Bab 19 - Takdir.

Keenan sampai di depan sebuah bekas pabrik yang kini tidak terpakai lagi. Di sanalah titik keberadaan Matt berdasarkan yang tertera di ponselnya.

Tanpa menimbulkan suara, Keenan mendekat ke arah pintu pabrik. Ia mengintip dari celah pintu. Matanya menangkap sosok Matt yang saat ini tengah duduk sembari menghisap rokok. Wajah Matt terlihat dingin seperti biasanya, tapi kali ini Keenan dapat melihat kilat kemarahan di manik mata hitam legam milik Matt. Akhirnya ketenangan yang dimiliki oleh seorang Matt terganggu.

Seringaian iblis terlihat di wajah Keenan. Ia akhirnya bisa menjajal seberapa tangguh seorang Matt. Apakah sehebat ucapan orang-orang yang pernah bermasalah dengan Matt?

Tak mau menunggu lebih lama, Keenan membuka pintu tua yang terbuat dari besi. Suara derit pintu yang ia buka terdengar oleh Matt. Hingga membuat Matt yang tengah merokok segera mematikan rokoknya.

"Tempat persembunyian yang bagus, Matt." Keenan tersenyum sembari mendekat ke arah Matt.

Matt berdiri dari duduknya. Ia berada dalam posisi siaga. Melihat keberadaan Keenan di sini, ia yakin ini ada hubungannya dengan Shane.

Matt tidak begitu mengenal Keenan, tapi ia tahu bahwa Keenan adalah sahabat Shane. Beberapa kali ia melihat Keenan dalam acara-acara yang diadakan oleh Shane. Dan ia tidak pernah tertarik untuk mengorek informasi pribadi Keenan.

"Apa yang kau inginkan?" Matt menatap Keenan tajam.

Keenan tersenyum tipis. "Apa yang aku inginkan?" Ia tampak berpikir sejenak. "Tentu saja tubuhmu, Matt."

Matt mendengus kasar. "Kau menjemput ajalmu, Keenan." Matt melangkah cepat ke arah Keenan lalu melayangkan tinjunya ke wajah Keenan.

Keenan menghindar dengan cepat. Ia tersenyum mengejek Matt, matanya menyiratkan bahwa tak akan semudah itu menyentuhnya.

Perkelahian antara Keenan dan Matt pecah. Kedua orang yang terlatih dalam beladiri ini saling baku hantam. Berkali-kali Matt menyerang Keenan, tapi berkali-kali pula ia gagal. Pukulan-pukulan tajam Matt yang biasanya tak bisa dihindari oleh lawannya ternyata bisa dihindari oleh Keenan dengan mudah.

Matt kini menyadari sesuatu bahwa Keenan bukan hanya pemilik cafe biasa. Melihat dari bagaimana Keenan bertarung dengannya, bisa ia pastikan bahwa itu hasil dari latihan keras bertahun-tahun.

Siapa sebenarnya Keenan? Matt bertanya pada dirinya sendiri.

Kaki kokoh Matt melayang ke arah dada Keenan. Ia berhasil membuat Keenan mundur beberapa langkah.

Keenan tersenyum menyeringai. Tangannya mengibas jaket dibagian dadanya. Satu tendangan sudah cukup membuktikan bahwa Matt memang lawan yang cukup handal. Kali ini Keenan akan menanggapi Matt lebih serius lagi. Waktu untuk menguji layak atau tidak Matt disebut sebagai petarung handal sudah habis.

Matt tidak memberi banyak jeda. Setelah satu tendangan ia melayangkan pukulan lainnya.

Suara berisik perkelahian antara Matt dan Keenan memenuhi ruangan yang pengap itu. Beberapa kali suara tubuh terbentur ke dinding juga terdengar. Baik Matt maupun Keenan sama-sama memiliki stamina yang kuat.

Matt terjerembab ke lantai setelah tubuhnya terhempas di sebuah tiang di ruangan itu. Darah mengalir dari mulut Matt. Dengan sigap pria itu mengeluarkan belati dari saku celananya. Kemudian menyerang Keenan tanpa aba-aba.

