Bab 57. Kembali
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Bagas tersadar dari bengong saat terdengar kembali suara lift yang akan menutup. Dia bergegas memencet tombol buka lalu keluar dari benda kotak itu. Pria itu segera menarik tangan sekretarisnya sebelum wanita itu masuk ke kamar. Dia melihat Alesha mencoba menyembunyikan kegugupan dengan tidak berani menatap matanya.
"Kenapa kamu lari sebelum jawab pertanyaan saya?"
Lagi-lagi wanita itu hanya berkedip sambil memalingkan wajah. Bagas yang gemas akhirnya memegang pundak Alesha dan membuat wanita itu menatapnya.
"Sekarang kamu mau lari ke mana lagi?"
Alesha menggigit bibir bawahnya dan tetap tidak berani menatap Bagas. "Tolong lepasin, dong, Pak. Nanti kalo ada yang liat, nggak enak. Dikiranya kita mau ngapain-ngapain, lagi."
"Memangnya kita mau ngapain?" goda Bagas yang membuat wajah Alesha makin memerah.
Wanita di hadapan Bagas itu makin menutup rapat mulutnya dan menunduk dalam. Bagas makin gemas hingga menyentuh dagu wanita itu dengan telunjuk lalu mendongakkannya.
"Kalo ada yang nggak kamu suka, ngomong aja. Daripada kamu terpaksa harus selalu ngikutin saya dengan tampang cemberut kayak tadi. Untung aja aksi kamu bantuin cucu Pak Rendra bisa menutupi kekesalan kamu sama saya. Kalo nggak, bisa-bisa acara malam ini berantakan."
Bagas mundur saat Alesha mendorong lalu menatapnya tajam. Wanita di hadapannya saat ini sudah kembali menjadi sekretaris menyebalkan yang selalu membantah setiap perkataannya.
"Bapak pikir saya mau ikut ke sini? Kalo boleh milih, saya mending di rumah aja, Pak. Bisa jalan-jalan di akhir pekan. Nggak mikirin kerjaan. Saya juga nggak harus baper karena sikap dan perhatian Bapak sama saya. Bapak pikir saya seneng dapet perhatian dari Bapak? Enggak, Pak. Saya justru makin bingung sama perasaan saya sendiri. Kalo saya terus-terusan di samping Bapak, bisa-bisa pertahanan saya runtuh."
Bagas menangkap tangan Alesha yang dari tadi memukul-mukul dadanya sambil terus bicara. "Memangnya kamu lagi bangun pertahanan untuk apa?"
Alesha memundurkan kepalanya saat wajah Bagas makin mendekat. Pria itu tahu jika wanita di hadapannya sedang mati-matian menahan kesal.
"Ih, Bapak kok godain saya terus? Jangan salahin saya kalo akhirnya saya beneran tergoda, ya, Pak!"
Bagas tersenyum dan makin menatap intens kepada Alesha untuk menggoda wanita itu. "Bukannya kamu memang udah tergoda?"
"Bapak, setop! Saya nggak mau sampek menaruh hati sama Bapak. Saya nggak boleh jatuh cinta sama bos sendiri. Mending Bapak jauh-jauh. Saya mau masuk kamar dan beres-beres."
Sekali lagi, Alesha mendorong Bagas. Kali ini lebih keras dari sebelumnya hingga pria itu harus mundur beberapa langkah.
"Kalo saya yang mau buka hati untuk kamu, gimana?" tanya Bagas saat Alesha hendak membuka kamar.
Wanita itu hanya terdiam tanpa menoleh sedikit pun kepada Bagas. "Sepertinya tetep nggak akan berhasil, Pak. Pertahanan yang saya bangun terlalu kokoh untuk diruntuhkan," ucapnya setelah menghela napas panjang.
Bagas mengerutkan kening mendengar jawaban dari wanita yang kini sudah masuk dan menutup kamar di depannya itu. Beberapa detik kemudian, dia berbalik dan masuk ke kamarnya sendiri.
Keesokan paginya, Bagas sudah bersiap untuk kembali ke Jakarta. Dia keluar kamar dan hendak mengajak Alesha sarapan terlebih dulu sebelum berangkat ke bandara. Namun, wanita itu meninggalkannya begitu saja ketika Bagas baru menutup pintu kamar. Tanpa berpikir dua kali, pria itu langsung menyusul sekretarisnya yang masuk ke lift.
"Kamu hobi banget ninggalin saya, ya dari kemarin?"
"Saya bisa, loh, Pak ke bandara sendiri. Nggak perlu bareng-bareng kayak gini."
