Bab 50. Menyiapkan Bahan Presentasi

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Alesha sedang menyelesaikan pemesanan tiket pesawat dan kamar hotel untuk perjalanan bisnis bosnya ke Yogyakarta selama tiga hari. Dia menoleh saat pintu ruangan Bagas terbuka lalu pria itu dan kepala divisi riset keluar dari sana. Wanita itu melebarkan telinga untuk menguping pembicaraan bosnya. Dia yakin ada suatu masalah yang membawa kepala divisi riset buru-buru menemui pimpinan perusahaan.

"Terima kasih, Pak Bagas. Kalo gitu saya kembali bekerja lagi."

"Nanti kita pantau aja seminggu ke depan. Kalo memang tidak ada kemajuan, kita pakek solusi yang saya bicarakan tadi."

"Baik, Pak."

Kepala divisi riset itu menunduk sopan untuk berpamitan kepada Bagas. Kemudian, pria itu masuk kembali ke ruangannya. Alesha mendengkus kecewa karena tidak mendapat informasi apa pun mengenai masalah yang sedang dihadapi perusahaannya itu. Tidak sampai dua menit, pria itu keluar lagi dan menghampiri meja sekretarisnya. Alesha langsung berdiri menyambut bosnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Saya keluar dulu. Tolong kalo ada janji sampek makan siang, batalin aja."

"Kalo boleh saya tau, Bapak mau ke mana? Takut nanti ada yang tanya."

"Kamu bilang aja saya masih ada urusan di luar. Kalo gitu saya serahin kerjaan kantor sama kamu. Saya pergi sekarang."

"Pak!" panggil Alesha saat Bagas baru berbalik dan hendak meninggalkan mejanya.

"Kenapa lagi?"

Alesha tersenyum saat bosnya itu berbalik menghadapnya lagi. "Itu, Pak. Soal tiket pesawat dan kamar hotel sudah siap semua. Apa ada yang harus saya kerjakan lagi soal perjalanan bisnis Bapak ke Jogja?"

Bagas berpikir sebentar. "Ah, iya. Tolong kamu siapkan presentasi seperti saat kita menemui Pak Regi. Kamu siapkan semua keunggulan produk kita supaya bisa meyakinkan distributor untuk membeli dan memasarkan produk kita."

"Baik, Pak."

"Terima kasih karena sudah menyiapkan semuanya. Saya minta bahan presentasi itu selesai Jumat pagi sebelum berangkat."

Bagas benar-benar meninggalkan meja sekretrarisnya setelah Alesha menyanggupi permintaannya itu. Wanita itu segera membuka kembali bahan presentasi yang pernah dia siapkan untuk PT. Fajar Gemilang sebagai acuan.

Alesha sangat sibuk setelah Bagas meninggalkan kantor. Dia harus memberi pengertian kepada beberapa orang yang datang untuk menemui bosnya itu. Dia juga harus memeriksa beberapa dokumen penting yang membutuhkan segera persetujuan dari pimpinan perusahaan. Hingga waktu makan siang tiba, wanita itu masih berusaha menyelesaikan bahan presentasi yang akan digunakan dalam perjalanan bisnis kali ini.

Wanita berusia 26 tahun itu berdiri dari kursinya lalu meregangkan tubuh yang terasa kaku. Dia lalu mengambil ponsel untuk menghubungi Aqila dan ingin mengajaknya makan siang bersama. Namun, wanita itu menolak karena sudah ada janji dengan seseorang yang tidak disebutkan namanya oleh Aqila.

"Mencurigakan! Emangnya dia punya janji sama siapa sampek nolak ajakan sahabatnya sendiri buat makan siang bareng. Sebel!" gerutu Alesha setelah menutup teleponnya.

Dia bersandar di kursi sambil menghela napas panjang. Wanita itu akhirnya memutuskan makan siang di kantin kantor setelah tidak berhasil memikirkan nama teman lain yang bisa diajak untuk menemaninya. Dia harus lebih rajin mencari banyak teman agar tidak kesepian seperti saat ini.

Tiba di kantin, Alesha merasakan hawa tidak menyenangkan dari pandangan setiap karyawan yang berada di sana. Dia memilih untuk bergabung dengan pegawai dari divisi administrasi yang berada satu lantai dengannya. Wanita itu menunduk sambil tersenyum manis kepada setiap orang di meja tersebut. Dia duduk di samping wanita berkacamata yang terlihat pendiam daripada yang lain.

Baru saja menyendokkan sesuap nasi ke mulut, seseorang sudah menginterupsinya dengan pertanyaan mengenai Mira.

"Apa bener gosip yang beredar soal salah satu karyawan divisi keuangan itu? Dia korupsi?"

