Bab 15 - Hanya ingin membantumu.

Aimee berdiri sembari memandangi Flowers club tempat di mana jalang yang ia cari berada. Jadi, wanita yang membuat ayahnya tergila-gila hingga meninggalkan ia dan ibunya adalah seorang bos pelacur. Ckck, wajar saja wanita itu tidak memiliki malu menggoda pria yang telah beristri. Ayahnya mungkin bukan satu-satunya pria yang digoda oleh Claudia.

Kenangan masalalu tiba-tiba melintas di benak Aimee. Ia kembali teringat hari di mana ayahnya pergi memilih hidup bersama Claudia. Hari di mana kebahagiaannya lenyap begitu saja. Hari di mana ibunya hancur karena sebuah pengkhianatan.

Dada Aimee terasa sakit. Matanya membara, api dendam menyala hebat di sana. Ia sangat membenci ayahnya dan juga pelacur yang telah merusak keluarganya. Bahkan setelah kematian sang ayah, kebencian itu tidak pernah pudar. Bagi Aimee, kesalahan ayahnya tidak pernah termaafkan. Ia bahkan sempat berpikir untuk membuat ayahnya merasakan sakit yang ia rasakan, tetapi sayangnya kematian lebih dahulu menjemput ayahnya. Entah ia harus berterima kasih atau tidak pada pria cacat mental yang telah membunuh ayahnya. Setidaknya dengan kesalahan orang itu ia tidak perlu mengotori tangannya sendiri untuk membalas ayahnya.

Pintu kaca Flowers club bergeser. Seorang dengan pakaian dress berwarna hitam dipadu dengan warna silver keluar dari sana. Wanita itu nampak sangat elegan dan menawan, tetapi di mata Aimee, wanita itu lebih hina dari pelacur. Dia adalah Claudia. Wanita itu bahkan tidak berubah dari terakhir kali Aimee melihatnya.

Claudia masuk ke dalam sebuah mobil sport mewah berwarna abu-abu metalik. Wanita itu mengemudikan mobilnya tanpa sopir dan tanpa pengawalan. Ia cukup percaya diri bahwa dirinya tidak akan berada dalam bahaya.

"Ikuti mobil itu." Aimee memerintah sopir taksi yang ia tumpangi. Mobil itu kemudian bergerak, mengikuti ke mana Claudia pergi.

Mobil Claudia berhenti di sebuah kawasan apartemen mewah. Dari yang Aimee tahu di sanalah Claudia tinggal. Aimee mendengus kasar. Berapa laki-laki yang Claudia tiduri hingga bisa membeli hunian mewah itu.

Claudia masuk ke dalam apartemen, dan Aimee masih menunggu. Setengah jam Claudia tidak keluar dari apartemen, Aimee memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.

Memasuki kawasan apartemen itu cukup sulit bagi Aimee. Jika ia ingin membunuh Claudia maka kamera pengintai di apartemen itu pasti akan menangkapnya. Ia pasti akan masuk ke dalam penjara.

Persetan. Aimee telah hidup bertahun-tahun demi pembalasan dendam. Ia juga sudah tidak memiliki apapun lagi di dunia ini, jadi tidak masalah jika ia masuk penjara dan mendapatkan hukuman berat. Yang terpenting ia sudah melenyapkan Claudia.

Malam ini Aimee akan membiarkan Claudia menghirup udara yang sama dengannya. Akan tetapi, Aimee berjanji, besok ia akan membuat Claudia tertidur untuk selama-lamanya.

***

Carlos telah menyusuri tempat transaksi, dan ia tidak menemukan apapun di sana. Orang yang menembak menantu tuannya sudah jelas bukan orang sembarangan. Pekerjaan orang itu rapi dan teliti, tidak meninggalkan jejak barang sedikit saja.

Sepertinya harapan Carlos agar bisa menjatuhkan Matt lebih cepat harus musnah.