Keenan menghindar dari ayunan tangan Matt yang bergerak leluasa. Ia mencoba untuk mematahkan serangan Matt tapi kali ini ia gagal. Mata tajam belati Matt berhasil menggores bagian lengannya.

Matt menyerang lagi. Namun, kali ini tangannya terbelit oleh jaket Keenan. Tubuh Matt terbanting ke lantai karena hempasan kuat Keenan. Membuat belati yang tadi ia genggam terlepas dari tangannya. Ketika ia mencoba meraihnya lagi, Keenan sudah lebih dahulu menendang belati itu ke tempat yang tidak bisa Matt gapai.

Selanjutnya kaki Keenan terangkat ke arah dada Matt, tapi dengan cepat Matt berguling dan terhindar dari hentakan kaki Keenan.

Matt kembali bangkit. Kali ini ia meraih tongkat kayu yang ada di dekatnya. Menggunakan tongkat itu sebagai senjata.

Bahu Keenan terhantam kuat. Ia tersungkur ke lantai dengan rasa sakit yang membuat telinganya berdenging. Satu pukulan lain Keenan terima, kali ini bagian pinggangnya yang terkena pukulan tongkat kayu. Keenan memuntahkan darah segar. Bau anyir menyebar kuat di sekitar penciumannya.

Ketika Matt hendak menyerang lagi, Keenan menarik kaki Matt hingga membuat Matt sama-sama terguling sepertinya. Mengabaikan rasa sakitnya, Keenan bangkit dan mengubah keadaan. Keenan mengayunkan kakinya ke kepala Matt. Tendangan kuat itu membuat Matt bergulingan di lantai berdebu pabrik. Sejenak matanya menjadi buram. Belum ia mendapatkan kesempatan untuk bangkit, Keenan sudah lebih dahulu menendang perutnya.

Matt kembali memuntahkan darah. Matanya samar-samar menemukan keberadaan belatinya yang tadi dibuang oleh Keenan. Dengan cepat ia meraih pisau itu dan mengarahkannya ke kaki Keenan.

Serangan lanjutan Keenan akhirnya meleset. Matt menggoyangkan kepalanya kasar, mengusir rasa pening yang masih menimpanya. Ia bangkit dari posisi terlentangnya dan berbalik menyerang Keenan.

Keenan dan Matt sama-sama mengalami banyak luka. Akan tetapi, keduanya masih memiliki tenaga untuk melanjutkan perkelahian.

Matt berkali-kali melayangkan belatinya ke arah Keenan. Dan berkali-kali juga Keenan bisa menghindari serangan itu. Matt mengarahkan pisau ke leher Keenan, tapi tangannya ditangkap oleh Keenan. Matt mendorong tangannya dengan sekuat tenaga, begitu juga dengan Keenan yang menahan agar tidak tertusuk.

Mata belati itu hanya tinggal satu senti dari leher Keenan. Sedikit lagi, maka Matt akan bisa menyelesaikan pertarungan itu.

Keenan tersenyum pada Matt. Sebuah senyuman keji yang selanjutnya disusul oleh gerakan perlawanan yang lebih kuat dari Keenan. Keenan berhasil memutar pergelangan tangan Matt. Belati yang Matt genggam terjatuh di lantai. Menghantam kepala Matt dengan kepalanya. Membuat Matt mundur dengan mata mengabur.

Keenan mengambil belati milik Matt lalu menikam perut Matt. Ia memperdalam tikaman itu lalu mencabutnya. Selanjutnya Keenan menyerang ke kedua paha Matt. Ia memastikan bahwa Matt tidak akan bisa melarikan diri.

Matt tergeletak di tanah dengan kondisi mengenaskan. Namun, ia masih belum menyerah. Dengan luka-luka di tubuhnya, ia mencoba untuk merayap dengan sisa tenaga yang ia miliki.

