Bab 64. Pengganggu
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Alesha segera mengikuti Bagas setelah merapikan penampilannya. Ingin sekali dia mengumpati siapa pun yang datang di tengah hari seperti ini dan menghancurkan acara kencannya yang sempurna itu. Dia mengaduh saat menabrak punggung kekasihnya yang berhenti tiba-tiba di depan pintu.
"Kenapa, Pak?"
Alesha mengintip dari balik punggung Bagas. Ternyata pria itu masih merapikan kaus dan rambut yang acak-acakan akibat perbuatannya. Wanita itu hanya meringis sambil menutup mulut dengan tangan.
"Siapa yang dateng siang-siang di hari Sabtu gini, Pak?"
Bagas mengangkat bahu. "Saya juga nggak tau. Seinget saya, saya nggak punya janji sama siapa pun."
"Huh! Ganggu orang lagi indehoi aja," gerutu Alesha yang masih bisa didengar oleh Bagas.
Bagas menoleh ke belakang. "Kenapa? Kamu bilang apa barusan?"
"Hah?" Alesha mendongak menatap bosnya. "Eng-enggak, kok, Pak. Udah, buka aja pintunya. Daripada mencetin bel mulu. Berisik."
Pria itu mengangguk lalu menghadap ke pintu kembali. Ketika pintu terbuka, seorang wanita berusia dua puluhan langsung melompat ke arah Bagas dan memeluknya erat. Tidak hanya itu, wanita tersebut dengan santainya mencium pipi Bagas. Hal itu, membuat darah dalam tubuh Alesha mendidih.
Enak aja dia, meluk-meluk pacar orang! Siapa, sih cewek ini? Belum tau aja kalo pacarnya ada di sini. Bener-bener minta dikasih pelajaran! batin Alesha.
Alesha sudah bersiap untuk menyemburkan kemarahannya kepada wanita yang menjadi tamu Bagas itu. Namun, belum sempat dia bersuara, wanita itu sudah dikejutkan lagi dengan fakta baru.
"Kejutan! Aku sengaja nggak ngabarin Kak Bagas waktu perjalanan ke sini. Aku mau kasih liat kalo aku bisa mandiri. Dan terbukti, kan aku bisa nemuin alamat Kak Bagas."
Alesha mengernyit mencoba mengingat siapa wanita di hadapan Bagas itu. Seketika matanya melebar saat menyadari tamu tersebut adalah anak dari pemilik salah satu toko oleh-oleh yang mereka kunjungi di Yogyakarta minggu lalu. Dia tersenyum miring setelah mendapatkan ide yang bagus untuk membalas tamu tak diundang itu.
"Sayang, kita bisa ngomong bentar, nggak?"
Alesha memeluk Bagas dari samping hingga membuat pria itu terkejut. Dia sangat puas ketika melihat wanita bernama Veni, kalau dia tidak salah ingat, melotot sambil menganga mamandanginya.
"Kamu, Veni, kan? Kalo aku nggak salah inget."
Veni mengangguk sambil tetap menganga. Wanita itu mengerjap lalu memandangi Bagas dan Alesha bergantian.
"Ada perlu apa jauh-jauh dateng ke sini?" tanya Alesha lagi dengan menampilkan senyum manis di bibirnya.
Tidak hanya Veni yang gelagapan, tetapi Bagas juga dibuat kikuk dengan pertanyaan Alesha itu. Pria itu segera menarik kekasihnya menjauh, meninggalkan tamu yang berdiri canggung di depan pintu. Bagas harus meluruskan kesalahpahaman yang ada di kepala kekasihnya itu.
"Loh, Pak! Kok, malah bawa saya masuk, sih? Itu tamunya kasihan, loh ditinggal sendiri," sindir Alesha yang makin membuat Bagas serba salah.
"Alesha, dengerin saya dulu. Oke, saya minta maaf karena lupa ngasih tau kamu soal kedatangan Veni. Jadi─"
"Oh, jadi Bapak udah tau kalo dia mau ke sini? Terus nggak ngasih tau saya karena saya emang nggak sepenting itu buat Bapak, kan?" Alesha langsung memotong perkataan Bagas tanpa mau mendengar penjelasan dari pria itu.
Bagas mengusap wajah kasar. Dia tidak pernah membayangkan akan serumit ini jika memiliki kekasih.
"Dengerin saya dulu, Alesha. Tadinya saya udah mau cerita soal ini sama kamu. Tapi, saya malah larut dengan kegiatan kita dari pagi. Apalagi, hal terakhir yang kita lakukan sebelum Veni datang. Menghabiskan waktu berdua sama kamu benar-benar membuat saya kehilangan akal. Dan saya juga nggak nyangka kalo dia bakal datang secepat ini."
