Bab 71. Gagal Fokus
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Bagas masih menenangkan Alesha yang menangis di IGD. Mereka berada di samping brankar yang ditempati oleh Aqila. Pria itu tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar kabar dari dokter tentang kondisi dari sahabat kekasihnya. Dia tetap setia berdiri di samping Alesha dengan mengusap punggung wanita itu.
"Lo bilang sama gue, La. Siapa yang ngehamilin lo ini?" tanya Alesha setelah merasa lebih tenang.
"Sha, ini biar jadi urusan gue."
"Nggak! Biar gue tebak. Ayah dari anak dalam kandungan lo itu Reza?"
Bagas memperhatikan ekspresi Aqila yang tiba-tiba terdiam. Pria itu menyimpulkan jika tebakan kekasihnya benar. Dia berusaha mengingat-ingat pria yang disebutkan namanya oleh Alesha. Ah, pasti pria yang pernah bersama Aqila beberapa waktu lalu itu. Pria yang merupakan calon suami dari kekasihnya itu. Seketika, tangan Bagas mengepal menyaksikan apa yang terjadi kepada dua sahabat di hadapannya itu.
"Jawab, La! Kalo bener cowok itu yang udah bikin lo hamil. Gue akan buat perhitungan sama dia. Enak aja dia mau lari dari tanggung jawab. Dasar Berengsek!"
"Alesha! Kita masih di rumah sakit."
Alesha tidak memedulikan peringatan dari Bagas dan tetap mengumpat dengan keras. Pria itu sampai harus memohon maaf berkali-kali kepada orang-orang yang berada di sekitar mereka.
"Gue nggak akan tinggal diem liat sahabat gue dipermainkan sama cowok Bangsat itu!"
"Sha, udah. Lo mau bikin gue makin malu?"
Alesha baru terdiam saat Aqila yang bicara. Beberapa perawat yang menjaga di sana juga sudah memberi peringatan, tetapi tidak dipedulikan oleh wanita yang sedang dikuasai emosi itu.
Bagas mendekat lalu memeluk kekasihnya dari samping. Dengan lembut, dia usap-usap lengan wanita yang hanya mengenakan kaus dan kardigan tipis itu. Pria itu membiarkan Alesha mendekat ke brangkar untuk menghentikan Aqila yang hendak turun.
"Lo masih lemes, La. Kata dokter abisin dulu cairan infusnya. Baru lo boleh pulang."
"Gue udah nggak apa-apa, Sha. Mending kita balik sekarang, ya. Gue nggak kuat lama-lama di sini. Nyium bau obat dan aroma rumah sakit malah bikin gue makin mual."
"Ya udah, tunggu bentar." Alesha meninggalkan brankar dan berjalan ke meja perawat.
Wanita itu kembali dengan seorang perawat bersamanya. Setelah perawat itu membantu melepaskan jarum infus dari tangan Aqila, barulah mereka boleh meninggalkan rumah sakit. Sebelumnya, Alesha ditemani Bagas menebus resep yang diberikan oleh dokter.
Mereka tiba di apartemen hampir tengah malam. Alesha mengantar Bagas ke luar setelah membantu memapah Aqila ke kamar.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Bagas sambil mengusap pundak kekasihnya itu.
Alesha mendengkus kasar. "Menurut Bapak? Saya masih bisa baik-baik aja setelah tau sahabat saya dihamili oleh orang yang nyaris jadi calon suami saya?"
Bagas terdiam melihat wanita di hadapannya itu makin emosi. Dia menarik Alesha ke dalam pelukannya sambil mengusap punggung kekasihnya itu hingga merasa tenang. Pria itu melepas pelukannya untuk menatap wajah wanita itu.
"Saya ngerti kamu pasti marah banget sekarang. Tapi, saya minta kamu tetap tenang buat ngadepin situasi ini. Omongin pelan-pelan sama Aqila. Kasihan dia, pasti sangat tertekan."
Alesha menarik sebelah tangan Bagas lalu mengecupnya. "Makasih, ya, Pak. Udah nemenin saya dari tadi. Saya akan berusaha untuk tetap tenang. Tapi, saya tetep harus nemuin Reza. Saya akan minta pertanggungjawaban dia sama Aqila."
"Kamu harus ajak saya kalo mau ketemu dia."
Alesha mengangguk sambil tersenyum singkat. "Ya udah, Bapak balik, gih ke unit Bapak sendiri. Besok masih harus kerja, kan."
"Kamu juga istirahat. Besok bareng saya aja ke kantornya."
Bagas kembali ke unit apartemennya sendiri setelah memastikan Alesha masuk dan menutup pintu. Pria itu mengganti pakaian dan langsung merebahkan diri di kasur. Dia baru selesai mandi saat kekasihnya menelepon dan meminta bantuan untuk mengantar Aqila ke rumah sakit. Kini, badannya terasa pegal dan ingin segera memejamkan mata.
