Bab 16 - Tidak berhak memiliki cinta.

Dokter telah selesai menangani luka di perut Shane. Permainan Shane yang tidak pernah mengenal kata takut pada kematian hampir saja menghantarkannya pada neraka. Jika saja tusukannya bergeser ke kanan satu senti maka hidup Shane benar-benar akan selesai.

Shane jelas sudah memperhitungkan segalanya. Ia sengaja membuat tusukan itu meleset dari organ penting di tubuhnya agar terlihat bahwa dirinya melakukan perlawanan. Berdasarkan kemampuan membunuh seorang Matt, mana mungkin pria itu akan menusukan di area yang tidak akan membuat Shane tewas.

Sekali lagi, ruang rawat Shane dipenuhi tangisan Valerie. Di sebelah Valerie ada Edzard yang mencoba menenangkan putri kesayangannya. Melihat Valerie menangis seperti ini membuat Edzard tersiksa. Ia bahkan tidak pernah membiarkan air mata putrinya menetes barang sedikit saja.

Matt sudah bertindak terlalu jauh, dan Edzard tidak bisa mengabaikan semua ini lagi. Matt memang anjingnya yang paling setia. Matt juga telah banyak membereskan masalah untuknya, tetapi tindakan Matt kali ini sudah membuat semua jasa yang Matt lakukan terhadapnya lenyap. Matt mencoba membunuh Shane lagi yang artinya Matt sudah tidak menghormatinya sebagai majikan. Anjing yang tidak patuh sudah sepantasnya ia buang ke jalanan. Dan itu berlaku pada Matt.

Sebelum Matt menimbulkan masalah yang lebih besar lagi, ia harus segera dilenyapkan dari dunia ini.

Pintu ruang rawat Shane terbuka. Carlos masuk ke dalam ruangan itu lalu berdiri di belakang Edzard.

"Ketua, saya menemukan ini di kediaman Matt." Carlos menyerahkan benda kecil di tangannya. Benda itu adalah selongsong peluru yang ditemukan oleh Matt, dan sekarang berada di tangan Carlos.

Edzard membiarkan tangan Carlos berada di udara. Melihat selongsong yang Carlos pegang semakin membuktikan bahwa Matt adalah dalang dari penembakan Shane.

"Temukan Matt. Habisi dia di tempat." Edzard memberikan perintah mutlak.

Senyuman samar terlihat di wajah Carlos. Perintah ini adalah sebuah kemenangan baginya. Bukan hanya kehilangan kepercayaan, Matt juga dianggap sebagai pengkhianat dan harus dilenyapkan.

"Baik, Ketua." Carlos menundukan kepalanya dan keluar dari ruangan yang didominasi oleh warna putih itu.

"Harusnya Ayah melakukannya lebih cepat. Lihat apa yang Matt lakukan pada Shane." Valerie menatap Edzard dengan matanya yang basah. Terdapat kekecewaan yang terlihat di sana.

Edzard membalas tatapan Valerie menyesal. "Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja."

Valerie tidak bisa tenang jika Matt masih berkeliaran dengan bebas di luar sana. Siapa yang tahu apa yang akan Matt lakukan setelah ini.

"Penjagaan di luar akan semakin diketatkan. Matt tidak akan bisa menyentuh Shane lagi." Edzard seolah mengerti apa yang sedang berada di dalam kepala putrinya.

Valerie diam. Ia tidak membalas. Pandangannya kini kembali pada Shane yang belum sadarkan diri. Valerie menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja ia tidak mengikuti mau Shane dengan membawa seluruh penjaga bersamanya ketika akan pergi membeli makanan maka semua ini tidak akan terjadi. Shane terlalu mengkhawatirkannya hingga lupa bahwa keselamatan Shane-lah yang terpenting di sini.

Air mata Valerie mengalir lagi. Ia benar-benar menyesal karena tidak memperhatikan Shane dengan baik. Ia egois menerima cinta Shane yang teramat banyak, tapi malah membuat Shane berakhir seperti ini.

