Bab 45. SP 2
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Senin pagi Bagas sudah bersiap ke kantor. Luka di lengan kirinya juga sudah mulai mengering dan tangannya bisa digerakkan dengan bebas. Saat keluar dari unit apartemennya, dia sudah disambut oleh Alesha yang berdiri sambil membawa kotak bekal. Wanita itu tersenyum manis dan sepertinya sudah melupakan insiden memalukan di dapurnya kemarin siang. Bagas masih sangat malu untuk bertemu dengan sekretarisnya itu, tetapi bagaimanapun juga mereka tetap akan bertemu di kantor. Jadi, pria itu berusaha tetap profesional dan melupakan kejadian kemarin seperti yang dilakukan oleh Alesha.
Bagas menyerahkan kunci mobil ketika Alesha memaksa untuk menjadi sopir. Wanita itu mulai mengemudikan mobil menuju kantor. Pria yang mengenakan setelan jas hitam itu duduk di samping sekretarisnya sambil memegang kotak bekal.
"Dimakan sarapannya, Pak. Maaf, tadi cuma sempet bikin roti panggang cokelat. Semoga Bapak suka, deh."
"Makasih."
"Nanti kita mampir ke Indomaret dulu, ya, Pak. Saya nggak sempet bikin kopi. Saya jamin Bapak bakal ketagihan dengan kopi langganan saya ini."
Bagas hanya mengangguk menanggapi tawaran dari sekretrarisnya itu. Kemudian, pria itu membuka kotak bekal dan memakan roti panggang yang dibuatkan oleh Alesha.
"Bapak mau kopi hitam atau kopi lainnya? Mau yang dingin atau panas?"
Bagas menoleh ke kiri dan ternyata mereka sudah berhenti di depan Indomaret. Dia kembali menatap Alesha yang masih setia menunggu jawabannya.
"Saya mau yang panas aja. Kalo ada kopi hitam."
"Siap, Bos!"
Alesha melenggang pergi dan masuk ke swalayan tersebut. Bagas melanjutkan memakan sarapannya sambil menunggu wanita itu kembali. Pria itu juga sempat mengecek email dari ponsel. Dua menit kemudian, Alesha masuk ke mobil dengan membawa dua kopi di tangan. Satu amerikano panas yang diserahkan kepada Bagas dan satu lagi ice caramel machiato untuknya sendiri.
Bagas menyeruput kopinya dan mengangguk-angguk mengakui kenikmatan kopi tersebut. Wanita di sampingnya itu memang tidak salah soal selera. Mereka melanjutkan perjalanan ke kantor.
Tiba di kantor, Bagas bergegas ke ruangannya untuk memeriksa kembali email yang tadi diterimanya dari tim audit. Dia membaca dengan saksama mengenai hasil pemeriksaan dari laporan keuangan milik Mira. Pria itu tidak menyangka jika dirinya bisa kecolongan seperti ini. Pasti ada yang salah dengan manajemennya. Dia akan mengurus masalah ini secepatnya lalu memikirkan hal yang harus dilakukan ke depannya agar tidak terulang lagi.
Pria itu memanggil Alesha untuk ke ruangannya melalui telepon di meja. Beberapa saat kemudian, wanita itu masuk setelah mengetuk pintu terlebih dulu.
"Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
Bagas mengalihkan perhatiannya dari komputer lalu menatap Alesha. "Tolong kamu panggil kepala divisi keuangan dan Mira. Tapi, biarkan mereka masuk bergantian."
"Baik, Pak. Ada lagi?"
"Sudah, itu aja." Bagas lalu memanggil Alesha kembali saat wanita itu tiba di pintu. "Sekalian tolong buatkan SP 1 untuk kepala divisi keuangan dan SP 2 untuk Mira. Saya tunggu sebelum mereka dateng."
Wanita itu mengangguk lalu bergegas keluar dari ruangan Bagas dan mengerjakan apa yang baru saja diminta oleh pria itu.
Bagas mengecek kembali laporan keuangan dari Mira dan menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan tim audit. Nominal yang sudah diambil diam-diam oleh Mira memang tidak begitu besar, tetapi jika hal ini dibiarkan tidak menutup kemungkinan karyawannya itu akan mengeruk uang kantor lebih banyak lagi.
Pria itu menutup dokumen yang sedang dibacanya saat seseorang mengetuk pintu. Dia melihat Alesha masuk setelah dipersilakan.
"Ini, Pak surat peringatan yang Bapak minta. Di depan juga sudah ada kepala divisi keuangan dan juga Mira. Apa langsung saya persilakan masuk saja, Pak?"
Bagas menerima surat peringatan yang disodorkan sekretarisnya itu di dalam map. Dia memeriksa isi surat tersebut lalu menandatanganinya.
"Kamu boleh suruh kepala divisi keuangan masuk lebih dulu."