Ia juga telah memata-matai Matt, dan tak ada yang aneh dari pria itu. Atau mungkin ia yang kurang teliti. Orang sejenis Matt, mana mungkin akan bertindak gegabah. Matt pasti sudah menyusun segalanya dengan baik. Suatu hari nanti, Matt pasti akan melakukan kesalahan. Melalui kesalahan itulah semuanya akan terbuka.

Carlos tersenyum dingin. Ia akan menunggu hari itu tiba. Untuk saat ini ia hanya perlu memata-matai Matt dengan baik agar bisa mendapatkan sesuatu yang berguna baginya. Yang terpenting saat ini Ketua-nya sudah mulai mencurigai Matt. Dan ini baik untuknya meski semua masih belum pasti.

Carlos melajukan mobilnya. Ia berhenti memata-matai Matt untuk saat ini. Ia harus beristirahat, matanya sudah sangat mengantuk karena terjaga seharian.

Dari celah jendela kediamannya, Matt melihat mobil Carlos menjauh. Ia sadar bahwa sejak tadi Carlos memata-matainya. Matt menutup tirai jendelanya dan duduk di sofa. Menyalakan cerutunya lalu menghisapnya santai.

Mata Matt menunjukan tak ada emosi di sana, tetapi hatinya saat ini sedang marah. Ia telah bekerja bertahun-tahun untuk Edzard, bagaimana mungkin Edzard mencurigainya. Seharusnya dari semua orang di dunia, Edzard harus menjadi orang terakhir yang mencurigainya.

Tangan kiri Matt meraih selongsong peluru yang ada di meja. Hanya benda itulah satu-satunya yang bisa ditemukan oleh anak buahnya.

Mata Matt menatap selongsong peluru di tangannya. Siapakah pemilik dari selongsong itu? Dan kenapa tembakan itu diarahkan pada Shane bukan kepada yang lainnya? Mungkinkah dendam pribadi?

Matt menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin. Transaksi malam itu hanya diketahui oleh orang-orang dalam cartel, dan tidak mungkin ada yang menaruh dendam pada Shane karena Shane baru bergabung di sana.

Ring... ring... ponsel Matt berdering. Matt mengerutkan keningnya. Nomor tidak dikenal menghubunginya.

Matt menjawab panggilan itu, tapi ia tidak mengeluarkan suara hingga suara di seberang sana terdengar.

"Apa kabarmu, Matt?" Suara di seberang sana terdengar asing bagi Matt.

Matt lagi-lagi diam. Menunggu si penelpon bicara lebih banyak dan ia bisa mengenali siapa yang menghubunginya.

"Selongsong itu, apakah kau ingin tahu siapa pemiliknya?"

Pupil mata Matt membesar.

"Siapa kau?!" Ia baru bersuara.

Suara kekehan terdengar dari seberang sana. "Hanya seseorang yang pernah berurusan denganmu."

"Katakan apa maumu?"

"Apa mauku?" Orang itu menjeda kalimatnya. "Aku hanya ingin membantumu, Matt. Bukankah kau menginginkan Shane tidak ada di dunia ini agar kau bisa memiliki Valerie dan juga menjadi pemimpin kartel selanjutnya?"

"Brengsek! Jangan bermain-main denganku, Sialan!" Jari tangan Matt menggenggam ponselnya kuat.

"Jangan memakiku, Matt. Kau harusnya berterima kasih padaku. Ah, saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit tempat Shane dirawat. Kau tahu, Matt? Aku benci kegagalan. Kali ini Shane harus mati. Dan semua itu aku lakukan untuk membantumu." Suara tenang di seberang sana berhasil memancing emosi Matt.

"Brengsek!" Matt segera bangkit dari tempat duduknya ketika panggilan itu terputus. Ia menyambar kunci mobilnya dan bergegas pergi.

Siapa orang yang saat ini ia hadapi? Kenapa orang itu harus menggunakan Shane untuk bermain-main dengannya?

Matt tidak bisa berpikir lebih banyak. Ia melajukan mobilnya dengan kencang. Ia tidak boleh terlambat. Jika sesuatu terjadi pada Shane maka dirinyalah yang akan menjadi kambing hitam. Niatnya untuk membersihkan namanya akan semakin sulit jika sampai ia tidak bisa menghentikan si brengsek yang mencari masalah dengannya.