Hati Valerie menjerit. Ia tidak bisa melihat Shane seperti ini. Sejak Shane ditangani oleh dokter ia berdoa kepada Tuhan agar membiarkan Shane-nya tetap berada di dalam pelukannya. Dan doanya terkabul, Shane bisa diselamatkan. Valerie berjanji akan memperhatikan Shane lebih baik lagi.

***

Pagi tiba. Shane telah sadarkan diri. Ia kembali memasang wajah penuh cinta pada Valerie yang ada ketika ia membuka matanya.

Shane menyentuh mata Valerie. Entah berapa banyak air mata yang sudah Valerie keluarkan. Namun, bukan itu yang Shane pikirkan. Sebaliknya, ia akan membuat lebih banyak air mata yang tumpah dari mata itu. Tidak hany air mata, ia juga menginginkan darah keluar dari sana.

"Maafkan aku." Shane meminta maaf. Ia tampak menyesal karena telah membuat Valerie banyak menangis. "Mata indahmu menjadi seperti ini karena ketidakmampuanku menjaga diri." Tatapan Shane selembut sentuhan angin.

Valerie menggelengkan kepalanya. Ini semua bukan salah Shane. Dirinyalah yang harus meminta maaf karena datang terlambat. "Akulah yang harusnya meminta maaf, Shane. Jika saja aku datang lebih cepat maka kau tidak akan terluka lagi."

Shane menghapus air mata Valerie yang jatuh bersamaan dengan ucapan Valerie tadi. "Jangan menangis lagi. Aku tidak tahan melihat air matamu," pintanya.

Valerie mencoba menghentikan tangisnya. Ia sangat membenci air mata sebelum ini. Namun, ketika berhadapan dengan Shane yang ia cintai, ia telah menjatuhkan air matanya beberapa kali.

Melihat Valerie yang setengah mati mencintainya membuat Shane merasa jijik. Wanita sejenis Valerie tidak mengerti kata cinta sedikitpun. Wanita ini bahkan tidak berhak memiliki cinta di dalam hidupnya.

"Aku benar-benar takut kehilanganmu, Shane." Suara Valerie terdengar bergetar. Ia menggigiti bibirnya, menahan agar tangisnya tak semakin deras.

"Tidak akan ada yang mengambilku darimu, Vale." Shane merasa semakin muak dengan Valerie. Sayangnya, ia tidak ingin mempercepat penderitaan Valerie. Ia masih memiliki segudang hadiah untuk Valerie sebelum akhirnya wanita itu tewas di tangannya.

Biasanya Valerie akan merasa tenang setelah mendengar kalimat-kalimat penenang dari Shane, tapi kali ini ia tidak bisa seperti dulu lagi. Cintanya pada Shane membuatnya mulai merasa takut. Ia takut bahwa suatu hari nanti akan ada yang merenggut Shane darinya. Entah itu Matt atau orang lainnya.

"Valerie yang aku kenal dulu tidak seperti ini. Istriku pemberani, tidak pernah menangis dan tidak memiliki rasa takut." Shane kembali menyemangati Valerie.

Mata sendu Valerie menatap wajah pucat Shane. Suaminya benar. Ia dulu memang tidak seperti ini, dan tidak harus jadi seperti ini. Ia memiliki segalanya. Jika seseorang menyakiti Shane maka ia hanya perlu mencari orang itu sampai dapat. Bukan dirinya yang harus takut, tapi orang yang sudah mencoba merebut kebahagiaannya.

Valerie tersadar bahwa ketakutannya mungkin akan membuat Shane merasa khawatir. Ia tidak akan menambah beban Shane dengan kekhawatiran itu.

"Maafkan aku. Aku tidak seharusnya menjadi lemah seperti ini."

Senyum tercetak di wajah pucat Shane. "Ini baru istriku."