Alesha mengangguk. "Maaf, Pak kalo saya lancang. Apa ini ada hubungannya dengan laporan keuangan Mira kemarin? Bapak nggak bermaksud buat mecat mereka, kan?"
Bagas bersandar di kursi sambil menghela napas panjang. "Kalo saya mau mecat mereka ngapain saya suruh kamu bikin surat peringatan, Alesha? Memangnya kenapa kalo saya mau mecat mereka? Kamu mau menggantikan mereka untuk dipecat?"
Wanita itu mengerutkan kening. "Ya, nggak gitu juga, Pak. Bukan saya yang ambil uang kantor. Kenapa saya yang harus dipecat? Enak aja! Tapi, saya ngerasa nggak enak sama Mira. Karena saya curiga ada yang salah, sekarang masalahnya jadi merembet ke mana-mana."
"Kenapa kamu harus ngerasa bersalah? Seharusnya kamu bangga karena sudah menyelamatkan perusahaan saya dari kerugian yang lebih besar lagi. Kamu bayangin aja kalo sampek nggak ketemu, pasti Mira masih leluasa untuk ngambil uang perusahaan. Lagi pula, saya berani ambil tindakan karena sudah diperiksa sama tim audit."
Alesha manunduk untuk pamit. "Ya udah, kalo gitu saya minta kepala divisi keuangan untuk masuk lebih dulu, ya, Pak. Saya permisi."
Setelah wanita itu keluar, seorang pria paruh baya masuk dan Bagas mempersilakannya duduk. Tidak mau mengulur waktu lebih lama lagi, pimpinan perusahaan itu langsung mengatakan yang sebenarnya. Dia menceritakan temuan dan hasil pemeriksaan dari tim audit.
"Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya mengaku bahwa saya telah teledor dengan memercayai anggota divisi saya tanpa memeriksa kembali laporan yang telah mereka buat. Saya percaya saja karena sebelum-sebelumnya tidak pernah terjadi masalah. Sekali lagi, saya minta maaf, Pak." Pria paruh baya itu mengucapkan maaf berulang kali sambil terus menunduk.
"Saya mengerti, Pak. Saya juga salah dalam hal ini karena tidak memeriksa kembali laporan yang harus saya tanda tangani. Tapi, keputusan saya sudah bulat. Saya memberikan surat peringatan pertama untuk Bapak. Dan Bapak saya skors selama tiga hari untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kalo semua sudah dinyatakan bersih, Bapak bisa kembali bekerja seperti biasa."
Kepala divisi keuangan itu berdiri setelah menerima surat peringatannya. "Baik, Pak. Saya mengerti. Sekali lagi, saya minta maaf."
Setelah urusan dengan kepala divisi keuangan selesai, kini Bagas harus berurusan dengan Mira yang baru saja memasuki ruangannya. Dari raut wajahnya, wanita itu sepertinya sudah mengetahui permasalahan yang akan dihadapi.
"Oke, saya rasa kamu sudah tau kenapa harus saya panggil ke sini. Jadi, saya langsung saja." Bagas menyerahkan surat peringatan kedua kepada Mira.
Wanita itu membaca isi surat tersebut sambil menahan tangis. Dia menunduk dalam dan tidak berani menatap bosnya.
"Saya rasa, saya tidak perlu tahu uang itu kamu gunakan untuk apa. Karena apa pun alasan kamu tidak akan mengubah kesalahan kamu yang telah menggelapkan uang perusahaan. Saya minta kamu untuk mengembalikan semua uang yang sudah kamu ambil. Dan untuk sementara kamu saya skors selama satu bulan. Setelah itu kamu bisa kembali bekerja seperti biasa dan kamu bisa mencicil pengembalian uang itu dengan potong gaji."
"Terima kasih, Pak. Terima kasih karena masih memberikan kesempatan kepada saya. Tapi, saya terlalu malu untuk kembali bekerja di tempat yang sama dengan orang-orang yang pastinya akan memandang saya berbeda. Saya akan mengundurkan diri secepatnya setelah melunasi utang saya kepada perusahaan, Pak. Saya minta maaf karena sudah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh Bapak kepada saya. Sekali lagi saya minta maaf, Pak."
"Kamu yakin dengan keputusan yang kamu ambil itu? Saya memberikan kamu kesempatan karena saya tahu bagaiman kinerja kamu selama ini."
"Saya nggak akan sanggup bekerja dengan pandangan orang-orang yang menganggap saya sebagai penjahat, Pak. Saya yakin pekerjaan saya nggak akan sebagus sebelumnya. Saya minta maaf, Pak. Dan terima kasih."
Bagas tidak bisa memaksa orang yang sudah tidak ingin bekerja dengannya lagi. Dia menyetujui permintaan Mira dan memperbolehkan wanita itu meninggalkan ruangannya.
Bersambung
~~~
Bagas udah baik, loh, ya. Tapi, kalo emang si Mira yang nggak mau, ya udah. Bukan salah Bagas. Ya, kan, Gas?😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top