Bab 26. Teman Lama
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Ketukan jari di etalase masih terus berlangsung sejak lima menit yang lalu. Meski namanya sudah dipanggil berkali-kali, tetap saja sang empunya nama itu tidak merespons. Alesha terlalu asyik dengan pikirannya sendiri. Dia sama sekali tidak peduli kepada sahabatnya yang sedikit kewalahan dalam melayani pembeli pada jam-jam terakhir sebelum toko tutup. Padahal, wanita itu sendiri yang berjanji akan membantu sahabatnya di toko sebelum berangkat tadi pagi.
Aqila yang jengkel karena panggilannya tidak mendapat respons, akhirnya dia menyenggol lengan Alesha sedikit keras. Wanita itu segera berlalu saat sahabatnya melotot ingin marah.
"Resek banget lo, La! Gue hampir kejungkel tau!" Alesha memperbaiki duduknya kembali.
"Bodo amat! Lagian suruh siapa dipanggil dari tadi nggak ngerespons? Katanya mau bantuin gue. Eh, malah ngelamun sendiri seharian."
"Ya ampun, La. Gue nggak ngelamun seharian, kali. Gue juga sempet bantuin lo tadi. Jangan fitnah, deh sama temen sendiri."
"Iya, bantuinnya lima menit, ngelamunnya sejam. Sama aja boong, kan? Lagian, lo kenapa, sih? Setelah si Rosa dateng tadi lo jadi aneh, deh."
Seorang wanita yang menanyakan korek api saat Aqila masih menata barang di etalase tadi pagi adalah Rosa, teman mereka semasa SMA. Dulu sekali, saat masih duduk di bangku SMA dua sahabat itu terkenal dengan julukan 'Double A' karena huruf depan nama mereka sama. Bukan hanya itu, mereka selalu menempel satu sama lain. Bahkan, saat pisah kelas pun mereka masih bersama di luar jam pelajaran. Mereka sering mengenakan aksesoris yang sama, begitu pula dengan pakaian.
Sama-sama dari keluarga kaya dan terpandang. Kedua wanita itu juga merupakan primadona di sekolah. Tidak heran jika teman satu sekolah mengenal mereka. Termasuk Rosa yang dulu juga sempat menjadi pengagum kedua wanita itu.
"Justru itu, La. Gue lagi kepikiran sama undangan dia tadi. Kira-kira menurut lo, kita enaknya dateng apa enggak ke reunian SMA? Kalo dipikir-pikir lagi. Kita emang kayak menghilang gitu nggak, sih dari circle anak-anak SMA?"
Kedua wanita itu seakan menghilang bagai ditelan bumi setelah kelulusan SMA. Aqila yang berduka atas kepergian kedua orang tuanya dan masalah perebutan harta yang akhirnya diambil alih oleh adik-adik dari sang ayah. Sementara, Alesha yang dikirim ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah di bidang bisnis oleh ayahnya. Sehingga, mereka kehilangan kontak dengan teman-teman SMA selama kurang lebih lima tahun.
Aqila menepuk kening sambil menggeleng-geleng. "Jadi, lo hampir seharian ini ngelamun itu mikirin undangan reuni SMA? Gila, ya, lo!"
"Ih, kok, lo malah ngatain gue gila, sih, La?"
"Ya, abisnya lo, sih. Kalo lo emang mau dateng ke acara reunian ya udah dateng aja. Ngapain pakek dipikirin sampek ngelamun segala?"
Alesha memajukan bibir. "Ya, kan, nggak enak, La. Masak abis ngilang bertahun-tahun terus tiba-tiba muncul kayak tamu kehormatan gitu?"
Aqila yang masih kesal dengan sahabatnya itu menjitak kepala Alesha. "Nggak usah kepedean. Kayak yang lo bilang tadi. Udah bertahun-tahun berlalu. Jadi, kayaknya nggak mungkin lo tetep jadi primadona."
"Lo juga, kali! Jadi, kita dateng, nggak?"
"Serah lo, deh! Tapi, kayaknya males banget. Besok, tuh hari libur gue. Pengennya rebahan aja di kasur."
Alesha berpikir sambil mengetukkan jari lagi di etalase. "Hem, bener juga, sih, ya. Mana acaranya sore. Senin gue udah harus kerja lagi. Nggak usah dateng aja, kali, ya."
Aqila mendengkus dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu. Dia memilih untuk membereskan barang-barangnya dan bersiap menutup toko lalu kembali ke apartemen.
Alesha mengumpat dalam hati karena tidak mendapat respons dari sahabatnya itu. Meski begitu, dia tetap mengikuti Aqila untuk membereskan barang-barangnya. Kemudian, dia membantu menutup toko dan kembali menjadi sopir.
