Bab 53. Presentasi

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Pukul 12.45 WIB Bagas sudah berpakaian rapi dan berdiri di depan kamar Alesha bersama dengan kepala divisi pemasaran. Dia sudah mengetuk pintu kamar wanita itu untuk kelima kalinya, tetapi belum juga mendapat respons dari dalam. Hingga lima menit kemudian, pria itu menelepon sekretarisnya berkali-kali dan tetap tidak mendapatkan jawaban.

Kalau saja mereka tidak berada di hotel, pasti Bagas sudah mendobrak pintu kamar Alesha dan menarik wanita itu ke luar. Pria itu masih mencoba bersabar dengan mengetuk lagi pintu kamar sekretarisnya itu. Hingga pukul satu tepat, dia menghubungi bagian resepsionis dan meminta kartu akses cadangan untuk membuka kamar tersebut.

"Alesha! Kalo kamu belum bangun juga, saya terpaksa harus buka kamar kamu dengan kartu akses cadangan. Jangan salahkan saya nanti. Saya buka sekarang!"

Bagas berteriak dari luar untuk membangunkan wanita itu. Aksinya itu bahkan sampai memancing tamu lain hingga membuat kerumunan di dekat kamar Alesha.

"Saya buka sekarang, Alesha!" Bagas memberikan kode kepada seorang pria yang merupakan pelayan kamar untuk membuka pintu.

Beberapa saat sebelum kartu akses cadangan itu menyentuh hendel pintu, terdengar suara dari dalam. Bagas meminta pelayan kamar tersebut untuk mundur.

Pintu terbuka dari dalam dan menampilkan sosok Alesha yang baru bangun tidur. Dengan wajah memerah menahan malu, wanita itu menunduk sambil mengucapkan maaf kepada Bagas dan beberapa orang yang berkerumun di dekat kamarnya.

Bagas segera mengambil alih untuk membubarkan kerumunan tersebut. Kemudian, dia berterima kasih kepada pelayan kamar yang sudah membantunya lalu meminta pria itu meninggalkan mereka.

"Pak, saya bener-bener minta maaf. Saya tidur dan kelupaan memasang alarm. Tolong kasih waktu saya sebentar untuk bersiap." Alesha menunduk dalam hingga membungkuk.

Bagas bersedekap lalu memperhatikan penampilan Alesha yang kacau. "Ya udah. Saya harap waktu sepuluh menit sudah cukup untuk kamu bersiap. Saya dan Pak Andre tunggu kamu di lobi. Kita udah terlambat."

Alesha menunduk sekali lagi dan berterim kasih. Bagas menunggu hingga sekretarisnya itu masuk kembali ke kamar lalu dia dan Andre pergi ke lobi menggunakan lift.

"Pak Bagas, Pak Andre. Sekali lagi saya minta maaf. Gara-gara saya tidurnya lama, kita jadi terlambat."

Kini ketiga orang itu sudah berada di dalam taksi yang akan membawa mereka ke lokasi pertemuan dengan distributor. Alesha yang duduk di samping sopir menoleh ke belakang untuk meminta maaf yang kesekian kalinya.

"Kamu sudah minta maaf berkali-kali, Alesha. Lebih baik sekarang kamu hubungi distributor itu." Bagas mengingatkan wanita itu agar tetap fokus pada pekerjaannya.

"Baik, Pak. Saya sudah menghubungi mereka saat masih di kamar tadi. Mereka mau menunggu kita sampai jam dua."

Alesha melihat ponsel yang menunjukkan pukul 13.40 WIB. Dia beralih menghadap sopir di samping kanannya.

"Pak, agak ngebut, ya," sambungnya.

Bagas turun lebih dulu dan langsung memutar untuk membantu membukakan pintu sekretarisnya. Dia melihat wanita itu merapikan blusnya sebelum turun dan mengucapkan terima kassih kepada bosnya. Perhatian kecil Bagas itu tidak luput dari penglihatan Andre yang sudah berdiri menunggu di depan lobi kantor PT. Interfood Cokrojoyo.

Kepala divisi pemasaran itu sempat mengambil foto dan video saat di depan gedung kantor tersebut. Kemudian, dia mengunggahnya di media sosial agar istri tercinta tidak curiga dengan apa yang dilakukan di luar kota. Bagas sempat melihat aktivitas karyawannya itu saat merekam video yang juga merekam dirinya ketika membukakan pintu taksi untuk Alesha.

Memasuki lobi, mereka disambut oleh sekretaris dari pimpinan perusahaan tersebut. Wanita itu membawa mereka ke ruang rapat di lantai tiga. Tiba di sana, Rendra yang merupakan pimpinan sekaligus pemilik perusahaan sudah menunggu. Sekretaris pria itu mempersilakaan mereka duduk dan memperkenalkan diri masing-masing.