Alesha merasa tengah dihakimi oleh orang-orang yang menatapnya dengan penuh keingintahuan itu. Dia hanya tersenyum untuk menanggapi tanpa berniat untuk mejawab sedikit pun.

"Nggak usah takut. Rahasia bakal aman kalo sama kita-kita."

Alesha melirik tidak percaya kepada wanita yang dianggapnya paling pendiam di sampingnya itu. Ternyata penampilan memang bisa menipu, batinnya.

"Iya. Kita tanya kayak gini karena mau dengar kebenarannya langsung dari orang terpercaya," timpal seorang lain yang duduk di hadapan Alesha.

Selera makan wanita itu tiba-tiba lenyap karena salah memilih teman semeja. Akhirnya, dia berdiri sambil membawa piring yang masih penuh itu lalu berpamitan kepada teman semejanya.

"Saya rasa semua itu bukan untuk dikonsumsi publik. Lebih baik kita bekerja dengan lebih baik sesuai dengan posisi masing-masing daripada membicarakan sesuatu yang bukan tanggung jawab kita."

Alesha tersenyum lagi setelah mengatakan hal itu sebelum meninggalkan meja dan membuat orang-orang itu terbengong dengan membuka mulut lebar. Bagus, Alesha. Kamu baru aja menambah daftar musuhmu lebih panjang lagi. Wanita itu merutuk dalam hati.

Dia meninggalkan kantin dengan perut yang masih kosong. Akhirnya, Alesha memutuskan untuk keluar kantor dan membeli beberapa camilan di swalayan terdekat. Saat kembali ke lantai empat, dia melihat Bagas berdiri di depan mejanya sambil berbicara di telepon.

"Kamu sudah kembali?" tanya Bagas setelah mengakhiri pembicaraannya di telepon.

"Iya, Pak." Alesha menjawab sambil meletakkan belanjaannya di meja.

"Kamu nggak makan siang? Kok, beli camilan?"

Alesha meringis saat isi belanjaan terlihat oleh Bagas lalu menyimpannya ke laci. "Tadinya udah mau makan di kantin, Pak. Tapi, ada sedikit gangguan yang buat saya nggak nyaman. Jadi, saya nggak jadi makan."

Bagas mengangguk lalu mendekat ke samping Alesha. "Bahan presentasinya udah kamu buat?"

"Masih proses, Pak. Baru dapet setengah."

"Biar sekalian saya periksa. Kalo ada yang nggak sesuai biar bisa kamu perbaiki dan tambahkan."

Alesha mengiakan lalu membuka fail di komputernya agar diperiksa oleh Bagas. Wanita itu berdiri untuk mempersilakan bosnya duduk di kursi, tetapi pria itu menolak.

"Kamu aja yang duduk. Jadi, ada masalah apa tadi di kantin sampek kamu nggak jadi makan?" Pria itu masih sempat menanyakan kejadian di kantin sambil memeriksa bahan presentasi.

Alesha berkedip beberapa kali karena bingung harus menjawab apa. "Ehm, bukan sesuatu yang penting, sih, Pak." Akhirnya, dia menjawab seadanya.

"Nggak penting gimana? Kalo nggak penting kenapa sampek buat kamu nggak jadi makan?"

"Saya nggak nyaman aja karena mereka menanyakan soal Mira kepada saya." Wanita itu memilih untuk menjawab apa adanya karena Bagas akan terus bertanya sebelum mendapat jawaban yang diingikannya.

Bagas mengangguk dan tidak bertanya lagi. Pria itu kini fokus membaca bahan presentasi yang telah disusun oleh Alesha, sementara wanita itu memperhatikan dari samping.

"Ini udah bagus. Mungkin kamu bisa tambahin sedikit tentang kandungan dari produk kita yang membuat produk kita lebih unggul dari produk lain yang sudah beredar di pasaran. Sama kamu bisa lebih fokuskan pada keuntungan yang diperoleh oleh distributor dengan memasarkan produk kita. Itu aja menurut saya."

"Baik, Pak."

"Oh, iya. Kamu boleh makan camilanmu dulu sebelum lanjut memperbaiki bahan presentasi itu."

Alesha menahan senyum dengan wajah memerah karena Bagas mendengar bunyi perutnya yang keroncongan. "Iya, Pak. Makasih."

Wanita itu bisa melihat bosnya melambai sambil menahan tawa sebelum berbalik untuk kembali ke ruangan.

Bersambung

~~~

Alesha malu banget ketahuan laper sama bos.🤣😊

Halo, semua! Sori, kemarin Alesha mudik. Jadi, nggak bisa nemenin kalian. Jatah libur bulan ini udah habis. Semoga Alesha masih bisa selamat sampek akhir bulan.🤲

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top