Bab 54. Makan Malam

▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Sepanjang perjalanan ke hotel, Alesha maupun Bagas tidak bersuara sama sekali. Mereka hanya sesekali menanggapi ucapan Andre mengenai Rendra dan perusahaannya. Alesha benar-benar malu kepada dua pria yang duduk di bangku belakang itu.

"Saya duluan ke kamar, Pak Bagas, Pak Andre." Alesha buru-buru meninggalkan dua pria tersebut setelah tiba di lobi hotel.

"Bego, bego, bego! Kenapa lo bisa kelepasan sampek meluk bos sendiri, sih, Sha! Malunya itu, loh. Mana ada Pak Andre, juga. Kalo ada gosip aneh-aneh yang tersebar di kantor, itu bukan salah siapa-siapa. Salah lo sendiri, Alesha!"

Wanita itu menggerutu saat berada di dalam lift. Dia benar-benar merutuki kebodohannya yang tidak bisa menahan diri. Alesha menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Baru saja merasa tenang, tiba-tiba dia berbalik dan memukuli dinding lift. Kenapa dia selalu membuat masalah dan mempermalukan diri sendiri di depan Bagas?

Pintu lift terbuka di lantai sembilan. Alesha bergegas menuju kamarnya dan berniat mengunci diri sampai pagi. Dia akan membuat alasan agar tidak ikut acara makan malam bersama Rendra. Wanita itu tidak bisa membayangkan nasibnya jika malam ini dia berbuat hal yang memalukan lagi. Tidak. Tidak. Tidak. Dia tidak akan merusak kesan wanita terhormat yang selama ini sudah melekat kepadanya.

Wanita yang mengenakan blus merah muda itu masuk ke kamar dan melempar tasnya ke lantai begitu saja. Kamarnya persis seperti kapal pecah. Saat bangun terlambat tadi, dia mengeluarkan semua isi kopernya untuk mencari baju yang pantas digunakan dalam pertemuan formal. Bukannya merapikan kembali barang-barangnya ke dalam koper, wanita itu lebih memilih merebahkan diri di kasur yang masih berantakan.

"Alesha! Alesha, kamu di dalam, kan?"

Rasanya baru lima menit memejamkan mata, tetapi Alesha sudah bermimpi mendengar suara bos gantengnya itu. Namun, suara ketukan pintu berulang kali membuatnya berpikir dalam lelap. Tunggu! Tidak mungkin Bagas mengetuk pintu dalam mimpinya. Seketika Alesha membuka mata dan langsung terduduk. Dia memegangi kepalanya yang terasa amat berat. Wanita itu berjalan ke pintu dengan sedikit sempoyongan setelah mendengar ketukan dan suara Bagas lagi.

"Iya, ada apa, Pak?" tanyanya sambil memegangi kepala.

Alesha langsung mundur saat Bagas menempelkan tangan ke keningnya. Rasa nyut-nyutan di kepalanya kini beralih ke dada ketika pria itu makin mendekatkan diri.

"Kamu sakit? Kok pucet mukanya?"

Wanita itu hanya mampu berkedip-kedip saat ditanya sedekat ini. Perlahan, Alesha mendorong Bagas agar manjauh. Kemudian, dia menghela napas panjang untuk menenangkan diri.

"Saya nggak apa-apa, Pak. Cuma kaget aja waktu Bapak ngetuk pintu sambil manggil-manggil nama saya. Saya lagi enak-enaknya tidur. Jadi, sekarang sedikit pusing. Memangnya ada apa Bapak ke kamar saya?"

"Kamu belum siap-siap untuk acara makan malam?"

Alesha mengerjap lagi lalu memperhatikan penampilan bosnya yang terlihat lebih segar meski masih mengenakan kaus dan celana olahraga.

"Saya lupa ngasih tau Bapak kalo saya mau istirahat di sini aja. Bapak, kan, bisa ditemenin Pak Andre. Jadi, saya nggak usah ikut." Alesha memasang wajah melas agar Bagas menyetujuinya.

"Kamu nggak baca pesan saya? Pak Andre harus pulang malam ini karena dapet kabar dari rumah kalo anaknya abis jatuh dan harus dilarikan ke rumah sakit. Jadi, saya kasih izin untuk pulang duluan. Makanya sekarang saya di sini minta kamu temenin ke acara makan malam itu."

"Harus saya, Pak? Nggak bisa Bapak pergi sendiri gitu?"

"Kalo semuanya harus saya lakukan sendiri, kenapa juga saya harus ngajak kamu, Alesha? Kamu mau pulang juga seperti Pak Andre? Sekalian nggak usah ngantor lagi."

"Ih, Bapak mainnya ngancem gitu."

"Kamu yang bikin saya kesel!"

Alesha memajukan bibirnya. Mereka masih berdiri berhadapan dengan Alesha menempel pada tembok. Bagas menyentil kening sekretarisnya itu lalu berbalik untuk kembali ke kamarnya.