Tangis Valerie berganti dengan senyuman manis. Kata-kata dan tatapan Shane yang penuh cinta selalu berhasil membuat senyumnya kembali. Sekali lagi ia katakan bahwa ia sangat beruntung memiliki suami seperti Shane.

***

Landon, pengurus cafe sekaligus pria yang diperintahkan Shane untuk menjaga Aimee akhirnya keluar dari ruangannya setelah cukup lama mengamati Aimee yang bekerja tanpa istriahat. Jika ia membiarkan Aimee terus bekerja seperti ini maka ia pasti akan dipecat oleh Keenan. Dan Landon masih menyayangi pekerjaannya. Ia masih membutuhkan uang untuk kesenangannya pada wanita.

"Aimee, sebaiknya kau istirahat sekarang." Landon berdiri di dekat Aimee yang baru saja kembali ke dapur.

"Aku tidak lelah, Manager."

"Aku yang lelah melihatmu bekerja. Tuan Keenan tidak akan senang jika aku membiarkanmu bekerja seperti ini, terutama Tuan Shane. Istirahatlah, jangan membahayakan posisiku." Landon berterus terang.

"Baik, Manager." Aimee hanya ingin waktu berlalu dengan cepat, dan menurutnya dengan menyibukan diri dalam bekerja maka perputaran waktu tak akan terasa. Akan tetapi, jika ia akan membahayakan orang lain maka dirinya akan mengambil istriahat.

Aimee pergi ke belakang cafe. Di sana terdapat sebuah tempat duduk yang bisa ia gunakan untuk istirahat atau lebih tepatnya menghindar dari keramaian.

Selang beberapa detik Aimee duduk, ponselnya yang hanya ada satu kontak berbunyi. Tidak perlu bertanya siapa yang menghubunginya, sudah pasti Shane.

Aimee menjawab panggilan itu sebagai sebuah keharusan.

"Apa yang kau lakukan sendirian di belakang sana, Aimee?"

Aimee mengerutkan keningnya. Secara tidak sadar ia melihat ke kiri dan kanan mencari keberadaan Shane.

"Aku tidak ada di cafe itu, Aimee. Aku sedang memperhatikanmu dari kamera pengintai di sana."

Kepala Aimee mendongak, ia melihat ke arah satu-satunya kamera pengintai yang ada di sana. Shane, pria itu bukan hanya memata-matainya melalui Keenan, tapi juga dari kamera pengintai. Benar-benar sakit jiwa.

"Ada apa dengan wajah itu? Kecewa aku tidak ada di sana, hm? Ah, kau pasti sangat merindukanku."

Aimee mendengus pelan. Rindu? Otak Shane benar-benar bermasalah. Atas dasar apa ia merindukan Shane?

"Jangan bekerja terlalu keras. Aku tidak mengizinkanmu bekerja seperti yang kau lakukan hari ini, Aimee. Kau tidak akan bisa melayaniku dengan baik jika kau kelelahan."

Aimee tak menanggapi Shane. Wajahnya yang datar tak berubah meski sedikit saja.

"Gunakan mulutmu untuk menjawabku, Aimee. Kau tidak bisu."

"Aku mengerti."

"Apa yang kau mengerti?"

"Aku tidak akan bekerja terlalu keras seperti hari ini." Aimee menjawab dengan nada datar. Ya, tentu saja. Setelah hari ini ia akan membusuk di penjara, dan tak akan bisa bekerja lagi.

"Pintar. Satu minggu lagi aku akan menemuimu. Siapkan dirimu dengan baik, kau akan kelelahan setelah kita bertemu."

"Akan aku lakukan seperti yang kau katakan," balas Aimee.

"Shane...," suara wanita terdengar di panggilan itu.

"Aku akan menghubungimu lagi." Suara Shane kembali terdengar, tapi selanjutnya panggilan itu terputus.

Aimee menyimpan kembali ponsel pemberian Shane yang lebih mirip borgol baginya. Ia kembali hanyut dalam kesepian di tempat itu. Malam ini akan menjadi malam yang setiap hari ia nantikan.







Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top