Bab 42. Kencan Kedua Gagal Lagi
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Alesha masih belum bisa memahami situasi yang sedang terjadi saat ini. Tiba-tiba saja Bagas datang entah dari mana dan langsung menariknya pergi. Wanita itu mengerutkan kening karena bingung bagaimana bosnya bisa menemukan keberadaannya di sini. Dia tetap berusaha melepaskan diri meski tidak berhasil karena Bagas menggenggam tangannya erat dan terus berjalan menuruni tangga.
Wanita itu terseok-seok mengikuti langkah lebar Bagas yang keluar dari kafe. Tiba di parkiran, dia segera menepis tangan bosnya saat mereka berhenti di dekat mobil Bagas. Alesha menatap tajam pria yang berdiri di hadapannya itu.
"Bapak apa-apaan, sih? Apa maksudnya narik-narik tangan saya kayak gitu?"
Bagas mengalihkan pandangan ke segala arah. "Sori. Saya cuma nggak mau kamu kejebak sama pria berengsek kayak teman kencanmu itu."
Alesha mendengkus. "Bapak tau apa soal temen kencan saya? Ini ... Bapak ngikutin saya dari apartemen?"
"Apa?" Bagas jadi bingung sendiri. "Saya sudah ada di sini sebelum kamu dateng sama pria tadi."
Alesha sedikit memundurkan diri lalu melipat tangan di depan dada. "Jadi, maksud Bapak, Bapak jauh-jauh dateng dari apartemen ke tempat ini buat nongkrong sendiran? Saya nggak percaya. Padahal, Bapak udah janji nggak akan ganggu acara saya di akhir pekan. Tapi, sekarang apa? Bapak mau gagalin kencan saya lagi?"
"Alesha, dengerin saya dulu. Saya sama sekali nggak ngikutin kamu. Saya nggak ada niatan buat ganggu acara kamu. Dan saya ke sini memang lagi nemuin kenalan saya. Dia yang punya kafe ini. Kamu lupa saya juga pernah ke sini sebelumnya? Waktu saya nemuin kamu mabuk dan akhirnya kamu ...."
Bagas tidak melanjutkan kata-katanya lagi ketika melihat Alesha merasa tidak nyaman. Dia segera mengubah arah pembicaraannya.
"Ya intinya, saya nggak ngikutin kamu dan kebetulan kita ketemu di sini. Kebetulan juga saya pernah liat teman kencan kamu itu waktu dalam perjalanan ke sini. Dia lagi bertengkar di trotoar sama Mira."
Alesha membuka mulut lebar karena terlalu terkejut dengan penjelasan yang diberikan oleh Bagas. Wanita itu sampai harus menarik napas sambil memejam untuk menenangkan emosi dalam dirinya saat ini. Sudah cukup gurauan yang diberikan bosnya itu. Dia tidak akan ikut dalam permainan.
"Udah, cukup, Pak! Saya nggak mau denger lagi alesan Bapak. Nggak usah bawa-bawa Mira segala. Nggak kreatif banget cari alesan."
Wanita itu memilih meninggalkan Bagas dan hendak kembali ke kafe. Dia melihat Edgar sedang berbicara di telepon membelakanginya. Alesha memasang senyum sebelum menghampiri teman kencannya itu. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar perkataan pria itu yang ditujukan kepada lawan bicaranya di telepon.
"Gila! Naklukin Alesha nggak segampang yang gue bayangin. Ini kencan gue yang kedua sama dia. Semoga aja nggak gagal lagi. Kalo gue sampek nggak bisa ambil hati Alesha hari ini. Rencana gue bisa berantakan. Gue nggak bakal dapet suntikan dana dari bokapnya. Bisa-bisa bisnis gue hancur, Bro!"
Alesha mengepal dengan wajah memerah. Dadanya naik turun karena napas yang memburu. Dia sudah melangkah untuk memaki pria yang sedang tertawa bahagia itu. Wanita itu akan memberi Edgar pelajaran agar tidak berani lagi mempermainkannya. Namun, seseorang menahan tangannya dan membuat Alesha menoleh ke belakang.
"Lepasin saya, Pak! Saya mau kasih dia pelajaran karena udah ngeremehin saya."
"Tapi, Sha ...."
Alesha sudah melepaskan tangan Bagas dan bergegas menyerang Edgar. Wanita itu menepuk pundak teman kencannya dan langsung melayangkan tamparan.
"Berengsek! Lo pikir gue apaan? Aset yang bisa kapan aja lo cairin buat ngebantu bisnis bobrok lo itu?"
Edgar menganga melihat Alesha berada di hadapannya. Bekas tangan wanita itu tercetak jelas di pipinya. Dia masih tidak bisa memahami keadaan saat ini.
"Sha, kenapa lo bisa di sini? Dan kenapa lo marah banget sama gue?"