"Satu jam lagi saya jemput ke sini. Saya harap kamu sudah siap, Alesha! Kamu nggak berniat membuat kita terlambat untuk kedua kalinya dalam sehari, kan?"

Wanita itu segera berdiri tegak. "Iya, Pak. Saya langsung siap-siap ini."

Alesha menghela napas setelah menutup pintu kamar dan bersandar di sana. Dia terbelalak melihat kekacauan kamarnya. Wanita itu bergegas membereskan barang-barangnya sekaligus mencari pakaian yang cocok untuk acara makan malam nanti. Satu jam kemudian, dia sudah siap dengan mengenakan blus berenda yang ditutupi kardigan dan dipadukan dengan rok sepan selutut.

Terdengar ketukan di pintu, Alesha bercermin sekali lagi untuk memastikan penampilannya sempurna. Dia segera membuka pintu sebelum Bagas membuat keributan lagi. Wanita itu sempat terpaku melihat penampilan bosnya yang begitu tampan. Kaus putih yang dipadukan dengan jaket dan celana jin itu makin membuat hati Alesha meronta-ronta ingin memeluk dan mengecup pipi pria di hadapannya.

"Sudah siap? Kita pergi sekarang."

Ya ampun! Denger suaranya aja bisa bikin gue meleleh. Gimana, dong? Bisa-bisa gue beneran naksir orang ini. Terus nasib pangeran kecil gue gimana? Alesha menggeleng untuk membuyarkan pikiran kacaunya itu. Dia mengikuti Bagas setelah mengunci pintu kamar.

Tiba di alamat yang telah dikirimkan oleh sekretaris Rendra siang tadi, mereka turun dari taksi dan memasuki sebuah restoran mewah. Seorang pelayan menanyakan nama yang digunakan untuk reservasi. Pelayan itu mengantarkan mereka menuju meja yang dimaksud setelah menyebutkan nama Rendra.

Alesha melihat Bagas membalas lambaian tangan Rendra ketika mereka sudah dekat dengan ruang VVIP. Wanita itu berhenti saat melihat seorang gadis kecil berusia sekitar lima tahun terjatuh di sampingnya. Dia membantu gadis kecil itu berdiri lalu mendudukkannya di salah satu kursi kosong. Gadis kecil itu terus menangis sambil memegangi lutut. Alesha dengan lembut membujuk gadis kecil itu agar memperlihatkan lukanya.

"Kamu tau nggak? Dulu waktu aku masih kecil. Aku juga pernah jatuh dan luka kayak kamu gini. Aku juga terus menangis karena kesakitan. Terus, ada kakak cowok yang bilang gini sama aku. 'Pejamkan matamu dan bilang yang kenceng kalo kamu gadis yang kuat. Luka kecil kayak gitu bukan apa-apa karena kamu jauh lebih besar dari luka itu.' Lalu aku mengikutinya dan setelah membuka mata, luka itu nggak kerasa sakit lagi."

Gadis kecil di hadapan Alesha mengikuti ucapannya. Perlahan, tangis gadis kecil itu mulai mereda lalu menghilang. Gadis kecil yang manis itu membuka mata sambil tersenyum lalu mengucapkan terima kasih kepada Alesha.

Wanita itu mengikuti langkah kecil dari gadis yang menarik tangannya. Ternyata, gadis kecil itu membawanya ke hadapan Rendra. Cucu dari pimpinan perusahaan distributor itu menceritakan kembali apa yang baru saja dialaminya. Kemudian, Rendra mengajak Bagas dan Alesha untuk makan malam.

Mereka membicarakan keputusan yang telah diambil oleh Rendra mengenai kerja sama perusahaan mereka. Senyum manis terukir di bibir Alesha saat mendengar Rendra akan menandatangani dokumen kerja sama itu.

"Baiklah, kalo begitu Pak Rendra. Terima kasih atas jamuan makan malamnya. Kami akan segera mengirimkan dokumen kerja sama kepada sekretraris Bapak. Kami usahakan dalam minggu depan. Setelah kami kembali ke Jakarta."

Rendra menjabat tangan Bagas erat lalu beralih kepada Alesha. Kemudian, mereka pamit untuk kembali ke hotel. Tidak lupa Alesha juga berpamitan dengan teman barunya itu. Cucu dari Rendra itu melambai saat mereka pergi.

Alesha hendak mengucapkan selamat malam ketika mereka tiba di depan kamar hotel masing-masing. Namun, justru dirinya yang mendapat ucapan selamat malam dengan bonus kecupan di kening dari bosnya itu. Selama beberapa detik dia mematung dan baru tersadar ketika terdengar suara pintu tertutup dari hadapannya. Wanita itu memegangi dadanya yang berdegup kencang lalu beralih ke pipi yang terasa panas. Dia tersenyum malu lalu bergegas memasuki kamar dan berteriak sekencang-kencangnya di dalam sana.

Bersambung

~~~

Aw, aw, aw! Pak Bagas kenapa, tuh?😱

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top