Bab 39. Bos yang Posesif

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Bagas masih di ruangannya membolak-balik berkas apa pun yang ada di meja. Dia menunggu sekretaris yang telah diperintahkannya untuk kembali ke kantor setelah sebelumnya pulang lebih dulu tanpa pamit. Hampir satu jam dia menunggu, tetapi Alesha belum muncul juga. Dia berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruangannya.

Pria itu segera kembali ke kursi lalu mengambil salah satu berkas dan berpura-pura mebaca saat mendengar langkah kaki mendekat ke ruangannya. Bagas mengintip dari balik berkas, wanita yang baru saja masuk ke ruangan setelah mengetuk pintu itu tengah menghela napas panjang lalu beralih menatapnya tajam. Bagas mendongak ketika Alesha mendekat lalu mengetuk meja.

"Oh, kamu sudah sampai? Saya rasa jarak dari apartemen ke kantor tidak membutuhkan waktu satu jam lebih." Pria itu menyindir sekretaris yang sedang melipat tangan di depan dada.

Bagas mengerutkan kening lalu menatap Alesha dari atas hingga bawah. Dia baru menyadari jika wanita di hadapannya itu tengah memakai gaun merah muda selutut yang memperlihatkan leher jenjeng serta bahu putih mulus.

"Kamu ngapain balik ke kantor pakek gaun gitu? Mau menggoda saya, ya? Nggak akan mempan."

Lain di hati lain di mulut. Bagas mengagumi kecantikan sekretarisnya itu malam ini, tetapi dia terlalu gengsi untuk mengakuinya.

"Bapak pikir saya kurang kerjaan pakek baju kayak gini buat balik ke kantor dari apartemen? Saya tadi sudah bilang kalo saya lagi ada urusan, Pak. Terus sekarang apa? Bapak ada perlu apa sampek manggil saya buat balik ke kantor lagi?"

Bagas menarik sudut bibirnya ke atas meski hanya sebentar. Dia kegirangan karena sudah bisa melihat Alesha kembali normal seperti biasa dengan membantah setiap ucapannya.

"Kalo kamu ada urusan, seharusnya kamu izin dulu sama saya sebelum pulang duluan."

"Pak! Dari siang saya sudah tanya sama Bapak masih ada acara atau kerjaan yang harus saya kerjakan setelah pukul lima? Dan Bapak bilang nggak ada. Jadi, wajar, dong kalo saat pukul lima tepat saya langsung pulang. Lagi pula, jam kerja saya itu sampek pukul lima sore, Pak."

Bagas menaikkan alisnya. "Tapi, kenyataannya jam kerja kamu itu menyesuaikan dengan kebutuhan saya. Jadi, kalo kamu ada urusan pribadi dan mengharuskan kamu pulang tepat waktu, kamu bisa minta izin dulu sama saya. Jadi, saya nggak perlu nyari-nyari kamu lagi."

Alesha mendengkus kesal. Dia menarik kursi di depan meja lalu duduk di sana. "Oke. Saya minta maaf karena sudah pulang duluan tanpa minta izin sama Bapak. Jadi, sekarang saya sudah di sini. Bapak ada perlu apa sama saya?"

Bagas mengangkat bahu. Kemudian, dia membereskan berkas yang tadi dibacanya dan meletakkan di meja. Pria itu berdiri, mengambil jas yang disampirkan di belakang kursi, dan memakainya.

"Tadinya saya mau nanya jadwal untuk besok. Sama cari berkas untuk PT. Fajar Gemilang. Tapi, berkasnya sudah saya temukan dan untuk jadwal saya pikir kamu bisa mengirimkannya via chat kepada saya. Jadi, sekarang lebih baik kita pulang. Kamu temenin saya makan dulu."

Alesha terbegong dengan mulut terbuka lebar sambil terus menatap Bagas. Sementara, pria itu terus berjalan hingga mencapai pintu lalu menoleh kepada sekretarisnya yang masih diam di tempat.

"Kamu mau ikut pulang atau tetep di sini?"

Alesha berkedip lalu tertawa dan beberapa saat kemudian berganti menangis. Bagas yang melihatnya jadi kebingungan dan akhirnya mendekat ke arah Alesha.

"Kamu nggak apa-apa? Jangan-jangan kamu kesambet waktu jalan ke sini."

"Iya, saya kesambet setan Bagas! Bapak tega banget sama saya. Saya udah ninggalin acara kencan saya demi kembali ke kantor buat nemuin Bapak. Tapi, apa? Sampek sini saya cuma diminta pulang lagi dan nemenin Bapak makan? Saya udah nyaris gila sekarang, Pak!"

Bagas menggeleng-geleng lalu menepuk pelan lengan Alesha. "Percuma kamu cari pacar. Selama jadi karyawan saya, nggak akan ada waktu buat kencan."

Alesha berdecak sambil menghindari tangan Bagas yang hendak menepuk lengannya lagi. Wanita itu berjalan mendahului bosnya seraya mengentak-entakkan kaki.

