Bab 56. Hampir Saja

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Alesha baru saja memilih satu produk yang menarik perhatiannya dan ingin meminta pendapat sang bos. Namun, saat menoleh ke belakang dia justru dikejutkan oleh pemandangan bosnya tengah berpelukan dengan seorang wanita. Yah, meski si wanitalah yang memeluk Bagas, tetap saja dalam penglihatan Alesha mereka sedang berpelukan. Dia memelotot dan makin kesal karena pria itu hanya mengangkat bahu ketika tatapan mereka bertemu.

"Sori. Kamu kenal saya?"

Alesha langsung berbalik saat mendengar Bagas berbicara kepada wanita yang dengan lancang telah memeluk pria itu. Kemudian, dia meletakkan produk yang diambilnya tadi ke tempat semula. Dengan masih sangat kesal, dia memilih pergi dari toko tersebut. Namun, Bagas menghentikannya dan menahan Alesha agar tetap berada di sana.

"Jadi, kamu siapa? Dan apa saya boleh menemui pemilik toko ini?" lanjut Bagas sambil tetap menggandeng tangan sekretarisnya.

Alesha balas menatap tajam saat wanita di hadapan Bagas menatapnya tidak suka. Dia melihat wanita itu menghampiri wanita paruh baya yang sedang menawarkan produk kepada pembeli. Wanita muda itu membisikkan sesuatu lalu mereka menghampiri Bagas setelah berbicara kepada pembeli tersebut.

"Selamat sore! Ada yang bisa saya bantu? Putri saya bilang kalo kalian mau bertemu dengan saya."

Alesha menoleh kepada Bagas yang juga sedang menatapnya. Pria itu hanya mengeratkan genggaman di tangannya sebagai isyarat bahwa semuanya baik-baik saja. Setelah Alesha mengangguk, bosnya itu kembali menatap pemilik toko.

Wanita muda itu kembali membisikkan sesuatu hingga membuat pemilik toko itu terkejut lalu menatap Bagas.

"Kamu Bagas? Bagas yang dulu pernah tinggal sama kami?"

Alesha mengerutkan kening mendengar pertanyaan itu. Sebenernya mereka ini siapa? Apa Pak Bagas mengenal mereka? Ah, sudahlah. Aku nggak ngerti dan nggak perlu ikut campur, pikirnya.

"Benar, Tante. Ini aku Bagas." Bagas beralih menatap wanita muda yang tadi memeluknya itu. "Jadi, kamu Veni?"

"Ya ampun, Bagas! Kamu udah dewasa sekarang. Kamu tinggal di mana? Maaf karena selama ini nggak ngubungin kamu. Ceritanya panjang."

"Aku menetap di Jakarta, Tante. Aku yang harusnya minta maaf karena butuh waktu lama untuk menemukan kalian."

Bagas melepas genggamannya di tangan Alesha untuk mengusap lengan kirinya yang dipukul keras oleh Veni.

"Sombong banget nggak inget sama aku. Padahal, aku masih inget banget sama wajah Kak Bagas."

Bagas tertawa. "Sori, terakhir aku ketemu kamu itu waktu kamu masih SD. Dan sekarang kamu udah gede gini."

Wanita bernama Veni itu memajukan bibir. "Bilang aja emang nggak mau inget aku."

"Sudah-sudah. Kenapa kalian jadi bertengkar gini?" Pemilik toko itu beralih menatap Alesha. "Ini siapanya Bagas? Pacarnya?"

"Oh?" Alesha menatap ketiga orang di dekatnya itu bergantian. "Bukan, Bu. Saya sekretaris Pak Bagas."

Seketika, Alesha menyesali jawabannya setelah melihat wajah berbinar dari Veni. Seharusnya wanita itu mengiakan saja bahwa dia pacar Bagas.

"Oh, maaf. Tante pikir kalian pasangan kekasih. Kalo gitu, kita ke rumah Tante aja. Deket, kok dari sini."

Alesha berharap Bagas menolaknya. Mereka masih harus bersiap-siap untuk acara makan malam bersama Rendra. Tidak mungkin mereka datang ke acara itu dengan pakaian yang dikenakan saat ini.

Dua jam kemudian, mereka sudah berada di sebuah restoran keluarga yang cukup terkenal di Yogyakarta. Kali ini Alesha mengenakan gaun santai selutut berwarna merah muda yang baru dibelinya siang tadi. Dia berjalan sedikit di belakang Bagas. Wanita itu masih kesal dengan bosnya karena kejadian sore tadi.

Alesha sudah mengingatkan tentang makan malam tersebut, tetapi Bagas justru tetap menerima tawaran untuk mampir ke rumah pemilik toko itu. Rasa kesalnya makin berkali-kali lipat karena dia seolah tak kasat mata berada di antara mereka. Dia memang tidak tahu menahu mengenai hubungan yang terjalin di antara ketiganya. Namun, tidak satu pun dari mereka yang berinisiatif untuk menjelaskan kepadanya. Apalagi Bagas, pria itu hanya bersenang-senang sendiri sambil mengingat masa lalu.

