisa kembali kerja kalo sudah menemukan ide baru untuk diajukan kepada Pak Wawan. Waktu kita nggak banyak. Saya harap, kamu nggak akan menyia-nyiakan kesempatan yang saya berikan."

"Skors, Pak?"

"Iya. Atau kamu mau langsung saya pecat?"

Alesha menggeleng lalu pamit untuk kembali ke mejanya. Bagas memejam sambil memijit pelipisnya yang terasa sakit.

Bersambung

~~~

Duh, duh, Pak Bagas! Kejamnya mulai lagi, deh.🥲

Hai, teman-teman semuanya. Apa kabar kalian? Semoga sehat-sehat aja, ya. Di sini lagi banyak yang sakit bapil. Lagi banyak yang sakit gigi juga. Kalo di tempat kalian gimana?

Btw, gimana, nih kesannya udah baca His Secretary sampek bab 77 ini?

Siapa tokoh yang paling kalian suka?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top