Bab 13. Sekretaris Baru
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Keluar dari unit apartemen, Bagas yang sudah rapi mengenakan kemeja peach yang dipadukan dengan setelan jas biru itu berjalan ke arah lift. Sayang sekali, dia terlambat dan lift baru saja turun. Pria itu menggunakan lift satu lagi yang baru saja terbuka untuk turun ke basement. Dia bergegas masuk ke mobil lalu melaju menuju kantor. Sebagai pemimpin perusahaan, dia tidak boleh terlambat untuk memberikan contoh yang baik kepada para karyawannya.
Tiba di kantor, Bagas tersenyum singkat sambil menunduk untuk membalas sapaan dari karyawan yang dilewatinya. Pria itu segera ke ruangannya untuk menemui sekretaris baru yang kata kepala HRD mulai bekerja hari ini. Namun, saat tiba di depan ruangannya, dia tidak menemukan siapa pun di meja sekretaris. Dia segera menghubungi Dewi melalui ponsel.
"Mbak, mana sekretaris barunya?" tembaknya langsung saat Dewi mengangkat telepon.
"Udah aku anter ke mejanya, kok. Oh, mungkin lagi bikinin kopi buat kamu. Tunggu aja. Nanti juga ketemu. Aku bentar lagi ke sana, deh. Buat ngenalin secara langsung."
Bagas baru ingin bicara lagi, tetapi Dewi sudah memutuskan panggilan. Pria itu memilih untuk masuk ke ruangan dan menunggu sekretaris barunya di sana.
Pemimpin PT. Starfood Anggara itu berdiri di depan meja kerjanya sambil memeriksa beberapa dokumen yang harus ditandatangani.
"Masuk," ucapnya saat terdengar ketukan di pintu.
"Permisi, Pak. Saya Alesha, sekretaris baru di sini. Dan ini saya buatkan Bapak kopi."
Bagas mengerutkan kening setelah mendengar wanita itu menyebutkan nama. Alesha? Kayak nama cewek itu, pikirnya. Dia meletakkan dokumen yang dibacanya sebelum berbalik.
"Lo? Ngapain di sini?"
Bagas begitu terkejut melihat wanita yang sama dengan tetangga unit apartemennya itu. Dia maju untuk memastikan penglihatannya tidak salah, tetapi wanita yang berdiri di hadapannya dengan membawa nampan berisi secangkir kopi itu terus mundur. Dengan sigap, Bagas menahan pinggang Alesha yang tampak limbung. Beruntung, kali ini pakaiannya terselamatkan dari noda kopi.
"Pak Bagas, maaf saya langsung masuk─"
Dewi yang baru masuk ke ruangan pimpinan itu tidak jadi melanjutkan kata-katanya saat melihat adegan berpelukan di depannya. Wanita itu berdeham untuk mengonfirmasi kehadirannya di sana.
Bagas segera melepas rangkulannya di pinggang Alesha lalu mereka sama-sama berdiri tegak dengan canggung.
"Sori, kalo kedatangan saya mengganggu."
"Bu Dewi." Alesha menunduk sopan untuk menyapa Dewi sementara Bagas sudah kembali ke mejanya.
Alesha mendekat ke meja Bagas untuk meletakkan cangkir kopi yang berhasil diselamatkannya itu. "Ini kopinya, Pak."
"Makasih."
Dewi memicing sambil berjalan mendekat ke meja Bagas. Setelah puas mengamati keduanya, wanita itu membuka suara kembali.
"Pak Bagas, ini Alesha sekretaris baru Bapak yang mulai bekerja hari ini. Karena saat ini tidak ada sekretaris senior yang bisa mengajari dia mengenai semua pekerjaan seorang sekretaris. Jadi, saya harap Bapak bisa sabar dalam mengajarinya. Pelan-pelan aja, Pak. Masih banyak waktu untuk dia belajar."
"Harus saya yang ngajari langsung? Dia bisa belajar sendiri."
"Karena Bapak Bagas yang terhormat sangat menjunjung tinggi kesempurnaan dalam bekerja. Jadi, Bapak harus mengajarinya langsung agar tidak ada kesalahan di kemudian hari." Dewi mengucapkannya dengan menahan kesal dan gemas sekaligus karena melihat pimpinannya itu bersikap tak acuh.
Bagas menghela napas. "Oke. Nanti pelan-pelan sambil jalan saya ajari dia."
Dewi megangguk-angguk sambil tersenyum meski dalam hati ingin sekali meremas bosnya itu hingga tak berbentuk lagi.
Bagas mengambil cangkir kopi lalu menyeruputnya sedikit. Hal itu tidak luput dari perhatian dua wanita yang masih berdiri di sana. Alesha sampai menahan napas saat melihat Bagas meminum kopi buatannya itu. Dia berdoa dalam hati agar tidak ada kesalahan dalam kopi buatannya. Namun, kesialan memang belum sepenuhnya pergi dari hidupnya.
