Bab 59. Pepet Terus

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Bagas dengan sigap langsung menghentikan mobilnya saat wanita yang duduk di samping memajukan tubuh sambil menggebrak dasbor. Pria itu mengikuti arah pandang Alesha dan mendapati dua orang yang semalam ditemuinya berada di seberang. Dia memperhatikan sekretarisnya yang menahan marah dengan mengepal.

"Kamu mau kita samperin mereka?"

"Eh?" Alesha menoleh ke kanan menatap Bagas. "Kita bukannya mau makan siang, Pak?" Dia juga baru menyadari jika mobil yang dikemudikan oleh bosnya itu telah berhenti.

"Tapi, sepertinya kamu mau menyelesaikan sesuatu dengan mereka."

"Ah, maaf, Pak. Saya cuma kesel aja karena cowok itu ngedeketin sahabat saya."

Bagas menaikkan alisnya. "Kamu cemburu? Atau ada hubungan lain antara kamu dan pria itu?"

"Pak, kita samperin mereka dulu, ya. Saya nggak rela kalo sahabat saya dimanfaatin aja sama cowok itu. Nanti saya jelasin hubungannya dengan saya. Agak rumit, sih."

Bagas mengangguk lalu melajukan mobilnya ke kiri untuk mencari tempat putar balik agar bisa ke seberang. Dia juga fokus mendengarkan penjelasan singkat Alesha mengenai hubungan wanita itu dengan pria di seberang.

"Jadi, intinya. Cowok itu dijodohin sama saya. Tapi, saya nggak mau dan lebih milih keluar dari rumah. Akhirnya, saya terdampar di sini sebagai sekretaris Bapak. Terus, cowok itu nggak terima dan tetep ngejar saya sampek cari info melalui Aqila. Dia nggak akan berhenti sebelum saya bener-bener punya pasangan lain. Makanya, saya kesel banget liat dia deket-deket sama sahabat saya cuma buat manfaatin Aqila."

"Jadi, kamu butuh pria buat diakui sebagai kekasih agar bisa lepas dari dia? Termasuk acara kamu kencan buta dengan kekasih Mira kapan hari itu?"

"Ih, Bapak! Masih aja diinget lagi masalah itu. Saya jadi makin kesel, kan sekarang."

"Ya udah, kalo gitu kenapa kamu nggak pakek saya aja buat jadi kekasih kamu?"

"Hah?" Alesha membelalak menatap bosnya yang dengan santai mengucapkan hal itu.

"Alesha. Kamu nggak turun?"

Alesha mengerjap lalu melihat ke sekeliling. Mereka sudah tiba di depan toko Aqila. Bagas ikut turun dan berjalan di samping wanita itu. Kedua orang yang masih berdiri berhadapan sambil mengobrol itu, kompak menoleh bersama saat Alesha menyapa.

"Alesha? Kok, lo di sini?" tanya Aqila yang terkejut melihat sahabatnya.

Bagas menahan tangan Alesha yang hendak maju. Dia membuat wanita itu tetap berada di sampingnya. Pria itu bahkan tidak peduli ketika Alesha melotot kepadanya.

"Kenapa lo masih nemuin Aqila? Gue udah bilang, kan, kalo gue nggak bakal terima perjodohan itu sampek kapan pun. Jadi, mending lo jauh-jauh, deh, dari sahabat gue."

Kini, Bagas justru menyusupkan tangannya ke sela-sela jari tangan Alesha. Dia sempat merasakan jika wanita di sampingnya itu terkejut. Namun sesaat kemudian, pria itu merasakan Alesha membawa tangan mereka ke balik pinggang wanita itu.

"Gue rasa kita udah pernah ngomongin masalah ini, Sha. Dan gue di sini buat cari info soal lo. Aqila bilang lo masih sendiri sampek detik ini. Jadi, gue bakal tetep lanjutin perjodohan kita."

"Kata siapa dia masih sendiri? Alesha udah punya kekasih." Bagas mendahului Alesha yang hendak membalas ucapan Reza.

Ketiga orang di sekelilingnya menuntut jawaban pasti mengenai ucapannya barusan. Bagas tersenyum sambil menarik tangan Alesha lalu memperlihatkan genggaman tangan mereka.

Aqila mengernyit lalu menatap sahabatnya. "Sha, maksudnya apaan? Lo bilang kalo nggak ada hubungan apa-apa sama dia," tanyanya sambil menunjuk Bagas.

"Kita emang baru jadian selama perjalanan ke Jogja kemarin. Mungkin, Alesha belum siap memberitahukan hubungan kami. Apalagi, semalam kami sempat berselisih. Kalian saksinya."

"Bener, Sha?" Aqila belum bisa memercayai begitu saja ucapan Bagas hingga harus mengonfirmasinya kembali kepada Alesha.

