Bab 14. Pertengkaran Pertama

▪︎ Happy rading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya

~~~

Setelah kepergian Bagas, Alesha meregangkan tubuhnya yang terasa pegal karena hanya duduk dari pagi. Wanita itu mengambil ponsel di meja lalu menelepon sahabatnya.

"Lala! Lo tau nggak siapa yang jadi bos gue?" tanya Alesha saat teleponnya mendapat jawaban.

"Refal Hady?"

"Ih, kalo itu, sih, gue bakal betah di kantor."

"Ya terus siapa? Emang gue cenayang?"

"Bagas. Cowok yang tinggal di depan unit apartemen lo. Cowok yang gue muntahin di klub."

"Apa? Serius lo?" Aqila tertawa dari seberang telepon.

"Ih, lo tega, ya. Ngetawain temen yang lagi susah."

"Ya udah, sih, lo nikmati aja."

"Iya. Tapi, masalahnya dia itu lebih galak dari yang gue kira. Hari pertama gue udah bikin salah, La," rengek Alesha.

Aqila berdecak. "Lo pasti ceroboh lagi, kan? Bikin salah apaan di hari pertama?"

"Ada, lah, pokoknya. Nanti aja detailnya gue ceritain di apartemen."

"Oke. Ini lo nggak makan siang? Apa perlu gue temenin?"

"Gue pesen makan online aja, deh, La. Kerjaan gue masih banyak."

"Ya udah. Good luck, ya hari pertamanya."

"Iya. Eh, udah, ya, La. Entar sambung lagi kalo gue udah pulang kantor."

Alesha mengakhiri telepon karena seseorang menghampiri mejanya. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Pak Bos ada? Saya mau minta tanda tangan," ucap pria dari divisi keuangan itu. Alesha dapat mengetahuinya dari tanda pengenal yang dikalungkan pria itu.

"Pak Bagas masih keluar. Dokumen yang mau ditandatangani bisa dikasih ke saya aja. Nanti saya periksa dulu dokumennya, kalo sudah tidak ada yang salah, langsung saya mintakan tanda tangan."

"Oh, oke." Pria itu menyerahkan dokumen yang dibawanya lalu pergi meninggalkan meja Alesha.

Wanita itu masih berkutat dengan dokumen-dokumen di mejanya hingga tidak menyadari waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. "Ah, akhirnya kelar juga. Eh, udah jam lima lewat. Waktunya pulang."

Alesha berdiri sambil menggerak-gerakkan tubuhnya yang terasa kaku. Sekali lagi dia periksa dokumen-dokumen yang telah dibacanya dan tidak lupa memberikan catatan pada setiap dokumen yang perlu diperbaiki. Dia mengambil tas hendak meninggalkan meja, tetapi diurungkannya setelah mengingat pesan Bagas agar menunggu pria itu kembali.

Wanita itu duduk lagi di kursinya sambil menimbang-nimbang mau pulang lebih dulu atau menunggu bos. Dia mengambil ponsel berniat menghubungi Bagas, tetapi diletakkannya kembali saat teringat bahwa dia belum memiliki nomor pria yang menjadi bosnya itu. Akhirnya, Alesha menelepon Dewi.

"Iya. Ada apa. Sha?" Suara Dewi langsung terdengar setelah nada dering kedua.

"Halo, Mbak. Maaf, nih. Mbak Dewi udah pulang, ya?"

"Iya, aku udah di jalan pulang ini. kenapa?"

"Itu, Mbak. Aku masih di kantor. Jadwal kerjaku sampek jam lima sore, kan, ya, Mbak? Kalo aku sekarang pulang, nggak apa-apa?"

"Loh, kamu nggak ikut Bagas rapat di luar?"

"Enggak, Mbak. Pak Bagas tadi nyuruh aku buat siapin dokumen yang harus ditandatangani sama dia. Tadi, sih, bilangnya aku disuruh nunggu sampek dia balik kantor. Tapi, ini udah setengah enam belum ada tanda-tanda dia balik, Mbak. Gimana, dong?"

Hening sejenak. Dewi berpikir sebelum mengambil keputusan. "Ehm, gini aja, deh, Sha. Kamu mending pulang aja. Toh, ini masih hari pertama kerja, kan. Soalnya, biasanya si Bagas bakal langsung pulang setelah rapat di luar kantor."

"Oh, gitu. Ya udah, Mbak. Aku pulang, ya. Makasih."

Alesha mengakhiri teleponnya setelah Dewi mengiakan. Dia bergegas mengambil tas dan berjalan menuju lift. Bagian administrasi yang satu lantai dengan ruangan pimpinan sudah sepi. Pasti para karyawannya penganut pulang tepat waktu. Tiba di lobi, wanita itu menyapa satpam yang membukakan pintu untuknya. Kemudian, dia menyeberang ke toko Aqila.

Kedatangan Alesha tepat saat Aqila menutup toko. Mereka memasuki mobil setelah pegawai Aqila berpamitan. Sahabatnya itu langsung menuntut Alesha untuk menceritakan kejadian di kantor. Sepanjang perjalanan pulang ke apartemen diisi dengan curhatan wanita yang baru menjabat sebagai sekretaris di kantor barunya itu.

Keesokan paginya, Alesha sangat bersemangat kembali ke kantor. Wanita itu sudah berada di dalam lift dan menekan tombol tutup saat seseorang berlari sambil berteriak "tunggu". Dengan sigap, dia menekan tombol buka berulang kali agar pintu lift tetap terbuka sampai seseorang tadi ikut masuk.