Sampai di parkiran rumah sakit, Matt berlari masuk. Ia menekan tombol lift dengan tergesa-gesa. Merasa lift itu terlalu lama, Matt memilih menaiki tangga. Ia menaiki dua anak tangga sekaligus, di otaknya saat ini hanya memikirkan tentang si pengecut yang bermain kucing-kucingan dengannya.

Matt terkejut saat tidak ada penjagaan di depan pintu kamar ruang rawat Shane. Ia semakin mempercepat larinya dan masuk ke ruang rawat Shane tergesa-gesa. Namun, tak ada yang terjadi di ruangan Shane. Di atas ranjang Shane terbaring dengan mata tertutup. Pria itu bisa dipastikan tengah tertidur, tapi detik selanjutnya mata Shane terbuka dan menatap Matt heran.

"Ada apa, Matt?" tanya Shane tak mengerti.

Matt tidak menjawab. Ia bergerak menyusuri ruang rawat Shane untuk memeriksa apakah benar tak ada siapapun di sana.

"Siapa yang kau cari, Matt?" Shane bertanya lagi. Kini pria itu tengah berdiri menatap Matt yang keluar dari kamar mandi.

Matt membuka tirai jendela ruangan itu. Memperhatikan sekitar dengan mata elangnya yang tajam. Mencari orang yang mungkin terlihat mencurigakan baginya.

"Apakah kau mencari si penembak?" Shane melangkah mendekati Matt. Di balik tubuhnya tersembunyi tangan yang menggenggam pisau lipat.

Matt membeku sejenak ketika mendengar ucapan Shane. Dia tahu? Matt segera membalik tubuhnya dan melihat ke arah Shane yang kini sudah berdiri tepat di depannya. Apakah mungkin orang itu sudah datang menemui Shane?

"Kenapa mencari jauh-jauh, Matt? Dia ada di sini."

Matt tidak mengerti arah ucapan Shane. Ia sudah memeriksa seisi ruangan itu, tapi tidak ada siapapun di sana.

Shane mengeluarkan pisau lipat yang ia sembunyikan. "Dan aku tidak akan melepaskannya." Shane mencoba menusuk perut Matt.

Sekarang Matt tahu siapa yang Shane maksudkan. Orang itu adalah dirinya. Matt meraih tangan Shane, menahan pisau yang diarahkan padanya.

Sekuat tenaga Shane mencoba menusukan pisau itu ke perut Matt, tapi ia mendapatkan perlawanan yang kuat. Saat ini Shane terlihat seperti ingin membunuh Matt, tapi semua itu hanyalah tipuan Shane saja. Ada sesuatu yang sudah ia rencanakan, dan rencana itu akan terjadi hanya dalam hitungan detik.

Alih-alih menusuk Matt, Shane memutar tangannya menuju ke perutnya dan menusukan pisau yang ia dan Matt pegang ke sana.

Mata Matt terbuka lebar. Apa yang Shane lakukan? Kenapa pria itu menusuk perutnya sendiri?

"Shane!" Teriakan histeris terdengar ketika pintu terbuka.

Matt terperanjat, tangannya yang bersimbah darah melepaskan pisau yang ia pegang.

"Valerie, ini tidak seperti yang kau lihat." Matt mencoba menjelaskan.

Tubuh Shane jatuh ke lantai. Valerie tidak sempat membuat perhitungan dengan Matt.   Ia segera menekan tombol untuk memanggil dokter. Sementara Matt, pria itu kini berurusan dengan empat penjaga yang datang bersama Valerie. Matt tidak akan sudi dibawa oleh anak buahnya. Jika ia ditangkap maka dirinya tidak akan pernah bisa membuktikan bahwa dirinya bersalah.

Melawan empat orang bukan hal sulit bagi Matt. Ia berhasil melarikan diri dan pergi. Di dalam mobilnya Matt memikirkan kembali tindakan Shane. Dan ia sampai pada sebuah pertanyaan.

Mungkinkah Shane yang telah menjebaknya?





Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top