"Mau kabur, eh?" Keenan menangkap kaki Matt. Ia menyeret Matt keluar dari pabrik dan memasukan Matt ke dalam bagasi mobilnya dengan kasar. Setelah menutup bagasi mobilnya, Keenan melangkah ke arah pintu kemudi. Ia mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Shane.

"Matt sudah ditanganku."

"Kau memang selalu bisa diandalkan, Kee."

Keenan menutup panggilan itu dan segera masuk ke dalam mobilnya.

***

Aimee mengguyur tubuhnya di bawah pancuran shower. Matanya terpejam, tangannya menyisiri rambutnya yang basah.

Christopher Edzard. Nama itu terus terngiang di kepalanya. Aimee pikir setelah membunuh Claudia maka dendamnya akan selesai, tapi ternyata ada hal lain yang tidak ia ketahui.

Aimee menyudahi mandinya. Ia segera keluar dari kamar mandi dengan wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi. Tangan Aimee meraih ponsel yang ia letakan di atas nakas. Ia duduk di atas sofa masih dengan kimono yang melekat di tubuhnya. Ibu jari Aimee bergerak di atas layar ponsel. Ia mencari di situs pencarian dengan kata kunci 'Christopher Edzard'. Foto seseorang pria yang wajahnya asing di mata Aimee muncul. Ternyata tak sulit mencari siapa itu Christopher Edzard.

Aimee membaca biodata Edzard. Ia yakin pria itulah yang dimaksud oleh Claudia. Pria yang ia cari ternyata sangat terkenal di dunia bisnis. Pria itu masuk dalam kategori 100 pengusaha terkaya di dunia. Sangat wajar jika dia mampu membayar orang untuk merayu ayahnya.

Aimee menggeser lagi layar ponselnya. Matanya tak berkedip ketika ia melihat sosok yang akrab di matanya. Saat ini ponselnya tengah menunjukan foto Edzard, Valerie dan Shane. Sebuah potret keluarga bahagia dan harmonis.

Dari keterangan di foto itu, Aimee mengetahui bahwa Edzard memiliki seorang putri yang sudah menikah, dan Shane adalah suami dari putrinya.

Senyum kecut tercetak di wajah Aimee. Bukankah dunia begitu sempit? Orang yang ia cari ternyata mertua Shane.

Dunia tampaknya memang tengah mendukungnya untuk melakukan pembalasan dendam. Edzard telah menghancurkan keluarganya melalui Claudia, maka dirinya akan melakukan hal yang sama pada Valerie.  Aimee benci pada orang ketiga, tapi untuk membuat Edzard merasakan apa yang ia rasakan maka menjadi lebih hina dari pelacur pun akan ia jalani.

Aimee kini mencari artikel mengenai Valerie. Lagi-lagi ia tersenyum sinis. Di artikel itu Valerie mengatakan bahwa ia sangat mencintai Shane begitu juga sebaliknya.

Menggelikan. Semua pria sama saja. Tidak ada yang benar-benar bisa dipercaya.

Ini bagus untuk Aimee. Ia akan membuat Shane meninggalkan Valerie seperti ayahnya yang meninggalkan ibunya. Melihat seberapa besar Valerie mencintai Shane bisa ia pastikan bahwa Valerie juga akan berakhir seperti ibunya, atau mungkin wanita manja itu bisa bunuh diri jika tahu suaminya berselingkuh. Dan setelah itu Edzard akan merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang paling dicintai.

Aimee meremas ponselnya kuat. Mengingat tentang kehilangan pasti membuat hatinya sakit.

Sudah cukup mereka berbahagia atas rasa sakit dan kehilangan yang ia dan ibunya rasakan. Sekarang waktunya ia yang memberikan rasa sakit.

Tampaknya pertemuannya dengan Shane adalah sebuah takdir. Mungkin setelah semuanya selesai ia harus berterima kasih pada Shane, karena berkat Shane-lah ia bisa menemukan Claudia yang pada akhirnya membawanya pada dalang sesungguhnya dari penyebab penderitaannya dan juga sang ibu.








Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top