Alesha mengalihkan pembicaraan dan Bagas hanya berdeham untuk menanggapinya. Mereka sama-sama terdiam hingga lift terbuka di lantai satu.
"Kita bisa sarapan dulu sebelum ke bandara, Alesha!" ucap Bagas untuk menghentikan wanita yang berjalan ke arah lobi, bukan tempat makan seperti yang seharusnya.
"Saya makan di luar aja, Pak. Sekalian jalan ke bandara."
Bagas menarik tangan sekretaris itu agar mengikutinya. "Kita sarapan di sini. Dan kita akan ke bandara bersama. Itu jauh lebih menghemat pengeluaran, Alesha."
Alesha mendengkus kasar sambil mengentakkan kakinya mengikuti langkah Bagas. Sepanjang menghabiskan sarapan masing-masing, keduanya tidak ada yang berbicara. Begitu pun saat di dalam taksi. Alesha lebih memilih untuk duduk di samping sopir dan memainkan ponselnya, sementara Bagas duduk di jok belakang dan memejam sambil bersedekap.
Tiba di apartemen, Alesha turun terlebih dulu dari taksi lalu berjalan cepat dan meninggalkan Bagas. Namun secepat apa pun langkah wanita itu, Bagas tetap bisa menyusul. Di dalam lift, Alesha berkali-kali menarik napas.
"Oh, iya, Alesha! Besok jangan lupa siapkan kontrak kerja sama dengan PT. Interfood Cokrojoyo. Kalo bisa kamu siapkan malam ini. Jadi, besok pagi bisa langsung saya periksa."
Alesha yang awalnya menatap cermin di samping kanannya, langsung menoleh ke kiri untuk menatap Bagas. Dia baru saja tiba dari perjalanan bisnis yang melelahkan. Lebih tepatnya, hatinya lah yang lelah dengan sikap bosnya yang selalu berubah-ubah itu. Belum sempat istirahat dengan benar, bosnya itu sudah memberikan tugas baru lagi. Dia makin kesal ketika pria itu hanya mengangkat bahu ketika ditatap tajam olehnya.
"Ini yang buat saya harus mikir berkali-kali lipat buat naksir Bapak. Kenapa Bapak harus bahas pekerjaan di hari libur terakhir saya yang tinggal beberapa jam ini, Pak? Kenapa?"
Bagas terdiam dan hanya membalas dengan tersenyum. Dia sadar kalau permintaannya kali ini sedikit menyebalkan. Namun, bukankah tidak masalah membahas pekerjaan selama ada waktu luang?
Bagas melihat Alesha berdecak sambil menggeleng sebelum keluar dari lift. Dia mengejar wanita itu hingga tiba di depan unit apartemen masing-masing. Pria itu menghalangi sekretarisnya yang hendak masuk ke unit. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mereka harus bersikap seperti itu.
"Bapak mau apa lagi? Saya capek dan sekarang mau istirahat. Nanti malam kalo saya sudah nggak capek lagi, pasti saya kerjakan perjanjian kerja sama itu, Pak. Jadi, tolong Bapak bisa minggir sekarang."
"Alesha, kita masih harus bicara. Sepertinya kamu masih marah sama saya. Gimana kita bisa kerja bareng kalo kamu nggak nyaman deket-deket sama saya?"
"Makanya, Bapak lebih baik jauh-jauh dari saya, deh!"
"Kamu beneran nggak mau mengakui perasaan kamu ke saya?"
"Bapak nggak usah aneh-aneh, deh. Saya masih cukup waras untuk nggak memikirkan hubungan antara bos dan karyawannya. Jadi, tolong Bapak nggak usah mancing-mancing lagi."
Aqila baru saja datang dan bertepatan dengan Bagas yang menggenggam tangan sahabatnya. Wanita itu berdeham untuk mengonfirmasi tentang keberadaannya. Dia menoleh kapada pria yang datang bersamanya. Tampak jelas dari wajah pria itu jika dia tidak suka dengan kebersamaan Alesha dan Bagas.
"Aqila? Kok lo bisa sama Reza?" Alesha bertanya setelah mendengar dehaman dari sahabatnya itu.
"Lo sendiri ngapain sama Pak Bagas di depan unit apartemen kayak gini? Pakek pegangan tangan pula?"
Alesha berusaha melepas genggaman Bagas, tetapi pria itu makin mengeratkan genggamannya.
Bersambung
~~~
Pak Bagas, sukanya mancing-mancing. Awas, kepancing sendiri!🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top