Alesha tidak langsung menjawab dan justru menatap Bagas untuk meminta saran. Pria itu mengangguk sambil tersenyum.

"Seperti yang lo liat, gue sama Pak Bagas udah jadian."

"Nggak mungkin! Lo sama dia? Gue nggak percaya. Apa buktinya?" Reza maju hingga berdiri tepat di hadapan Alesha.

Bagas mengangkat tangan kanannya yang bebas untuk menghalangi tubuh Reza agar tidak lebih dekat lagi dengan sekretarisnya itu.

"Untuk apa membuktikan sesuatu sama kamu? Kami yang menjalani hubungan ini. Jadi, tolong jangan dekati kekasih saya dan temannya lagi. Usaha kamu bakal sia-sia."

"Tapi, Sha ...."

"Jangan salahkan saya kalo berbuat kasar sama kamu. Lebih baik sekarang kamu pergi," ucap Bagas memotong perkataan Reza. Pria itu beralih menatap Alesha. "Yuk, Sayang. Kita pergi dari sini. Kita mau makan di mana?"

Bagas bertanya sambil menuntun wanita yang kehabisan kata-kata itu menuju mobil. Tidak lupa dia membukakan pintu untuk sekretarisnya itu. Bahkan, pria itu melindungi kepala Alesha dengan tangannya saat wanita itu masuk ke kursi depan. Bagas tersenyum sambil menunduk kepada dua orang yang ternganga melihat aksinya itu lalu dia berjalan memutar menuju kursi pengemudi.

Di dalam mobil, Alesha hanya diam sambil terus memandangi bosnya dari samping. Bagas menyadari hal itu, tetapi dia membiarkannya.

"Kamu mau buat pipi saya bolong terus-terusan diliatin kayak gitu?" tanya Bagas sambil melirik ke samping kiri dan menahan senyum.

"Eh? Enggak, kok, Pak. Maaf." Wanita itu segera mengalihkan pandangannya ke depan. "Soal yang tadi, makasih, ya, Pak. Sebenernya, saya bingung harus ngerespons gimana."

"Nggak usah bingung. Kita jalani aja dulu. Toh, saya udah terlanjur bilang kalo kita udah jadian. Lagian, kenapa kita nggak seriusin aja? Saya single, kamu juga sama. Dan kita saling tertarik satu sama lain. So, nggak ada salahnya, kan?"

Bagas melirik dan melihat Alesha menunduk sambil meremas tangan. Dia tahu, tidak akan mudah menyakinkan wanita yang sudah menetapkan hati untuk seseorang.

"Saya akan nunggu dengan sabar sampek kamu bisa buka hati untuk saya."

Alesha mengangkat wajah lalu menoleh ke kanan. "Makasih, Pak. Saya akan coba."

"Nah, gitu, dong. Senyum biar makin cantik." Bagas mengangkat tangan kirinya untuk mengusap lembut kepala wanita itu.

Mereka tiba di sebuah kafe yang tidak jauh dari kawasan perkantoran. Sepasang kekasih itu berjalan bersisian memasuki kafe. Keduanya sama-sama memesan chicken steak dengan es jeruk sebagai menu makan siang. Sambil menunggu pesanan datang, Bagas mengirimkan pesan kepada Glen untuk mencari tahu mengenai Reza. Dia mengirimkan foto pria itu yang sempat diambilnya dari dalam mobil sebelum turun tadi. Setelah itu, dia beralih kepada Alesha yang sibuk dengan ponsel.

"Jadi, kalo boleh tau, kenapa kamu nolak perjodohan itu? Bukannya biasanya perjodohan itu untuk menguatkan perusahaan masing-masing?"

"Saya nggak mau diatur-atur kayak gitu, Pak. Lagian, saya bukan barang yang bisa dijadikan jaminan untuk perusahaan ayah saya," jawab Alesha setelah meletakkan ponselnya di meja.

Bagas mengangguk-angguk. Kemudian, mereka menghabiskan makan siang dalam diam setelah pelayan mengantarkan pesanan. Setelah selesai, Bagas menerima telepon dari Glen.

"Gue udah dapet info soal Reza Wahyu Arman. Bener kata lo, dia anak dari Beni Arman. Tapi, dari info yang gue dapet. Dia nggak pernah terlibat dengan kasus ayahnya." Glen langsung to the point saat Bagas mengangkat teleponnya.

"Oke. Nanti kita omongin lagi. Thanks, Bro!"

"Kita balik sekarang?" tanyanya kepada Alesha setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Glen di telepon.

Wanita itu mengangguk lalu berdiri dari kursinya. Bagas mengulurkan tangan kepada Alesha. Mereka meninggalkan kafe sambil bergandengan. Senyum manis tidak luntur dari wajah keduanya.

Bersambung

~~~

Pepet terus, Pak. Jangan kasih kendor.🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top