"Kamu bikin kopi apa kolak? Manis banget! Kamu kasih berapa sendok gula?" tanya Bagas setelah memuntahkan kembali kopi yang diminumnya.
Alesha menelan ludah, seketika sekujur tubuhnya menegang. Dia melirik ke arah Dewi yang juga balas meliriknya.
"Kamu ikutin arahan dari saya, kan? Saya tadi bilang kalo Pak Bagas suka kopi dengan satu sendok gula." Dewi menyelamatkan suasana yang berubah tegang itu.
"I-iya, Bu. Saya udah ikutin arahan dari Bu Dewi tadi. Saya kasih gulanya satu sendok, kok."
"Sendok apa ini?"
"Sendok makan." Alesha meringis setelah mengatakannya.
Dewi menepuk kening lalu mengelus perut buncitnya sambil merapalkan kalimat dalam bahasa Jawa.
"Kamu suruh dia kasih kopi saya satu sendok makan gula? Pantes aja rasanya kayak kolak," protes Bagas dengan menatap tidak percaya kepada Dewi.
"Eh, bukan, Pak. Bukan Bu Dewi yang bilang satu sendok makan. Tapi, tadi ada karyawan perempuan yang saya tanyai. Maaf, Pak. Saya nggak tau. Biar saya buatkan lagi aja kopinya."
"Nggak usah. Besok aja kamu buatkan lagi. Inget, satu sendok teh gula. Bukan satu sendok makan."
"Iya, Pak. Sekali lagi maaf." Alesha maju dan mengambil cangkir kopi tersebut lalu membawanya ke pantri. "Saya permisi, Pak."
Sialan! Gue dikerjain. Awas aja dia sampek ketemu gue lagi. Masih zaman apa nge-bully anak baru di kantor? gerutu Alesha dalam hati saat berada di luar ruangan Bagas.
Saat jam makan siang, Bagas keluar ruangan dan mendatangi meja Alesha. "Saya ada rapat di luar sama klien. Kamu tolong susun dokumen yang harus saya tanda tangani dan taruh di meja saya. Sebelum itu, kamu juga harus baca baik-baik isi dokumennya. Kalo masih ada kesalahan, kamu kembalikan sama orang yang bertanggung jawab biar diperbaiki dulu. Saya nggak akan tanda tangan kalo dokumennya nggak rapi. Dan satu lagi, kamu tunggu sampek saya balik ke kantor."
"Baik, Pak." Alesha mencatat setiap ucapan Bagas di notes yang sudah disiapkannya.
Bagas meninggalkan kantor menuju restoran tempatnya membuat janji dengan klien. Seharusnya dia mengajak sekretarisnya itu untuk mencatat hasil pertemuan tersebut. Namun, untuk hari pertama dia memberikan pengecualian. Dia meminta sekretarisnya diam di kantor untuk mempelajari administrasi.
Pria itu harus mengakui jika sekretarisnya kali ini lebih cantik dari sebelum-sebelumnya. Namun, kecerobohan wanita itu membuatnya tidak yakin akan hasil kinerja sekretaris baru itu. Hari pertama saja, dia sudah membuat kesalahan hanya dalam membuat kopi. Bagaimana dengan pekerjaan lainnya nanti?
Bagas tiba di tempat tujuan dan langsung menemui klien yang sudah datang lebih dulu. Dia menyalami kliennya sebelum duduk.
"Maaf, Pak saya sedikit terlambat."
"Enggak apa-apa, Pak Bagas. Santai saja. Mari duduk."
Pertemuan itu berlangsung hampir dua jam hingga mendapat kesepakatan. Bagas undur diri dan berjanji akan mempersiapkan segalanya secepat mungkin. Pria itu tidak kembali ke kantor, tetapi pindah ke sebuah kafe untuk bertemu dengan klien lain.
Sekitar pukul 17.10 WIB Bagas baru menyelesaikan pertemuan keduanya sore itu. Dia segera kembali ke kantor untuk memberi arahan kepada sekretarisnya dalam membuat laporan dan dokumen perjanjian.
Bagas celingak-celinguk mencari keberadaan Alesha. Wanita itu sudah tidak berada di tempat saat Bagas tiba di ruangannya.
"Bukannya gue udah bilang kalo dia harus nunggu gue sampek balik kantor? Dasar nggak becus!" gerutunya sambil memaki Alesha yang sudah pulang lebih dulu.
Bersambung
~~~
Pak Bos jangan marah-marah, nanti takut lekas tua. Alesha, kan, enggak sengaja. Jadi, tolong dimaafin aja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top