Bab 40. Ada yang Salah dengan Mira

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Alesha duduk di meja makan setelah bersiap ke kantor. Di hadapannya ada Aqila yang juga sudah bersiap untuk pergi ke toko. Mereka sarapan bubur ayam yang dipesan Alesha melalui aplikasi daring. Gara-gara kencannya semalam gagal, wanita itu malas melakukan apa pun pagi ini. Kalau bisa, dia lebih memilih untuk absen dari kantor. Namun, nonimal penalti yang harus dibayarkan berputar-putar dalam pikirannya. Mau tidak mau, dia harus bertahan di perusahaan tempatnya bekerja sekarang hingga masa kontrak habis.

"Lo kenapa? Kayak nggak semangat gitu? Terus semalem kencannya gimana?"

Alesha menghela napas kasar. "Kencan apaan? Gagal total!"

"Gagal gimana? Perasaan semalem lo pulang malem, deh. Gue udah nggak kuat banget nungguin lo pulang, makanya gue tidur duluan. Padahal, pengen denger langsung cerita lo."

"Semuanya gara-gara bos nggak tau diri itu!"

Aqila mengernyit. "Bagas maksud lo? Kenapa dia? Eh, iya. Ini tumben beli bubur cuma dua aja. Bos Bagas nggak dibeliin juga? Katanya mau aksi perdamaian."

"Nggak ada aksi perdamaian. Gue mau ngibarin bendera perang sama dia. Enak aja semena-mena sama karyawan." Bubur yang tidak tahu apa-apa itu menjadi sasaran kemarahan Alesha dengan mengaduk-ngaduknya hingga tak berupa.

Aqila bergidik merasakan kemarahan yang dipendam oleh sahabatnya itu. Dia yakin jika Alesha tidak akan mau mengalah begitu saja. Setelah sahabatnya itu mengatakan akan mengibarkan bendera perang, itu artinya dia akan melawan hingga akhir.

"Emang gimana ceritanya kencan lo bisa gagal? Dan apa hubungannya sama Bagas?"

Alesha mendengkus lalu menyuapkan sesendok penuh bubur ke mulutnya. Dia mengunyah dengan cepat lalu menelannya susah payah. "Karena saat gue lagi kencan, tiba-tiba si Bos Galak itu telepon berkali-kali. Jadi, ya gue angkat, dong. Lo tau dia mau apa? Dia nyuruh gue balik ke kantor. Dan setelah gue ada di sana, dia bilang urusannya udah kelar dan malah ngajak gue balik sama nemenin dia makan malam. Gila nggak, tuh, si Bos!"

Aqila terdiam sambil menikmati semangkuk bubur ayam di hadapannya. Dia mencoba mencerna setiap kalimat yang diucapkan oleh sahabatnya itu sebelum memberi komentar.

"Terus lo tetep nemenin dia makan?"

"Ya iyalah. Gue balik ke kantor udah pakek taksi, ya kali gue harus balik ke apartemen naik taksi lagi? Bisa tekor dua kali, dong gue."

Kemudian, Alesha menceritakan kejadian di warung tenda lengkap hingga kejadian di parkiran apartemen saat Bagas menunggunya yang tertidur di mobil. Dia bercerita dengan berapi-api, sementara Aqila hanya senyum-senyum mendengarnya.

"Jadi, semalem itu sebenernya kencan lo nggak gagal, Sha."

"Nggak gagal gimana? Jelas-jelas gue kesel banget gara-gara gue harus pergi ninggalin temen kencan gue dan gue belum makan makanan utamanya."

"Tapi, akhirnya lo makan sama si Bagas, kan? Itu artinya, kencan lo nggak gagal. Cuma pasangan kencan lo aja ganti." Kemudian, Aqila tertawa dan justru membuat Alesha makin kesal.

"Kencan apaan kalo makan malamnya aja nasi goreng di warung tenda. Jomplang banget sama penampilan gue semalem."

"Ya udah, ya udah. Mending dimakan, deh itu bubur daripada lo aduk-aduk nggak jelas gitu. Lo harus tarik napas, tahan, terus keluarin. Biar setan-setan dalam diri lo itu pada pergi. Inget! Lo masih nggak punya duit buat bayar pinalti. Jadi, jangan macem-macem sama Bagas."

Alesha mengikuti saran dari sahabatnya itu untuk menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Sabar, sabar, sabar. Wanita itu memberi peringatan kepada dirinya agar tidak terpancing emosi dan justru menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dia segera menghabiskan bubur ayam yang sudah hancur itu lalu berangkat ke kantor bersama Aqila.

Tiba di kantor, Alesha sudah memasang wajah ceria kembali dan menyapa beberapa karyawan lain yang dilewatinya. Setelah meletakkan tas di meja, dia langsung membuatkan kopi untuk Bagas lalu menaruhnya di ruangan pria itu. Saat kembali ke meja, Bagas yang baru datang menghampirinya.

