Bab 37. Menemukan Kejanggalan
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Di dalam ruangan, Bagas memijit bagian belakang leher yang terasa pegal. Belum lagi kepalanya yang sakit karena pagi-pagi harus menghadapi ulah sang sekretaris. Itulah sebabnya semalam dia sangat menentang jika Alesha ikut minum bir, tetapi dasar wanita keras kepala yang tidak mau kalah. Akhirnya, dia juga yang harus menerima akibatnya. Ditambah pula staf divisi yang belum paham betul mengenai cara kerja dan tanggung jawab masing-masing. Haruskan dia juga yang turun tangan langsung?
Dia meminum kopi yang sudah tersedia di meja untuk menyegarkan pikirannya lagi. Pria itu menghela napas panjang, setidaknya dia sudah berhasil menahan emosi dan tidak meledak-ledak di depan karyawan. Sambil menunggu waktu makan siang, Bagas memeriksa kembali berkas perjanjian kontrak yang akan ditandatangani bersama PT. Fajar Gemilang.
Tepat pukul dua belas siang, Bagas keluar dari ruangan dan hendak mengajak Alesha untuk makan siang bersama. Namun, dia justru mengerutkan kening ketika melihat wanita itu sedang fokus membolak-balik berkas di hadapannya. Dia memutuskan untuk mendekat dan melihat apa yang sedang dikerjakan sekretarisnya itu.
"Kamu nggak makan siang, Alesha?"
Alesha mendongak manatap bosnya yang sudah berdiri di depan meja. Dia melihat jam di ponsel dan benar saja sudah waktunya makan siang.
"Oh, iya, Pak. Sebentar lagi. Lagi tanggung soalnya."
"Kamu lagi meriksa apa?"
"Laporan keuangan dari Mira, Pak. Tadi Bapak minta, kan?"
"Iya. Terus itu kenapa? Ada yang keliru?"
"Ehm, itu, Pak. Saya ngerasa ada yang nggak wajar aja. Makanya mau saya coba periksa satu-satu."
"Nggak wajar gimana? Selama ini baik-baik aja. Saya tinggal tanda tangan."
"Saya ngerasa ada yang nggak beres, Pak. Semacam penggunaan dana tidak pada tempatnya. Terus ada beberapa yang nggak ada bukti nota. Tapi, uangnya dikeluarkan. Kan, aneh, Pak."
"Jadi, maksud kamu Mira melakukan penggelapan dana di perusahaan saya?"
Alesha berkedip dua kali karena terkejut dengan prubahan nada bicara bosnya itu. Seolah dialah yang sedang dituduh saat ini.
"Masih belum berani menyimpulkan ke arah sana, Pak. Makanya saya mau cek dulu keseluruhannya. Semoga aja cuma keliru, ya, Pak."
"Ya udah, itu taruh aja dulu. Sekarang kamu ikut saya makan siang. Daripada kamu keliru ngerjainnya gara-gara laper? Bukannya ketemu kesalahannya malah kacau semua." Bagas sudah menurunkan kembali nada bicaranya setelah menghela napas.
Alesha meringis saat perutnya berbunyi. Dia membereskan berkas laporan keuangan itu dan meletakkannya di laci.
"Iya, Pak. Ini saya ikut makan siang."
Bagas menahan senyum sambil menggeleng-geleng. Kelakuan sekretarisnya yang satu itu memang selalu ada saja. Kedua orang itu berjalan beriringan menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai dua.
Tiba di kantin, Alesha bertugas memesan makanan dan minuman untuknya juga Bagas, sementara pria itu mencari meja kosong. Wanita itu melihat Mira baru masuk ke kantin dan dia terus memperhatikan karyawan divisi keuangan tersebut hingga mendapat teguran dari bosnya.
Alesha segera duduk di meja yang sudah ditempati oleh Bagas. Wanita itu menunduk sambil tersenyum kepada bosnya yang mendengkus.
"Kamu itu nggak cocok jadi mata-mata. Masak di depan target ngeliatinnya sampe juling itu mata."
"Ih, Bapak berlebihan banget. Nggak sampek juling juga kali mata saya, Pak."
"Ya itu, kan cuma istilah aja, Alesha. Lagian, ngapain juga kamu liatin target di sini? Emang dengan kamu liatin dia terus kamu bisa dapet bukti yang kamu cari?"
Alesha tersenyum lebar memperlihatkan barisan giginya yang rapi. "Ya, nggak gitu juga konsepnya, Pak. Saya penasaran aja, masak iya orang kayak dia bisa ngelakuin penggelapan dana perusahaan."
"Memangnya dia orang yang seperti apa menurut kamu?"
