Bab 24. Double A

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Alesha tetap bangun pagi meski hari Sabtu. Dia sudah mencoba untuk memejamkan mata lagi, tetapi tetap tidak bisa kembali terlelap. Akhirnya, dia memutuskan untuk turun dari kasur dan keluar kamar. Wanita itu berdiri di dapur sambil berpikir akan melakukan apa untuk mengisi waktu hingga hari beranjak siang. Dia membuka kulkas dan menemukan bahan-bahan untuk membuat capcai. Wanita yang masih memakai piama itu berpikir sejenak sebelum mengeluarkan seluruh bahan dan mambawanya ke meja.

Dia sedang menumis bumbu di wajan saat Aqila terbangun dan menghampirinya ke dapur.

"Hem, pantes pagi-pagi ada wangi masakan gini," ucap Aqila sambil mengendus-endus ke dekat wajan. "Tumben lo hari libur gini bangun pagi?"

"Iya, nih. Semenjak kerja lagi, gue jadi kebiasaan bangun pagi." Wanita itu mendorong sahabatnya agar menjauh dari wajan. "Ih, awas, deh, La! Jangan deket-deket wajan. Idung lo kena ini baru tau rasa entar," sambung Alesha sambil mengacungkan sudip ke arah sahabatnya itu.

Aqila seketika mundur seraya menutupi hidung dengan tangan lalu memukul lengan wanita yang sudah kembali fokus ke wajan. "Jahat banget, lo! Lo pikir idung gue empal apa? Bisa dicampur ke capcai?"

"Ya makanya jangan deket-deket. Mandi sono. Biar gue selesaiin masakan gue abis itu kita sarapan bareng terus pergi ke toko."

"Weh, tumbenan lo mau nemenin gue ke toko? Kesambet apaan lo semalem?"

Alesha menepis tangan Aqila yang menempel di keningnya. Dia mengancam dengan mengangkat sudip lagi hingga sahabatnya itu lari ke kamar.

Wanita itu kembali fokus pada masakannya. Sepuluh menit kemudian, sarapan sudah tersedia di meja. Alesha melihat sahabatnya baru keluar dari kamar dengan penampilan yang lebih segar. Seperti biasa, Aqila mengenakan blus polos yang dipadukan dengan jin. Terkadang sahabatnya itu juga memakai rok selutut untuk menggantikan jin.

"Hem, udah siap. Gue jadi makin lapar, nih."

Alesha menepuk tangan sahabatnya yang hendak mengambil makanan di meja." Enak aja. Gue mau mandi dulu baru abis itu kita sarapan bareng. Awas kalo makan duluan!"

"Yang bener aja lo nyuruh gue nunggu lo dandan dulu baru bisa makan? Keburu pingsan gue, Sha."

"Bodo amat!"

Alesha tetap melenggang pergi ke kamar untuk bersiap mandi. Sementara, Aqila tidak berhenti mengumpat. Meski begitu, dia tetap pergi dari meja makan dan menonton televisi sambil menunggu sahabatnya selesai membersihkan diri.

Kedua wanita itu keluar apartemen setelah menghabiskan capcai dan jeruk hangat buatan Alesha.

"Lo bawa kotak bekal buat apaan, Sha? Makan siang di toko? Ya, kali lo cuma bawa satu. Buat gue mana?"

Alesha berdecak mendengar sahabat satu-satunya itu mulai cerewet. "Bukan buat kita. Udah, deh, diem aja. Lagian masakan gue tadi udah ludes nggak bersisa, ya."

"Ya terus itu buat siapa? Gue, kan, kepo! Lo aja masih jomlo sama kayak gue. Jadi, nggak mungkin buat cowok, dong."

"Berisik!"

Alesha berjalan ke unit apartemen di depan unit Aqila. Dia menghela napas terlebih dulu sebelum menekan bel di sisi pintu. Baru saja tangannya menyentuh bel tersebut, pintu sudah terbuka dan menampilkan seorang pria dengan penampilan rapi dan tampak lebih tampan dari biasanya.

"Eh, Pak Bagas! Kok tau kalo saya di depan pintu?"

"Alesha? Ngapain kamu di sini? Saya memang mau keluar. Kamu ada perlu sama saya?"

"Eh?"

Alesha jadi salah tingkah karena tebakannya keliru. Sementara, Aqila yang berada di belakang Alesha menahan tawa melihat wanita itu dengan sangat percaya dirinya menggoda sang bos.

"Kalo nggak ada yang mau kamu omongin, saya pergi dulu."

"Eh, Pak. Tunggu! Saya tadi mau kasih Bapak sarapan. Kebetulan saya buat capcai. Ini masih ada satu porsi buat Bapak."