Wanita itu mengubah ekspresi wajahnya ketika Rendra menyapa dan menyambut mereka. Dia tersenyum manis melihat gadis kecil yang sejak kemarin menjadi temannya itu. Gadis itu menggandeng dan mengajaknya masuk ke ruangan. Alesha tak berhenti tersenyum mendengar cerita gadis kecil itu. Setidaknya, dia bisa melupakan rasa kesalnya kepada Bagas untuk sesaat.

Ketika makan malam berlangsung, cucu dari Rendra menolak jus buah naga yang diberikan oleh ibunya. Gadis kecil itu rupanya masih sangat bergantung dengan susu dan tidak suka buah.

"Boleh saya minta susu dan jus buah naganya?" minta Alesha kepada putri Rendra.

Setelah mendapatkan yang diminta, Alesha segera mencampur kedua minuman itu. Dia memberikan minuman hasil kreasi dadakan itu kepada gadis kecil yang masih merajuk.

"Kakak punya sesuatu yang bakal kamu suka. Kamu mau coba?"

Gadis itu menggeleng sambil tetap mamajukan bibir dan bersedekap. Alesha tidak kehabisan akal. Wanita itu meminum dan menunjukkannya kepada cucu dari Rendra itu.

"Hem, seger banget. Manis. Warnanya juga cantik, berubah jadi ungu."

Awalnya gadis itu hanya melirik, lalu karena penasaran dia mulai menyentuh gelasnya dan mencicipi sedikit. Dari tegukan pertama bertambah menjadi tegukan kedua, ketiga, dan setengah gelas sudah berkurang.

"Gimana? Enak, kan?"

Gadis itu mengangguk antusias dan menyeruput gelasnya lagi. Alesha tersenyum melihatnya lalu teringat sesuatu, dia segera mencatat apa yang dilakukannya tadi di ponsel. Minuman susu dengan rasa buah naga itu bisa menjadi produk baru yang pasti laris di pasaran.

Alesha menyalami Rendra yang mengucapkan terima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk makan malam bersama. Pria yang seumuran dengan ayahnya itu juga sangat menghargai temuan baru yang cukup menarik.

"Saya tunggu produk-produk baru dari perusahaan Pak Bagas."

"Terima kasih, Pak. Pasti akan kami kabari."

Alesha berjalan lebih dulu setelah berpamitan kepada Rendra. Dia tidak peduli dengan panggilan Bagas. Rasa kesalnya kembali lagi setelah mereka tinggal berdua saja. Wanita itu langsung menyetop taksi pertama yang lewat. Bagas tidak mau ketinggalan dan bergegas masuk di jok depan samping pengemudi.

Lagi-lagi Alesha meninggalkan bosnya yang masih membayar ongkos taksi ketika mereka sudah tiba di hotel. Dia segera masuk lift dan langsung menutupnya. Wanita itu mendengkus saat Bagas berhasil menyusul sebelum pintu lift tertutup. Alesha segera mengambil jarak sejauh mungkin dari pria itu.

"Kamu marah sama saya?"

Alesha tetap bungkam dan tidak memedulikan pertanyaan dari bosnya itu. Dia mengeluarkan ponsel dan menyibukkan diri dengan benda persegi panjang itu.

"Alesha! Saya nggak ngerti kenapa kamu marah sama saya. Kalo kamu nggak ngomong gimana saya bisa tau?" Bagas mengimpit tubuh Alesha di antara tubuhnya dan dinding lift.

"Bapak pikir aja sendiri! Emang enak nggak dipeduliin?"

"Astaga, Alesha! Kamu marah karena saya lebih milih mampir ke rumah keluarga lama saya?"

Keluarga lama? Alesha berpikir sambil berkedip tiga kali. Alesha menatap Bagas karena pria itu menyentuh dagunya agar mendongak.

"Kamu marah karena saya bikin kita terlambat di acara makan malam itu atau karena Veni yang selalu menempel sama saya?"

Wanita itu kehabisan kata-kata dan berusaha mengalihkan tatapannya ke arah lain, tetapi tangan Bagas menahan dagunya.

"Kamu cemburu?" tanya Bagas lagi yang makin mendekatkan wajahnya.

Suara pintu lift yang terbuka menyelamatkan Alesha dari tekanan Bagas. Dia segera menyelinap untuk keluar dari lift. "Saya duluan, Pak. Mau beresin barang buat pulang besok."

Huh! Hampir aja. Tatapan Pak Bagas emang maut banget. Alesha berjalan cepat menuju kamarnya dan meninggalkan Bagas yang masih berdiri di dalam lift.

Bersambung

~~~

Ke Malioboro jangan lupa belanja sama foto, ya, Sha!😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top