Bab 4. Dia Lagi

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka tinggalin jejak, ya

~~~

Bagas bolak-balik dari ruangannya ke meja sekretaris untuk mencari dokumen yang diminta klien. Sejak memecat sekretarisnya dua hari lalu, pria itu kelimpungan mengatur jadwalnya sendiri. Belum lagi, beberapa klien yang membuat janji dalam waktu berdekatan dan pria itu juga harus mengecek laporan hasil rapat yang masih ada di komputer sekretaris karena belum diserahkan kepadanya. Semua hal itu hampir membuatnya gila.

Bagas berjalan tergesa-gesa ke ruang HRD untuk menemui Dewi. Dia mengetuk pintu sekali dan langsung masuk tanpa menunggu dipersilakan.

"Apa kamu udah buka lowongan untuk sekretaris baru?" tanyanya begitu sampai di depan meja Dewi.

Dewi yang sedang fokus pada komputer di hadapannya mendongak setelah mendengar pintu dibuka. "Sudah sejak Bapak memecat sekretaris terakhir. Ini saya lagi posting lowongan di media sosial, web perusahaan kita, dan iklan di beberapa tempat lain secara online."

"Kenapa belum dapet juga? Kamu tau saya nggak suka kerja yang lelet."

Dewi memejam sambil menarik napas perlahan lalu mengembuskannya. Dia harus sabar menghadapi bos paling rewel itu. Jangan sampai dia melahirkan sebelum waktunya hanya karena terbawa emosi berbicara dengan Bagas.

"Maaf, Bapak Bagas. Mencari sekretaris yang sesuai kriteria Bapak itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sudah dua hari sejak pengumuman lowongan dipasang, belum ada satu pun orang waras yang mendaftar." Dewi berbicara perlahan sambil mengatur napas untuk menahan emosi yang sudah berada di ubun-ubun itu.

"Gimana? Jadi maksudnya, kalo ada yang daftar sebagai sekretaris. Itu orang yang nggak waras gitu?" Bagas bertanya dengan berpikir keras.

Dewi menahan senyum, sebisa mungkin dia harus tetap profesional menghadapi bos sekaligus adik kelasnya itu. "Ya, karena orang waras yang mendaftar sebagai sekretaris Bapak sudah Bapak pecat semua. Ada kemungkinan, kalo mereka, para mantan sekretaris Bapak itu sudah menyebarkan berita buruk mengenai sifat Bapak di kantor."

Bagas mengerutkan kening, mencoba memahami ucapan pegawainya itu. "Memangnya kenapa dengan sifat saya?" tanyanya polos.

"Bapak nggak sadar kalo sikap Bapak selama ini itu udah keterlaluan? Mana ada sekretaris yang betah kerja sama Bapak kalo dikit-dikit salah, dikit-dikit salah. Semua kerjaan mereka selalu salah di mata Bapak."

"Ya, itu karena mereka memang membuat kesalahan. Jadi, bukan salah saya, dong kalo saya jadi marah sama mereka. Kamu juga tau saya nggak suka dengan kesalahan sekecil apa pun. Seharusnya mereka belajar dari kesalahan, bukannya justru membuat kesalahan-kesalahan baru setiap harinya. Saya nggak mau tau. Dalam minggu ini, harus sudah ada sekretaris baru untuk saya. Dan kamu lakukan apa pun agar sekretaris baru itu bertahan di sini dalam waktu lama."

"Baik, Pak. Saya usahakan."

Dewi berdiri lalu mengangguk setelah Bagas menekankan sekali lagi agar dalam minggu ini mereka sudah mendapat sekretaris baru untuk bosnya itu. Wanita yang sudah mendekati waktu melahirkan itu terkejut saat bosnya menutup pintu dengan keras. Dia duduk kembali dan bersandar sambil mengelus perutnya yang buncit. Dasar bos geblek! Sabar, sabar, sabar. Jangan keluar sekarang, ya, Nak! Jadwalnya masih bulan depan. Dewi membatin.

Ponsel Bagas berdering tepat saat tangan pria itu memegang hendel pintu ruangannya. Dia masuk sambil megangkat telepon dari klien yang ditemuinya di klub malam beberapa waktu lalu.

"Malam ini, Pak?" Bagas melihat kalender di mejanya untuk memastikan tidak ada acara lain hari itu. "Baik, Pak. Saya bisa. Kebetulan malam ini jadwal saya kosong."

"Baik. Nanti saya langsung ke sana. Terima kasih atas undangannya, Pak."

Bagas mengakhiri perbincangannya di telepon lalu meletakkan ponsel di meja. Dia memeriksa email yang masuk di komputernya. Setelah memastikan tidak ada lagi yang harus dikerjaan hari ini, dia mematikan komputer di meja lalu mengambil jas yang digantung di samping kursinya. Pria itu akan pulang dan bersiap-siap untuk menghadiri pesta nanti malam.

Tepat pukul tujuh malam, Bagas tiba di lobi hotel bintang lima. Penampilannya malam ini lebih kasual, pria itu mengenakan celana chino navy dipadukan dengan kaus putih polos yang ditutupi blazer berwarna senada dengan kausnya. Tidak ketinggalan sepatu loafers yang membuat penampilannya makin keren.