Bagas menyusul di belakang dengan menahan senyum melihat kelakuan sekretarisnya itu. Dia merasa puas karena sudah berhasil membuat Alesha kesal. Seharian tadi dia dibuat kesal oleh wanita yang terus saja membuat kesalahan. Pria itu sudah curiga dengan sikap Alesha yang senyum-senyum sendiri selama jam kerja dan tidak membalas perkataannya saat memberikan teguran siang tadi.

Pria itu mengajak Alesha makan di warung tenda yang mangkal di trotoar. Dia memilih nasi goreng sebagai menu makan malamnya. Bagas menoleh kepada wanita yang berdiri di sampingnya dan masih mengerucutkan bibir itu.

"Kamu nggak suka saya ajak makan di pinggir jalan kayak gini?"

Alesha melirik sinis kepada bosnya itu. "Kalo bisa makan orang, Bapak udah saya makan dari tadi."

Bagas sempat mengeluarkan tawa yang sudah tidak sanggup ditahannya lagi. "Sori-sori. Saya nggak maksud menertawakan kamu. Tapi, sikap kamu saat ini, tuh, lucu banget. Pakek gaun cantik dengan dandanan yang cukup menor. Tapi, makannya di pinggir jalan."

"Terus aja, Pak! Terus sindir saya. Kalo bukan pimpinan di perusahaan tempat saya kerja sekarang, udah saya telen Bapak idup-idup!"

Bagas melepas jas lalu menyampirkannya di pundak Alesha. Kemudian, dia menuntun wanita itu untuk duduk di meja yang kosong. Beberapa pria yang berada di sana tidak henti melirik sekretarisnya. Hal itu membuat Bagas risi dan dalam hati kecilnya, dia tidak suka melihat tatapan mereka yang seperti serigala kelaparan itu.

"Udah pakek aja. Kamu nggak risih diliatin banyak pria di sini dari tadi? Sekarang kita makan aja. Nggak perlu ribut. Malu diliatin orang."

Alesha mendengkus sambil memalingkan wajah. "Jelas-jelas dari awal Bapak yang ngajak ribut!"

Bagas tidak memedulikan lagi ocehan Alesha yang terus saja menyalahkannya. Yah, meski memang semua itu salahnya juga. Namun, dia tidak mau membiarkan wanita yang kemungkinan adalah teman masa kecilnya itu jatuh kepada pria berengsek dan tidak bertanggung jawab. Terlebih, dia tidak mau orang yang bekerja dengannya terutama yang menjabat sebagai sekretaris kehilangan fokus karena lebih mementingkan pasangan mereka daripada pekerjaan.

Seorang pria mengantarkan pesanan mereka dan membuat Alesha mengalihkan perhatiannya pada piring berisi nasi goreng itu. Tanpa berkata-kata lagi, wanita itu langsung mengambil sendok dan mulai menyuapi mulutnya. Bagas takjub melihat wanita di hadapannya itu dengan lahap menghabiskan seporsi besar nasi goreng. Bagiannya saja masih tersisa sedikit dan perutnya sudah tidak mampu untuk menampung lagi.

Mereka meninggalkan warung tenda itu setelah menghabiskan teh hangat masing-masing. Bagas mengemudikan mobil menuju apartemen, sementara Alesha hanya diam sepanjang perjalanan sambil menatap ke luar jendela.

Bagas menoleh ke kiri setelah memarkirkan mobil dan menemukan sekretarisnya itu telah tertidur. Dia memutuskan untuk tetap di sana hingga wanita itu terbangun dengan sendirinya.

Lima belas menit berlalu dan Alesha belum juga terbangun. Bagas yang sudah sangat mengantuk ingin membangunkan wanita itu, tetapi tidak tega saat melihat wajah damai dari sekretarisnya.

"Kita udah sampek, Pak?"

Bagas hampir terantuk kaca mobil saat terkejut mendengar suara Alesha karena dia sempat tertidur. Pria itu menoleh dan melihat wanita di sampingnya meregangkan tubuh.

"Kok, Bapak nggak bangunin saya kalo udah sampek?"

"Nggak tega. Kamu tidurnya pules banget."

Alesha hanya mengangguk sebagai balasan. Kemudian, mereka keluar dari mobil dan berjalan menuju lift. Saat tiba di depan apartemen masing-masing, Alesha teringat masih mengenakan jas milik Bagas. Wanita itu melepasnya lalu mengembalikan jas tersebut kepada pemilikya.

"Makasih, Pak!"

"Sama-sama. Oh, iya. Lain kali, kalo kencan itu pas akhir pekan. Biar nggak ngganggu kerjaan."

Bagas langsung masuk ke unitnya tanpa memedulikan Alesha yang terbengong setelah mendengar perkataannya itu.

Bersambung

~~~

Pak, posesif banget sama karyawannya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top