Tiba di apartemen, Alesha dan Aqila langsung masuk ke lift setelah keluar dari parkiran. Di dalam lift, mereka masih saja memperdebatkan masalah datang ke acara reuni SMA dengan Alesha sebagai pemicu utama. Setelah keluar dari lift pun, mereka masih berdebat sambil berjalan menuju unit Aqila. Mereka berhenti saat seseorang memanggil nama Alesha.
Alesha menoleh ke belakang dan menemukan Bagas yang juga baru keluar dari lift sebelah dengan membawa kotak bekal milik wanita itu.
"Sori. Saya mau balikin kotak bekal kamu. Mumpung ketemu di sini. Tapi, maaf. Kotak bekalnya masih kotor."
Alesha tersenyum sambil mengambil kotak bekal yang disodorkan Bagas. "Nggak apa-apa, Pak. Asal makanan di dalamnya habis saya udah seneng, kok."
Bagas mengangguk. "Makasih, ya. Masakan kamu enak. Saya masuk dulu."
Bagas masuk lebih dulu ke unit apartemennya, sementara Alesha tersenyum sendiri sambil memeluk kotak bekal di tangan. Aqila berjalan memutar hingga berdiri di depan sahabatnya itu lalu menepuk lengan wanita yang masih senyum-senyum sendiri.
"Sadar, Sha! Dia itu Bos Galak yang udah bikin lo hampir keluar dari kerjaan."
Alesha mengerjap beberapa kali lalu memanyunkan bibir karena disadarkan kembali kepada kenyataan pahit. Kemudian, dia mengikuti Aqila yang membuka unit apartemen.
Keesokan harinya, Alesha membantu Aqila bersih-bersih unit apartemen dan membuang barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi. Mereka juga membersihkan kulkas dan membuang bahan makanan yang sudah busuk serta lewat dari tanggal kadaluwarsa.
Alesha mengambil ponsel yang dari tadi berbunyi menandakan ada notifikasi baru setelah menyelesaikan acara bersih-bersih. Dia menggulir layar ponsel untuk membuka pesan yang masuk. Wanita itu mengerutkan kening saat melihat nama grup baru di ruang chat WA-nya. Saat membuka grup tersebut, sudah banyak chat yang masuk dan intinya mereka lagi membahas untuk acara reuni nanti sore.
"La, lo dimasukkin ke grup juga nggak?"
Alesha menghampiri sahabatnya yang duduk di meja makan sambil memainkan ponsel.
"Nih, gue baru buka juga. Pasti si Rosa yang masukkin kita ke grup."
Alesha mengangguk-angguk. "Pastinya. Terus gimana? Kayaknya seru, deh kalo kita dateng."
"Hem, tapi gue mager banget, Sha. Lo aja, deh yang dateng bawa mobil gue."
Alesha terdiam memikirkan tawaran dari sahabatnya itu. Namun, dia merasa tidak percaya diri jika harus pergi ke acara reuni hanya sendiri.
"Enggak, deh kalo lo nggak dateng. Gue nggak mau jadi kambing congek di sana karena nggak ada yang gue kenal."
Aqila berdiri sambil mengangkat bahu. "Ya udah. Mending kita sekarang ke swalayan buat belanja kebutuhan dapur sekalian makan siang. Gimana?"
"Tawaran yang nggak mungkin gue tolak, sih kalo ini."
Kedua wanita itu bersiap lalu keluar untuk berbelanja. Mereka sengaja pergi ke swalayan dekat rumah Alesha karena ingin makan siang di resto langganan wanita itu. Selesai berbelanja, mereka langsung menuju resto cepat saji yang menjual menu gado-gado terenak menurut selera Alesha.
Baru duduk di meja kosong setelah memesan dua porsi gado-gado spesial dan dua es jeruk, seorang pria menyapa kedua wanita itu. Alesha langsung mendengkus saat melihat pria yang memanggil namanya.
"Galak banget! Nggak pernah berubah dari zaman SMA, ya."
"Hai, Za! Sendirian aja?" Aqila menyapa balik pria itu.
"Ngapain lo di sini?"
Berbeda dengan Aqila, Alesha justru menunjukkan permusuhan kepada Reza. Dia masih sangat kesal dengan pria yang nyaris menjadi suaminya itu karena sudah menghina teman masa kecilnya.
"Kita lagi di resto kalo lo lupa, Sha. Ya jelas gue mau makan, lah. Masak iya, gue mau joging di sini."
"Garing lo!"
"Ya udah, sih. Kalian nggak usah ribut di sini. Mending kita duduk bareng sambil nunggu pesenan kita dateng." Aqila mencoba menengahi sebelum terjadi keributan antara dua orang itu.
"Males!" balas Alesha cepat.
Bersambung
~~~
Alesha mau belanja dulu, Guys.
Makasih, ya. Kalian masih nemenin Alesha sampek sini. Kalo ada typo langsung tandain aja, Guys. Komen, dong, biar Alesha tau kalian masih setia.🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top