Wanita itu mengulurkan kotak bekal yang sudah disiapkannya untuk Bagas. Pria itu tidak langsung mengambilnya dan justru menaikkan alis meminta penjelasan dari Alesha.

"Tapi, kalo Bapak udah sarapan atau nggak mau nerima juga nggak apa-apa, kok, Pak. Saya bawa balik aja."

"Kamu itu niat ngasih atau enggak? Kenapa dibawa balik lagi?"

Bagas segera merebut kotak bekal dari tangan Alesha sebelum wanita itu membawanya kembali.

"Saya pikir tadi Bapak nggak mau."

"Saya cuma minta penjelasan. Dalam rangka apa kamu ngasih saya makanan gini?"

Alesha berdiri sambil meremas tangan. "Ya, nggak ada apa-apa, sih, Pak. Cuma mau ngasih Bapak aja sebagai tetangga apartemen. Biar hubungan kita makin akrab gitu, Pak."

Aqila sempat tertawa lalu buru-buru menutup mulut saat Alesha melotot kepadanya. Wanita itu benar-benar tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran sahabatnya. Tiba-tiba berbuat baik kepada Bos Galak yang sudah menyusahkan hidupnya itu.

"Makasih, ya. Saya ambil makanannya. Kalo gitu saya pergi dulu. Kalian juga mau keluar?"

Alesha mengikuti arah pandang Bagas yang menoleh ke Aqila. "Oh, iya, Pak. Saya mau bantuin temen saya di tokonya. Ah, iya. Ini temen saya Aqila. Kalian udah ketemu juga waktu pertama kali kita ketemu, Pak."

"Oh, iya." Bagas hanya mengangguk yang dibalas senyuman oleh Aqila. "Saya duluan."

Alesha masih memandangi Bagas yang pergi meninggalkannya lalu masuk ke dalam lift. Dia memegangi dadanya yang berdebar lagi.

"La, gimana, dong ini? Kenapa dada gue selalu dag-dig-dug liat dia? Gila! Dia ganteng banget hari ini. Wangi pula. Mau ke mana, ya dia?"

"Ketemu pacarnya, kali. Wajar, sih, cowok seganteng dia nggak mungkin jomlo."

Alesha menatap Aqila yang ternyata juga memandang ke arah perginya Bagas. "Enak aja. Dia masih jomlo, kok. Banyak gosip di kantor bilang kalo bos gue itu masih lajang dan mapan. Jadi, banyak banget cewek yang ngantri buat dapetin dia. Itu terlepas dari sikapnya yang galak banget, ya."

"Jadi, lo suka sama dia? Terus pangeran kecil lo mau di ke manain?"

"Eh? Siapa yang bilang gue suka dia. Nggak, ah! Udah, yuk berangkat. Makin siang ini."

Aqila hanya menggeleng melihat sikap sahabatnya yang sengaja menghindar itu. Mereka pergi ke toko dengan Alesha sebagai pengemudi. Tiba di toko, mereka segera bersiap untuk melayani pembeli. Karena sekolah di samping toko tersebut masih masuk pada hari Sabtu, jadi Aqila tetap buka dan libur pada hari Minggu.

Alesha membantu untuk menyapu toko, sementara Aqila menata barang di etalase. Pegawai Aqila memang sudah pulang dari rumah sakit, tetapi wanita itu masih memberikan libur selama satu hingga dua minggu agar pemulihan kesehatan dari pegawainya itu bisa maksimal.

"Permisi! Di sini jual korek api, nggak?"

Seorang wanita cantik yang sedang memegang rokok dengan penampilan mencolok mampir ke toko. Aqila segera berdiri dari posisi jongkok saat menata barang di etalase bagian bawah.

"Ada, sebentar." Aqila mengambil korek api di etalase sebelah lalu memberikannya kepada wanita itu.

"Eh, tunggu. Lo bukannya Aqila, ya?"

Aqila menatap wanita di depannya dengan saksama. Mencoba mengingat-ingat siapa gerangan yang mengenalinya itu.

"La, ini abis gue sapu mau gue pel sekalian, ya?"

Kedua wanita itu menoleh bersama ke arah Alesha yang keluar dari bagian dalam toko dengan membawa pel. Dia hanya tersenyum canggung saat ditatap seperti itu oleh sahabatnya dan seorang wanita asing.

Pembeli tersebut tertawa sambil melihat ke arah Alesha dan Aqila bergantian. "Kalian si Double A yang legendaris itu, kan?"

Alesha mengerutkan kening mencoba mengingat siapa wanita di hadapannya itu. Tidak banyak yang tau mengenai julukan bagi mereka kecuali teman-teman SMA. Namun, dia sama sekali tidak mengenali wanita yang berkunjung ke toko Aqila itu.

Bersambung

~~~

Modus mulu, lo, Sha.

Eh, siapa itu yang kenal mereka?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top