Bab 62. Makin Sayang

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Alesha mematut diri di depan cermin. Hari ini, wanita itu mengenakan baju set warna biru dongker. Dia menyemprotkan parfum sekali lagi ke bagian leher dan pergelangan tangan. Setelah memastikan penampilannya sempurna, dia mengambil tas dan ponsel lalu keluar dari kamar. Saat di depan pintu, dia berpapasan dengan Aqila yang baru selesai mandi. Sahabatnya itu mengendus-endus ke arah Alesha.

"Wangi banget? Mau ngantor apa kencan, Bu?" goda Aqila yang membuat wajah Alesha memerah.

"Ih, ya ngantor, dong. Tapi, kalo sekalian diajakin kencan juga nggak nolak."

"Dasar!"

Alesha mengaduh karena Aqila menjitak kepalanya. Kemudian, sahabatnya itu bergegas masuk ke kamar dan mengunci pintu sebelum Alesha membalas.

Alesha meletakkan tas dan ponselnya di atas meja makan lalu dia berjalan menuju dapur. Kali ini, dia ingin membuat nasi goreng untuk menu sarapan. Setelah semua bahan dan bumbu yang telah dihaluskan siap, dia mengambil wajan lalu mengisinya dengan sedikit minyak. Wanita yang tidak berhenti tersenyum itu mulai menumis bumbu lalu memasukkan nasi dan terus mengaduknya hingga merata sempurna.

Tepat saat Aqila duduk di meja makan, Alesha membawa dua piring nasi goreng dan meletakkannya di meja. Wanita itu ikut bergabung bersama sahabatnya untuk menikmati menu makan pagi hasil karyanya. Tidak lupa segelas jus jeruk dan air mineral menjadi pendamping sarapan mereka.

Alesha masuk kembali ke kamar untuk menyemprotkan parfum lagi, sementara Aqila tengah mencuci piring dan peralatan masak. Wanita itu kembali ke meja makan untuk mengambil tas, ponsel, dan tidak lupa kotak bekal berisi nasi goreng buatannya yang khusus dia sisihkan untuk kekasih tersayang.

"Ehm, iya, deh yang lagi sayang-sayangnya. Awas ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, ya!"

Peringatan dari sahabatnya membuat Alesha merinding dan langsung memelotot.

"Jangan sampek, deh! Lo, kok, jahat banget sama gue? Masak nyumpahi sahabat sendiri yang baru pertama kali pacaran langsung ditinggal, sih?"

"Kan, gue cuma ngingetin, Sha. Inget! Pelakor sekarang ada di mana-mana. Nggak yang muda, yang tua, sama aja."

"Udah, ah. Berangkat, yuk! Katanya lo ada pesenan fotokopi banyak hari ini?"

"Oh, iya, bener. Hampir aja gue lupa. Mana diambil jam sembilan pula."

Kedua wanita cantik itu bergegas keluar unit apartemen. Di depan unit, Bagas sudah menunggu dengan setelan jas biru dongker. Alesha langsung tersenyum melihat kekasihnya yang makin hari makin tampan itu. Wanita itu langsung mendekat sambil menyodorkan kotak makan yang dibawanya.

Aqila berdeham. "Sori, ya. Di sini masih ada orang lain, loh. Nggak usah pamer kemesraan di depan gue. Dan itu apa-apaan? Sengaja banget gitu couple-an?" protesnya yang menyadari jika pakaian sepasang kekasih itu selaras warnanya.

Alesha dan Bagas sama-sama melihat pakaian masing-masing lalu tertawa.

"Kita nggak janjian, kok, La. Mungkin ini yang namanya jodoh."

Aqila bertindak seperti orang yang sedang muntah setelah mendengar ucapan sahabatnya itu. Dia memilih untuk segera pergi sebelum melihat hal-hal romantis lainnya yang bisa membuat perutnya makin mual.

"Kenapa sama sahabatmu itu?" tanya Bagas setelah Aqila masuk ke dalam lift.

"Udah, biarin aja. Palingan cuma iri liat kita. Kita berangkat sekarang? Biar saya yang nyetir. Jadi, Bapak bisa makan nasi gorengnya."

Bagas mengangguk lalu menyerahkan kunci mobil kepada wanita di hadapannya itu. Kemudian, mereka berjalan menuju parkiran.

Sesampainya di kantor, bos dan sekretarisnya itu berjalan bersisian seperti biasa. Alesha mengecek ponsel dan memberitahukan jadwal dari bosnya itu dalam perjalanan ke lantai empat. Karyawan yang berada di sekitar mereka masih berbisik-bisik untuk menggosipkan kedekatan dua orang itu. Namun, kali ini Alesha bisa lebih percaya diri dengan tidak memedulikan lirikan sinis mereka.

Alesha berusaha untuk tetap profesional selama di kantor seperti yang sudah dibahasnya bersama Bagas semalam. Dia akan berusaha menjadi sekretaris dan kekasih yang bisa diandalkan.