"Ehm, nggak tau juga, sih. Kan, saya nggak deket sama dia, Pak. Saya nggak suka aja sama dia yang sombong dan udah ngerjain saya di hari pertama masuk kantor."
"Jadi, ceritanya sekarang kamu mau bales dendam sama dia?"
"Saya niatnya cuma mau cari kesalahan dalam laporannya. Eh, nggak taunya saya malah nemu sesuatu yang nggak wajar."
Mereka menghentikan pembicaraan saat pesanan datang. Bagas melihat sekretrasinya itu masih mencuri pandang kepada Mira yang duduk di meja pojok, lumayan jauh dari tempat mereka. Pria itu berdecak untuk menghentikan aksi Alesha sebelum sang target menyadarinya. Wanita itu segera fokus pada makanannya setelah melihat Bagas mendelik.
Setelah kembali ke lantai empat, Bagas melanjutkan kegiatannya. Berselang beberapa menit, kepala divisi pemasaran datang untuk mendiskusikan strategi pemasaran dengannya. Pimpinan perusahaan itu cukup kagum dengan kecepatan kerja dari karyawannya. Semoga saja strategi yang ditawarkan sudah cukup matang sebelum diajukan kepadanya.
"Jadi, bagaimana menurut Bapak?" tanya kepala divisi pemasaran itu setelah Bagas selesai membaca proposal mengenai rencana strategi yang akan digunakan.
Bagas mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuk sambil berpikir. "Hem, menurut saya oke aja. Kalian tinggal sesuaikan dengan anggaran dari perusahaan. Kalo kalian sudah punya proposal mengenai biayanya, kalian bisa diskusikan dengan divisi keuangan."
"Baik, Pak."
"Oh, ya, satu lagi. Kalian bisa coba masukkan strategi kerja sama dengan sekolah-sekolah. Biasanya, sekolah atau kampus gitu pasti punya acara besar yang sekiranya kita bisa menjadi sponsor hingga kita bisa memperkenalkan produk kita ke masyarakat yang lebih luas lagi. Jadi, nggak melulu event-event yang ada di mal atau hotel-hotel besar aja. Pasar kita justru anak-anak, remaja, hingga dewasa muda."
"Ah, benar juga, Pak. Terima kasih atas masukannya. Nanti saya diskusikan kembali dengan tim. Mungkin masih ada lagi tambahan atau hal yang harus dibahas, Pak?"
"Tidak. Saya rasa sudah cukup."
"Baik, kalo begitu, Pak. Saya permisi."
Bagas mengangguk lalu kembali berkutat dengan dokumen yang tidak ada habisnya setiap hari itu. Pukul empat sore, Bagas menghentikan kegiatannya dan mengunjungi meja Alesha. Pria itu mengetuk meja sekretaris saat wanita itu fokus pada beberapa berkas yang ada di meja.
"Belum selesai juga?"
"Belum, nih, Pak. Saya masih bingung. Tapi, saya yakin ada yang nggak beres di sini," jawab Alesha tanpa mendongak, ternyata wanita itu sudah menyadari jika Bagas yang menghampiri mejanya.
"Coba sini saya bantu periksa." Bagas mengulurkan tangan untuk meminta berkas itu dari Alesha. "Sebaiknya kita periksa di ruangan saya. Lebih tenang dan aman," lanjutnya sambil membawa berkas tersebut ke ruangannya.
Alesha membawa berkas yang tersisa lalu mengikuti Bagas masuk ke ruangan pria itu. Bagas meminta wanita itu duduk di hadapannya dan meletakkan semua berkas yang dibawa ke meja. Mereka mulai memeriksa laporan keuangan milik Mira dan membandingkannya dengan laporan keuangan yang lain.
Setelah membaca dan membandingkannya, Bagas juga menemukan kejanggalan yang disebutkan oleh Alesha. Namun, pria itu tidak dapat menemukan bukti dari kecurigaannya. Dia menutup berkas-berkas tersebut karena matanya sudah terasa sangat panas. Dia memeriksa ponsel dan melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
"Alesha, sebaiknya nanti saya minta tim audit aja untuk menyelesaikan semua ini."
Bagas terdiam saat melihat wanita itu tertidur dengan kepala bersandar di mejanya. Dia berdiri dan berjalan memutar hingga berada di belakang Alesha. Pria itu melepas jas lalu dengan perlahan menyampirkannya di pundak Alesha. Dia kembali ke kursinya dan memutuskan untuk menunggu hingga wanita itu terbangun sendiri karena tidak tega untuk membangunkannya.
Bersambung
~~~
Duh, gimana nggak kelepek-kelepek itu si Alesha kalo diperhatiin terus sama Bapak?🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top