"Pak Bagas! Senang sekali akhirnya kita bisa ketemu langsung. Maaf, kalo harus meminta Bapak jauh-jauh datang kemari." Rendra berdiri dan menyambut kedatangan Bagas serta dua karyawannya.

"Tidak masalah, Pak Rendra. Saya sangat berterima kasih karena sudah diundang kemari untuk membicarakan bisnis. Semoga saja tawaran dari kami bisa membuat Bapak tertarik."

Rendra tertawa mendengar keterusterangan Bagas. "Benar kata Regi. Kamu adalah anak muda yang tidak sabaran."

"Ah!" Bagas ikut tertawa setelah menyadari keterburu-buruannya membicarakan bisnis.

Selanjutnya, Bagas memperkenalkan Alesha dan Andre. Kedua karyawan itu langsung berdiri dan menyalami Rendra. Calon rekan bisnis mereka itu sempat menggenggam erat tangan Alesha lalu menepuk pelan pundak wanita itu. Kemudian, mereka mulai mengobrol santai. Setelah kurang lebih tiga puluh menit berbasa-basi, akhirnya Rendra mempersilakan Bagas untuk mempresentasikan produk unggulan dari perusahaannya.

Alesha berdiri setelah mendapat kode dari bosnya. Dia dibantu oleh sekretaris Rendra menyiapkan presentasi di depan. Wanita itu menghela napas panjang lalu tersenyum sebelum memulai presentasi.

Bagas tersenyum bangga seraya terus mengangguk-angguk melihat cara sekretarisnya itu mempresentasikan mengenai perusahaan dan produk unggulan mereka. Pria itu juga memperhatikan ekspresi dari Rendra yang terlihat puas sambil membaca draf dari produk perusahannya.

"Tidak hanya itu, perusahaan kami terus mengembangkan produksi makanan dan minuman mengikuti selera pasar. Yang sedang berjalan saat ini, perusahaan kami sedang dalam proses memproduksi keripik kentang. Dan keunggulannya adalah kentang yang kami pakai berasal dari petani lokal yang merupakan petani binaan perusahaan kami langsung. Jadi, sudah pasti untuk kualitas sangat terjaga."

Alesha mengakhiri presentasinya dengan penutup yang sangat apik. Rendra berdiri memberikan tepuk tangan diikuti oleh ketiga orang lainnya yang berada di ruangan tersebut. Bagas tidak berhenti tersenyum dan mengacungkan jempol kepada sekretarisnya itu.

"Regi memang tidak pernah salah menilai orang. Dan kamu memang pintar memilih sekretaris," ucap Rendra dengan menunjuk Bagas.

"Terima kasih, Pak."

Bagas menarik kursi di sampingnya saat Alesha kembali dan hendak duduk. Dia juga memegangi pinggiran meja ketika wanita itu mengambil pulpen yang terjatuh sambil terus menjawab pertanyaan dari Rendra mengenai produk perusahaannya. Dia dibantu oleh Andre yang memang bertugas untuk meyakinkan distributor agar mau memasarkan produk mereka.

Sekretaris Rendra mendekat dan membisikkan sesuatu. Kemudian, pria paruh baya itu berdiri.

"Ah, maaf sekali saya harus pergi. Tapi, saya sangat suka dengan presentasi barusan dan tertarik untuk mengulik lebih jauh lagi mengenai produk-produk perusahaan Pak Bagas. Begini saja, sambil saya memikirkan keputusan yang akan saya ambil. Bagaimana kalo nanti malam kita bertemu lagi dengan suasana yang lebih santai. Agar bisa mengobrol tentang banyak hal lagi. Nanti biar sekretaris saya yang mengirimkan alamatnya. Kalian tidak buru-buru untuk meninggalkan Jogja, kan?"

"Oh, tentu saja tidak, Pak. Saya sudah bertekad untuk tidak kembali ke Jakarta sebelum mendapat persetujuan kerja sama dari Bapak."

Rendra tertawa sambil mengangguk-angguk. "Bagus! Sampai ketemu nanti malam." Rendra menepuk pundak Bagas sebelum meninggalkan ruangan.

"Pak, apa itu artinya kita akan mendapat kabar baik dari Pak Rendra? Presentasi saya berhasil?"

Bagas mengangguk sambil tersenyum melihat wajah berbinar dari sekretarisnya itu. Beberapa detik berikutnya, dia terpaku karena terkejut menerima pelukan spontan dari Alesha. Wanita itu makin mengeratkan pelukannya sambil berkali-kali mengucapkan selamat dan terima kasih. Sementara, wajah Bagas makin memerah seperti kepiting rebus. Belum lagi dia harus menahan malu di hadapan Andre yang menyaksikan hal tersebut.

Bersambung

~~~

Eh, senengnya Pak Bagas liat Alesha presentasi.🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top