"Permisi, Pak!" Alesha masuk ke ruangan Bagas untuk meletakkan secangkir kopi pahit buatannya di meja pria itu.

"Oh, iya, Alesha. Tolong buatkan rangkuman perjalanan kita selama di Jogja. Termasuk saat kita mengunjungi toko oleh-oleh di sana."

"Baik, Pak. Saya siapkan dulu materinya. Ada lagi yang bisa saya bantu?"

Bagas mengetukkan jari di meja sambil fokus menatap layar komputer. "Ah, sama ini satu lagi. Dokumen dari divisi quality control tolong kamu koreksi dengan benar. Setelah itu kamu serahkan sama saya."

Alesha mengangguk lalu berpamitan untuk kembali ke mejanya dan mengerjakan apa yang sudah diperintahkan oleh pimpinan itu.

Baru saja dia duduk di kursinya, seseornag datang dan meminta untuk bertemu Bagas. Wanita itu menanyakan identitas dari pria di hadapannya. Pria itu menyerahkan kartu nama dan mengutarakan keperluannya bertemu Bagas.

"Sebentar, ya, Pak. Saya tanyakan dulu sama Pak Bagas."

Alesha mengangkat gagang telepon di mejanya untuk menghubungi Bagas. Dia berdiri lalu mengantarkan pria itu ke ruangan bosnya setelah menutup telepon. Wanita itu membuka pintu dan mempersilakan pria bernama Sandi untuk masuk. Kemudian, dia menutup pintu kembali dan menuju pantri untuk membuatkan tamu tersebut minuman.

Wanita itu kembali ke mejanya setelah memberikan minuman untuk tamu Bagas dan langsung fokus ke layar komputer. Dia membuka catatan di ponselnya mengenai hasil sidak ke toko oleh-oleh di Yogyakarta. Dia menyusun dokumen tersebut seperti proposal pengajuan produk baru agar memudahkan Bagas untuk memeriksanya.

Tidak lupa juga dia memeriksa dokumen uji kelayakan produk terbaru perusahaan mereka yang akan dikirim kepada distributor di Yogyakarta. Alesha sudah membaca dua kali dokumen tersebut, tetapi masih kesulitan untuk memahami isinya. Dia sampai mencari melalui Google mengenai uji kelayakan produk.

Ah! Kenapa gue masih nggak ngerti juga? Tapi, kayaknya udah nggak ada yang salah, sih. Udahlah nanti langsung serahin aja sama Pak Bagas. Alesha berkata dalam hati. Dia berdiri saat mendengar pintu ruangan Bagas terbuka. Kedua pria itu keluar dari sana dan saling bersalaman sebelum akhirnya Sandi meninggalkan kantor.

Alesha mengambil hasil cetak proposal yang dibuatnya lalu mengikuti Bagas masuk ke ruangan.

"Pak, ini rangkuman hasil sidak ke toko oleh-oleh beberapa waktu lalu. Saya membuatnya seperti proposal agar mudah dipahami. Dan satu lagi, dokumen uji kelayakan produk yang Bapak minta."

Bagas menerima dua dokumen yang diserahkan oleh sekretarisnya itu lalu membacanya. Dada Alesha berdebar kencang menunggu hasil dari pekerjaannya itu. Dia sampai meremas tangan karena takut membuat kesalahan.

"Untuk proposal ini saya suka. Kamu udah masukin produk-produk unggulan di pasar Jogja sekaligus inovasi baru dari produk tersebut yang bisa kita gunakan untuk produksi selanjutnya. Tapi ...."

Jantung Alesha makin berdegup kencang saat pria di hadapannya itu mulai menggantung kalimat. Dia yakin pasti ada kesalahan.

"Kamu nggak periksa dokumen uji kelayakan ini? Kenapa masih ada salah di halaman empat belas? Di sini nggak disebutin apa bahanya jika mengonsumsi berlebih produk kita dan kekurangan-kekurangan lainnya."

Ditanya seperti itu, Alesha tidak bisa menjawab karena memang dia tidak mengerti. Wanita itu hanya meremas tangan sambil menunduk dalam.

"Maaf, Pak. Saya nggak paham soal uji kelayakan."

Alesha mendongak melihat Bagas yang berdiri dari kursi dan berjalan memutar hingga berada di hadapannya.

"Kalo nggak ngerti, kamu bisa tanya atau buka Google. Zaman sekarang nggak seprimitif dulu, Alesha! Kalo kayak gini sama aja nunda pekerjaan, kan?"

Untuk pertama kalinya, dia tidak merasa kesal mendapat omelan dari Bagas karena kesalahannya. Dia justru tersenyum melihat wajah tampan pria di hadapannya itu ketika marah-marah. Otot rahang pria itu terlihat lebih tegas dan semua itu justru membuatnya makin sayang.

Bersambung

~~~

Fiks, Alesha udah gila! Tergila-gila sama Pak Bagas. Inget kata Aqila, Sha!🥲

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top