Keesokan paginya, Bagas sudah siap di depan unit apartemen Aqila untuk menunggu kekasihnya. Beberapa saat kemudian, wanita yang ditunggu keluar dari unit tersebut.
"Gimana kondisi temenmu?"
"Udah mendingan, Pak. Tadi saya juga udah masakin buat dia selama saya tinggal ke kantor."
"Syukur, deh. Kita berangkat sekarang?"
Alesha mengangguk. Dia mengulurkan tangan untuk meminta digandeng. Tanpa protes, Bagas langsung menyambut tangan kekasihnya itu. Mereka berjalan sambil bergandengan menuju parkiran apartemen.
Sesampainya di kantor, mereka segera menaiki lift menuju lantai empat. Saat pintu lift terbuka di lantai tiga, Alesha hendak ke luar. Beruntung, Bagas menahan pundaknya.
"Ini masih lantai tiga, Alesha."
"Oh, maaf, Pak. Saya kira sudah lantai empat." Wanita itu berdiri lagi di samping Bagas.
Kali ini, mereka benar-benar turun saat pintu lift terbuka lagi. Bagas mendengarkan jadwal yang disebutkan oleh sekretarisnya itu dalam perjalanan menuju ruangan. Dia juga sempat mengoreksi beberapa janji untuk diubah sesuai keingiannya.
"Oh, iya. Jam sepuluh kita ada rapat dengan divisi pemasaran untuk pembuatan iklan produk terbaru. Kamu tolong siapkan bahannya, ya."
"Baik, Pak."
Bagas meninggalkan Alesha dan masuk ke ruangannya sendiri. Pria itu juga harus menyiapkan beberapa hal untuk pertemuannya dengan salah satu investor yang ingin mendanai satu proyek baru. Dia memeriksa kembali laporan hasil kunjungannya bersama Alesha di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Pria itu memilih beberapa produk terlaris di pasar Yogyakarta yang bisa dijadikan patokan untuk proyek terbarunya nanti. Setelah membaca ulang laporan tersebut, dia lebih tertarik dengan pai susu. Bagas ingin mengajukan produk pai dengan berbagai rasa untuk proyek selanjutnya.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh saat Bagas baru selesai menulis gambaran kasar untuk proposalnya nanti. Dia bergegas keluar dan menghampiri meja Alesha. Namun, wanita itu tidak ada di tempat. Dia mencoba menghubungi sekretarisnya itu melalui ponsel.
"Kamu di mana?" tanya Bagas saat Alesha mengangkat panggilannya.
"Saya sudah di ruang rapat, Pak. Sekalian menyiapkan ruangannya."
"Oke. Saya langsung ke sana."
Bagas berjalan menuju ruang rapat di lantai dua setelah menutup teleponnya. Tiba di sana, perwakilan dari divisi pemasaran sudah menunggunya. Dia segera menduduki kursinya lalu menerima bahan presentasi yang sudah disiapkan oleh Alesha.
Pria itu meminta sekretarisnya untuk membuka rapat. Setelah kata pengantar yang disampaikan oleh Alesha, barulah Bagas menyampaikan hasil pertemuannya dengan pihak pembuat iklan. Namun, saat membuka bahan yang diberikan oleh sekretarisnya tadi, dia tidak menemukan hal-hal yang pernah dibahas dengan pihak pembuat iklan tersebut. Setelah membolak-balik berkas di hadapannya, pria itu menemukan jika Alesha salah memberikan bahan.
Pimpinan perusahaan itu meminta waktu jeda dan membawa Alesha ke luar ruangan. Bagas segera memberikan berkas di tangan dan meminta wanita itu untuk memeriksa isinya.
"Kamu sudah periksa dengan benar isi dari bahan yang kamu berikan sama saya?"
Wanita di hadapannya itu terkejut dan langsung membaca isi berkas tersebut. Dia melebarkan mata saat menyadari kesalahannya.
"Maafkan saya, Pak. Saya salah bawa berkas. Harusnya yan ini untuk rapat besok."
Bagas mengusap wajahnya kasar. "Berapa kali saya peringatkan sama kamu, Alesha? Tolong fokus kalo kamu sedang berada di kantor."
"I-iya, Pak. Maaf. Saya akan mengambil berkas yang benar."
"Saya minta tolong dengan sangat sama kamu. Fokus! Saya nggak tau lagi harus gimana kalo sampek kamu buat kesalahan sekali lagi."
Bersambung
~~~
Ih, Pak Bagas! Udah jadi pacar masih galak aja.😤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top