"Alesha, tolong kirimkan jadwal saya hari ini ke email atau WA, ya. Saya tunggu sekarang."

Setelah mengatakan keinginannya itu, Bagas langsung melenggang masuk ke ruangannya. Alesha menjadi kesal lagi karena teringat kejadian semalam, sementara Bagas menunjukkan sikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Dia berusaha untuk mengendalikan emosi dengan menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Setelah merasa tenang, dia segera melakukan perintah dari bosnya itu.

Beberapa saat kemudian, seseorang menghampiri meja Alesha. Dia mendongak dan mendapati Mira tengah tersenyum manis menatapnya.

"Laporan gue mana? Tumben lama benget?"

"Oh, itu. Masih diperiksa sama Pak Bagas."

"Kenapa? Emang ada masalah sama laporan gue?"

"Ehm, kayaknya, sih, gitu."

"Jangan-jangan lo sengaja, ya cari kesalahan dari laporan gue?"

"Maksudnya gimana, ya?"

Alesha merasa tersinggung karena tuduhan yang dilontarkan oleh Mira itu. Meski tidak sepenuhnya salah karena dia memang berniat untuk mencari kesalahan dari laporan tersebut. Namun, yang ditemukannya itu adalah hal di luar dugaan.

"Sori, gue di sini tugasnya emang buat meriksa setiap laporan yang masuk. Sayangnya, dalam laporan yang udah lo buat itu emang ada kesalahan. Jadi, waktu Pak Bagas tau. Beliau yang ambil alih buat meriksa laporan itu."

Alesha melihat kepanikan dalam wajah Mira. Hal itu membuatnya yakin jika wanita di hadapannya itu telah membuat kesalahan.

"Nanti kalo udah selesai dan udah ditandatangani sama Pak Bagas. Pasti gue kabarin, kok. Mending sekarang lo balik ke meja lo."

Mira menatap tajam Alesha. "Awas aja kalo sampek lo sengaja bikin gue kena masalah!"

Kedua wanita itu menoleh bersama ke arah pintu yang terbuka. Bagas keluar dari ruangan dan hendak menghampiri Alesha. Namun, pria itu mengatupkan kembali mulutnya saat melihat Mira berada di sana.

"Ada apa ini? Kamu ada perlu dengan saya, Mira?"

Mira yang ditanya langsung oleh Bagas sedikit gelagapan. Dia menatap ke segala arah dan terus menghindari kontak mata dengan bosnya itu.

"Eh, eng-enggak, kok, Pak. Saya cuma ada urusan dengan Alesha. Tapi, udah selesai. Saya permisi mau kembali ke meja saya."

Mira segera berbalik dan buru-buru berjalan meninggalkan meja Alesha sebelum pertanyaan lain terlontar dari mulut Bagas.

Bagas mendekat ke arah Alesha lalu bertanya dengan berbisik. "Ngapain dia ke sini? Nanyain laporan keuangannya?"

Alesha mengangkat bahu tak acuh. "Ya begitulah, Pak."

Bagas lalu menegakkan kembali tubuhnya yang sempat sedikit membungkuk itu. "Ya sudah. Oh, iya. Ini tolong kamu ubah jadwalnya. Kamu tuker aja sama pertemuan hari Senin. Soalnya orangnya ngubungin saya pagi ini kalo masih di luar kota."

"Baik, Pak."

Bagas kembali ke ruangannya, sementara Alesha pergi ke lantai tiga membawa beberapa dokumen untuk diserahkan kembali kepada yang bersangkutan. Setelah memberi pengarahan kepada beberapa karyawan yang bertanggung jawab atas dokumen yang dibawanya tadi, wanita itu melihat Mira masuk ke toilet sambil menempelkan ponsel di telinga. Dia yang merasa curiga segera mengikuti Mira.

Di dalam toilet, dia mendengar Mira yang berada di salah satu bilik tengah berdebat dengan seseorang dalam sambungan telepon. Dari yang didengarnya, sepertinya Mira sangat menurut kepada seseorang tersebut. Alesha segera keluar dari toilet lalu menuju pantri untuk membuat minuman sebelum Mira memergokinya tengah menguping.

Alesha baru saja selesai membuat teh hangat. Saat berbalik, dia tidak sengaja menabrak Mira yang baru masuk dan berdiri di belakangnya. Wanita itu segera meletakkan cangkir tehnya dan membantu Mira membersihkan blazer yang terkena tumpahan teh.

"Aw! Jangan sentuh gue! Gue bisa sendiri. Lain kali, hati-hati makanya," sembur Mira saat Alesha menyentuh lengan kanannya.

Alesha terus memperhatikan Mira yang melepas blazer untuk membersihkan noda teh itu. Dia tidak sengaja melihat memar di bagian lengan dalam Mira saat wanita itu mengangkat tangan untuk melihat noda yang menempel pada blazernya.

Bersambung

~~~

Kalian juga punya pemikiran yang sama dengan Alesha? Kira-kira ada apa dengan Mira, ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top