Pria itu menggunakan lift untuk sampai di tempat pesta yang berada di lantai sepuluh. Saat hendak menutup pintu lift, sebuah tangan menghentikannya hingga lift terbuka kembali. Wanita yang mengenakan long dress dengan model ketat di bagian perut masuk dan berdiri di samping Bagas. Pria itu memperhatikan wanita yang sedang membenahi penampilannya dengan berkaca di dinding lift.

Setelah merasa penampilannya sempurna, wanita itu menoleh ke arah Bagas untuk meminta maaf sekaligus berterima kasih karena membukakan pintu lift untuknya. Namun, mereka berdua sama-sama terkejut setelah mengenali wajah masing-masing. Keduanya langsung berpaling tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Wanita itu berdiri dengan gelisah dan berharap jika lift yang membawa mereka segera sampai di lantai tujuan. Dia bernapas lega saat pintu lift terbuka. Sebelum keluar, wanita itu sempat menunduk kepada Bagas sebagai tanda terima kasih.

"Alesha!"

Bagas melihat wanita itu menghampiri seseorang yang memanggilnya. Kemudian, pria itu pergi ke arah yang berlawanan dengan wanita bernama Alesha tadi.

Pria yang terlihat tampan dan segar itu menghampiri klien yang mengundangnya ke pesta. "Selamat malam, Pak Regi." Bagas menyalami pria paruh baya yang masih tampak energik itu.

"Oh, Pak Bagas. Mari gabung." Regi mengajak Bagas bergabung bersama teman-temannya yang lain. "Tuan-tuan, kenalkan. Ini Bagas, seorang pemuda yang menjadi pemimpin sekaligus pemilik PT. Starfood Anggara."

"Wah, masih muda sekali, ya. Oh, iya, itu perusahaan yang baru aja teken kontrak dengan Anda, Pak Regi?" Seorang pria berpenampilan tinggi besar dengan perut buncit dan sebagian rambut yang memutih itu menanggapi.

"Betul sekali. Kalo kalian punya bahan baku atau mau menginsvestasikan uang kalian yang banyak menganggur itu, aku saranin untuk kerja sama dengan Pak Bagas. Dia sangat kompeten di bidangnya. Masih muda, berkarisma, berbakat, dan pekerja keras."

Semua orang dalam lingkaran tertawa mendengar Regi mempromosikan rekan kerja barunya itu. Seorang pelayan datang menawarkan miuman, beberapa orang di antara mereka memilih wine, sementara Bagas dan dua orang lainnya lebih memilih minuman soda.

"Wow! Anak muda sekarang sangat menjaga kesehatannya, ya?" sindir seorang bapak-bapak berkumis yang langsung diikuti tawa oleh lainnya.

"Ah, bukan begitu, Pak. Saya besok pagi masih ada janji dengan klien. Saya takut nggak bisa bangun kalo malam ini minum wine. Saya termasuk anak muda yang tidak kuat mengonsumsi minuman beralkohol." Bagas sedikit berbisik saat mengatakan kalimat terakhirnya.

"Ah, bisa aja dia! Benar-benar pekerja keras. Akhir pekan pun masih bekerja," balas pria berkumis tadi.

"Ah, iya. Ngomong-ngomong soal anak muda, aku juga jadi penasaran dengan selera anak muda zaman sekarang. Kira-kira produk apa yang bisa menarik bagi mereka?" Regi melempar pertanyaan yang membuat teman-temannya berpikir.

Di tengah-tengah obrolan itu, tiba-tiba seorang wanita bergabung dan langsung berdiri di samping Bagas.

"Selera anak muda zaman sekarang nggak jauh-jauh dari tontonan mereka. Misalnya saja yang lagi viral saat ini adalah makanan dan minuman dari Negeri Gingseng dan Negeri Gajah Putih. Maka dari itu banyak sekali pedagang-pedagang kaki lima yang menjual berbagai makanan dari kedua negeri itu. Beberapa produsen makanan dalam negeri juga sudah memproduksi makanan ringan seperti topokki dan ramen dalam kemasan. Jadi, kalo kita mau bersaing, kita juga harus bisa memproduksi makanan atau minuman sejenis itu. Tentunya kita tetap harus membuat sesuai selera lokal."

Orang-orang yang berada dalam lingkaran itu, termasuk Bagas tidak berkedip mendengarkan penjelasan dari wanita cantik yang tanpa permisi langsung bergabung itu.

"Oh, maaf kalo saya lancang. Saya Alesha. Tadi tidak sengaja mendengar obrolan yang sangat menarik di sini. Jadi, mengundang saya untuk ikut bergabung."

"Wah! Anak muda zaman sekarang benar-benar berbakat. Dia kenalan Anda, Pak Bagas?"

Bagas yang ditanya begitu hanya berkedip dan tampak bingung. Beruntung, Alesha mengambil alih.

"Ah, kebetulan kami pernah bertemu beberapa kali, Pak." Alesha mundur dan bersembunyi di balik punggung Bagas saat melihat Reza sedang mencarinya.

Bagas tidak dapat berkata-kata karena terhipnotis dengan kecantikan sekaligus kepiawaian wanita itu dalam berbicara di depan umum. Baru saja dia memuji wanita yang seharusnya tidak pernah ditemuinya lagi itu, sebuah insiden terjadi kepadanya.

"Oh, tidak, tidak, tidak! Sori." Alesha lagi-lagi tidak sengaja mengotori pakaian Bagas. Kali ini dia menumpahkan minuman soda ke blazer pria itu.

Bersambung

~~~


Kira-kira gimana reaksi Bagas, nih?🙃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top