Wajah Alesha memerah mendengar Bagas mengungkit perbuatan mereka sebelumnya. Dia menarik-narik ujung kaus kekasihnya agar berhenti membicarakan hal itu. Dia menoleh ke arah pintu yang masih terbuka dengan Veni berdiri di sana dan pastinya mendengar semua obrolan mereka. Wanita itu memelotot saat melihat seseorang di samping Veni. Aqila. Dia tidak menyangka jika sahabatnya berdiri di sana dan pastinya telah mendengar perkataan Bagas barusan.
"Pak! Oke, saya ngerti. Lebih baik kita sudahi obrolan ini dan persilahkan tamu Bapak masuk."
Bagas menaikkan alis meminta penjelasan lebih lanjut dari kode yang diberikan Alesha melalui mata. Akhirnya, pria itu mengikuti arah mata wanita di hadapannya dan tersenyum malu kepada dua wanita di depan pintu yang sama-sama bersedekap itu.
Alesha dan Bagas mendekat ke pintu untuk mempersilakan dua tamu itu masuk. Bagas membantu membawakan koper milik Veni, sementara Aqila berjalan di samping Alesha sambil mencubit pinggang wanita itu.
"Lo dari pagi di sini ngapain aja? Terus itu maksud omongan Bagas tadi apa? Kalian abis ngapain aja?" bisik Aqila kepada Alesha yang hanya meringis menanggapinya.
"Kalian bisa duduk dulu," ucap Bagas ketika mereka tiba di ruang televisi.
Alesha segera bergabung dengan Bagas yang berjalan ke dapur setelah dua orang tamu itu duduk di sofa depan televisi.
"Kenapa sahabat kamu jadi ikutan ada di sini? Saya, kan, jadi malu," bisik pria itu saat mereka sudah berada di dapur.
"Ya mana saya tau, Pak. Emangnya Bapak aja yang malu? Saya juga. Terus sekarang kita ngapain ngumpulin mereka di sini? Itu si Veni bakal tidur di mana? Nggak mungkin, kan tidur di sini sama Bapak?"
"Rencananya, sih emang gitu selama saya belum dapet tempat tinggal untuk dia. Dia rencana kuliah di sini dan saya yang berjanji untuk membiayai semua kebutuhannya."
Alesha benar-benar dibuat terkejut berkali-kali hari ini. Dia sampai tidak tahu harus berkata apa lagi. Kemudian, mereka masih saling berbisik mendebatkan tempat tinggal sementara untuk Veni hingga suara dehaman dari ruang televisi menghentikan mereka.
Alesha berbalik sambil tersenyum menatap dua orang itu. Dia berjalan ke arah kulkas lalu mengambil empat minuman kaleng dan berjalan ke sofa. Bagas mengikuti dari belakang dengan membawa camilan yang masih tersisa di lemari dapur.
Veni dan Aqila saling melirik sambil sama-sama memberi kode ke arah kaleng kosong dan bungkus camilan yang sudah terbuka di atas meja lalu ke arah televisi yang masih memutar film Purple Hearts itu. Kemudian, mereka saling mengangguk.
Alesha menepuk tangan untuk meminta perhatian dari kedua wanita yang masih senyum-senyum sendiri itu.
"Jadi, kita akan membahas tempat tinggal sementara untuk Veni yang katanya," ucap Alesha sambil melirik Bagas, "mau lanjut kuliah di Jakarta. Dan jelas aku nggak mau dia tinggal berdua sama Pak Bagas."
"Ya udah, kalo gitu dia bisa tinggal sama kita, Sha. Untuk sementara aja, kan?" usul Aqila.
Sebelumnya, Alesha sudah memperkenalkan Aqila sebagai sahabat sekaligus induk semangnya kepada Veni.
"Nggak mau! Aku maunya sama Kak Bagas." Veni menolak.
Alesha melirik sinis kepada wanita itu. "Kenapa? Toh, unit apartemen temen aku ada di depan unit ini."
"Kalo nanti kalian bersekongkol buat ngapa-ngapain aku, gimana? Karena Kakak ini nggak suka sama aku," protes Veni sambil menunjuk Alesha.
Alesha mendengkus lalu hendak menyerang Veni, beruntung Bagas segera menghentikannya dengan menggenggam erat tangan wanita itu.
"Gini aja. Veni tetap tinggal di sini." Bagas mengangkat tangan saat melihat Alesha hendak protes. "Dan kamu juga bisa tinggal di sini untuk malam ini. Supaya nggak ada curiga lagi di antara kita. Besok saya carikan Veni tempat tinggal. Oke?"
Alesha berdecak melihat Veni tersenyum lebar dan merasa menang. Wanita itu melepas genggaman Bagas lalu berdiri dan menarik Aqila.
"Lo juga harus nginep di sini temenin gue. Sekarang kita balik ke unit lo buat ambil baju ganti."
Aqila hanya pasrah ditarik keluar dari apartemen Bagas. Dia tidak bisa protes karena ketika baru membuka mulut, sahabatnya itu sudah memberikan lirikan tajam.
Bersambung
~~~
Awas! Jangan macem-macem. Kenalin, nih, pacar Pak Bagas.🤣🤣😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top