"Lo masih bisa tanya kenapa? Gue udah denger omongan lo di telepon. Lo sengaja ngedeketin gue cuma buat dapet suntikan dana dari bokap gue? Lo pikir gue bakalan sudi? Enggak! Ngimpi aja sana lo!"
Alesha berbalik setelah mendorong Edgar agar menjauh. Dia juga sempat mendengar perkataan Bagas untuk menghentikan Edgar yang hendak menyusulnya.
"Nggak usah dikejar. Lo urus aja urusan lo sendiri. Kayaknya ada yang nyariin lo sampek ke sini."
Alesha berhenti lalu menoleh ke arah Bagas. Dia mengikuti arah pandang pria itu dan menemukan Mira berdiri sambil menahan tangis. Dia mengingat lagi perkataan bagas sebelumnya. Jadi, bener kalo Edgar ada hubungan sama Mira? Sialan!
Wanita itu memperhatikan Edgar yang mendekati Mira lalu menarik paksa wanita itu. Dia tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk menimpa Mira lagi. Alesha teringat luka lebam di lengan teman sekantornya itu. Dia segera menyusul mereka dan membiarkan Bagas menemaninya.
Alesha berhenti saat tangan Bagas merentang di depannya. Dia melihat pria itu meletakkan telunjuk di bibir dan menuntunnya untuk bersembunyi di balik tembok. Mereka bisa mengamati gerak-gerik Edgar dan Mira. Alesha melihat teman sekantornya hanya menunduk sambil terus menangis. Sesekali wanita itu mendongak sambil memohon, tetapi Edgar tidak terima dan terus memaki Mira.
"Pak, kalo sampek Edgar keterlaluan. Kita harus nolongin Mira."
Alesha berbisik kepada Bagas, sementara pria itu mengernyit tidak terima. Bagas hendak menolak dan meninggalkan tempat itu, tetapi Alesha mencegahnya.
"Saya nggak mau ikut campur urusan orang lain, Alesha. Dan saya nggak ngerti kenapa saya harus terlibat dengan urusan ini. Kalo aja kamu pilih teman kencan dengan benar, saya rasa saya nggak perlu terlibat kayak gini."
"Bapak sendiri yang memutuskan untuk ikut campur sama urusan saya. Jadi, sekarang lebih baik Bapak selesaikan semuanya."
Bagas mengusap wajahnya kasar. Saat kembali memperhatikan Edgar dan Mira, dia melihat pria itu mengangkat tangan hendak menampar karyawannya. Kali ini, dia tidak bisa diam saja. Apalagi melihat Alesha yang sudah maju terlebih dulu.
Alesha segera mengamankan Mira dari jangkauan Edgar ketika bosnya menahan tangan pria itu.
"Sialan! Kenapa lo harus ikut campur urusan gue? Lo sendiri yang bilang buat gue urus urusan gue sendiri. Kenapa sekarang justru lo ada di sini?"
Edgar yang diliputi emosi itu melayangkan tinju kepada Bagas, tetapi berhasil ditangkis. Tidak mau kalah, pria itu terus menyerang Bagas dengan brutal.
"Kalo lo udah pakek kekerasan sama wanita, gue jelas nggak bakal tinggal diem. Apalagi wanita itu keryawan gue."
"Berengsek! Mati aja lo!"
Edgar mengepal lalu melayangkan tinju ke wajah Bagas yang belum siap. Tinju tersebut mengenai pipi kiri Bagas dan membuatnya terhuyung ke belakang hingga menabrak sebuah mobil.
Bagas mengerang sambil memegangi lengan kirinya yang mengeluarkan darah akibat tergores pinggiran bumper mobil. Alesha yang melihat hal itu segera meninggalkan Mira untuk menghampiri Bagas. Dia memperingatkan Edgar untuk pergi dari sana sebelum wanita itu menghubungi polisi.
"Bapak masih kuat? Saya panggil ambulans aja, ya. Itu darahnya lumayan, loh."
"Saya nggak apa-apa, Alesha. Ini cuma kegores aja, kok." Bagas segera menjawab saat melihat Alesha hendak menangis. Kemudian, dia menoleh ke sekeliling. "Mira mana?"
"Tadi di sana." Alesha menunjuk tempat Mira berada sebelum dia meninggalkan wanita itu. Namun, Mira sudah lenyap.
"Saya di sini, Pak."
Kedua orang itu menoleh ke belakang. Mira menyerahkan kotak P3K yang dipinjamnya dari kafe. Aelsha segera menerimanya dan mulai mengobati luka Bagas.
"Makasih, ya, Pak, Alesha. Tapi, saya harus pergi. Maaf sudah merepotkan."
"Lo nggak nunggu aja? Biar nanti sekalian gue anter pakek mobil Pak Bagas."
Mira menolak tawaran Alesha. Wanita itu pergi setelah Bagas dan Alesha mengiakan.
"Sudah, Pak." Alesha membereskan kotak obat itu. "Pak, saya laper."
Bersambung
~~~
Bisa-bisanya dia sempet laper!🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top