Alesha mendengkus ketika melihat orang yang baru memasuki lift. Orang itu adalah wanita yang kemarin mengerjainya dengan satu sendok makan gula. Alesha tidak perlu repot-repot menunjukkan kesopanannya di depan pegawai senior yang mengerjainya itu.

"Makasih. Oh, lo sekretaris kemarin, kan?" ucap wanita itu sok akrab.

Alesha hanya meliriknya sekilas tanpa tersenyum. Dia sangat malas dengan orang-orang yang mengedepankan senioritas di kantor hanya untuk menunjukkan kekuasaan yang bahkan bukan milik mereka. Sudah banyak dia menemukan orang seperti itu saat magang di perusahaan ayahnya. Kini, dia tidak akan tinggal diam jika ada yang ingin menginjak-injaknya.

"Eh, iya. Sori banget, ya kemarin gue salah kasih info soal gula itu. harusnya satu sendok teh. Lo nggak kena marah sama Pak Bagas, kan?"

Alesha memutar bola matanya mendengar permintaan maaf yang sungguh tidak tulus dan justru terkesan menyindir itu.

"Lo marah sama gue?"

Alesha terpaksa menoleh sambil memperlihatkan senyum manisnya. "Enggak, kok. Gue nggak apa-apa. Pak Bagas juga maklumi karena masih hari pertama gue."

"Oh, syukur, deh." Wanita itu bersiap keluar saat lift berhenti di lantai tiga. "Gue duluan, ya."

Alesha sengaja memajukan kaki kirinya saat wanita bernama Mira─seperti yang tertera di tanda pengenalnya─itu melewatinya.

"Ups, sori nggak sengaja." Alesha menahan tawa saat Mira tersandung dan hampir terjatuh di luar lift.

Kemudian, dengan cepat dia menutup kembali pintu lift itu sambil tidak lupa melambai kepada Mira. Rasain. Mau macem-macem sama gue? Oh, tidak bisa! ucap Alesha dalam hati.

Wanita yang mengenakan setelan cokelat itu masih terpingkal saat tiba di mejanya. Namun, dengan cepat dia mengendalikan diri dan mulai bekerja. Dia memeriksa ruangan Bagas dan ternyata masih kosong. Wanita itu berinisiatif untuk menyiapkan kopi sebelum bosnya datang.

Alesha kembali ke ruangan Bagas dengan membawa secangkir kopi, kali ini bisa dipastikan sesuai dengan selera sang bos.

"Alesha!"

Wanita itu berbalik karena terkejut dengan sapaan yang sama sekali tidak ramah itu. "Pak Bagas?"

Bagas berjalan ke mejanya lalu berhadapan dengan Alesha. "Kemarin kamu ke mana? Saya, kan udah bilang untuk tunggu sampek saya kembali ke kantor. Tapi, apa? Kamu udah pulang?"

Wanita yang berdiri dengan masih memegang nampan itu menggigit bibir karena gugup. "Maaf, Pak. Tapi, saya pulang sesuai jam kerja saya, kok. Saya kemarin sudah nunggu Bapak sampek jam setengah enam, tapi Bapak belum balik-balik juga. Saya juga udah minta izin sebelum pulang." Dia memberanikan diri untuk berkata.

"Siapa yang kasih izin? Saya nggak ngerasa ngasih izin kamu pulang."

"Bu Dewi, Pak. Saya mau menghubungi Bapak, tapi saya nggak punya nomor Bapak." Alesha mengucapkannya dengan menunduk.

"Atasan kamu itu siapa? Saya atau Dewi?"

"Ba-Bapak," jawab wanita itu terbata kerena bentakan Bagas.

"Kalo tau atasan kamu itu saya, kenapa kamu nggak dengerin kata-kata saya? Kalo nggak becus kerja mending keluar dari perusahaan saya. Mana dokumen yang saya minta kemarin? Belum selesai kamu periksa? Kerjaan belum selesai dan kamu berani-beraninya pulang?"

Alesha sudah cukup sabar menghadapi bos galak satu itu. Namun, dia tidak terima jika dikatakan tidak becus dalam bekerja.

"Maaf, ya, Pak Bagas yang terhormat. Saya nggak pernah meninggalkan pekerjaan yang belum selesai. Niatnya, dokumen-dokumen itu saya serahkan sama Bapak pagi ini. Dan maaf saya nggak bisa hubungi Bapak untuk minta izin pulang. Tapi, yang jelas saya kompeten dalam pekerjaan saya, Pak."

Bagas ternganga mendengar sekretaris barunya itu berani membalas semua perkataannya. Pria itu bahkan membiarkan Alesha keluar ruangan begitu saja. Beberapa saat kemudian, wanita itu kembali lagi dengan membawa setumpuk dokumen di tangan.

"Silakan Bapak periksa." Alesha meletakkan dokumen-dokumen itu di meja Bagas. "Setelah itu Bapak bisa menilai saya becus atau tidak dalam bekerja. Jangan lupa kopinya juga diminum, Pak. Saya permisi."

Alesha meninggalkan ruangan itu dengan membanting keras pintu. Hal itu membuat Bagas terkejut dan mengerjap beberapa kali sebelum duduk di kursinya sambil mengelus dada.

Bersambung

~~~

Sabar, ya, Sha ngadepin bos macam Bagas gitu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top