Bab 12 - Bukan begitu aturan mainnya, Aimee.

"Aku sudah menemukan wanita yang Aimee cari." Keenan meletakan amplop coklat ke atas meja kerja Shane. Ia berdiri berseberangan dengan Shane yang bergerak meraih amplop yang ia berikan.

Shane mengamati foto-foto yang didapat oleh Keenan. Persis seperti yang digambarkan oleh Aimee.

"Dia pemilik Flowers club."

Shane menyimpan kembali foto-foto itu. "Kau selalu bisa diandalkan, Kee."

Keenan tidak terbuai akan pujian Shane, menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat adalah sebuah keharusan baginya. Keenan yang sempurna tidak menyukai cela sedikitpun pada pekerjaannya.

"Ah, mulai besok Aimee akan bekerja di A cafe."

Keenan mengerutkan keningnya. Ia pikir dengan kepribadian Shane yang tidak suka berbagi, ia tidak akan mengizinkan Aimee bekerja di luar dari kediamannya.

"Aimee keras kepala. Aku tidak bisa mengizinkannya bekerja di tempat lain jadi aku mempekerjakannya di sana."

Keenan tersenyum kecil. Hanya pada Aimee Shane akan kalah. "Aku harus memuji Aimee. Dia bisa membuat kau menuruti keinginannya."

Shane melempar Keenan dengan berkas yang ada di meja kerjanya. "Tunggu sampai kau merasakannya. Aku akan membalasmu!"

Keenan tertawa meledek. "Sayang sekali, keinginanmu yang satu ini tidak akan pernah tercapai, Shane."

Shane menatap Keenan tak acuh. Sekarang Keenan bisa bicara seperti itu. Lihat saja suatu saat nanti, Shane yakin Keenan akan berakhir seperti dirinya. Kalah pada wanita yang mereka cintai.

"Perintahkan pada Landon untuk menjaga Aimee." Shane kembali membahas Aimee.

Keenan duduk di sofa. Ia mengangkat tangannya membuat isyarat 'ok'. "Tidak usah cemas. Aimee aman ditangan Landon." Keenan mengedipkan sebelah matanya.  "Ah, Bagaimana perjalananmu ke Mocorito?" Keenan mengalihkan topik pembicaraan. Ia cukup penasaran apa saja yang Shane temui di Mocorito, pasalnya selama Shane di sana ia tidak ikut pergi dan jarang berkomunikasi dengan Shane.

"Edzard memiliki ribuan hektar tanaman bunga Poppy."

"Jadi, kapan kita akan memasang peledak di kebun itu?" Keenan menatap Shane tertarik.

"Meledakan tempat itu bukan perkara mudah, Kee. Di setiap titik memiliki penjaga yang dipersenjatai secara lengkap. Bukan hanya penjaga, para pegawai baik laki-laki atau wanita mereka memegang senjata." Shane tidak akan mengambil langkah sembarangan. Ia baru mencapai titik ini setelah lima tahun menjalani kehidupan memuakan bersama keluarga Edzard. Dan ia tidak akan membuat semua pengorbanannya sia-sia. "Kita membutuhkan bantuan satuan untuk menghancurkan tempat itu."

Keenan menaikan sebelah alisnya. Ia mengenal Shane cukup lama, dan Shane bukan tipe orang yang suka bekerja di dalam team. Shane lebih suka bekerja sendirian, atau paling tidak dengan dirinya dan Michael. Artinya pekerjaan kali ini benar-benar membutuhkan tenaga lebih.

"Lalu, apa langkah yang akan kau ambil selanjutnya? Edzard bisa saja mengelak bahwa dia pemilik kebun itu."

"Aku tidak menginginkan dia mengakui bahwa kebun itu miliknya, Kee. Aku hanya ingin Edzard melihat bagaimana kebun itu dihancurkan. Nyawa Edzard berada di tanganku, bukan di satuan kita. Michael sudah menyepakati itu dan dia tidak akan mengkhianatiku," balas Shane.

Keenan menatap Shane seksama. Dendam yang Shane punya untuk Edzard tidak bisa dijelaskan seberapa besarnya lagi. Malang sekali nasib Edzard yang harus berurusan dengan Shane. Sudah bisa Keenan bayangkan bagaimana Shane akan membunuh Edzard secara perlahan.

"Saat ini aku akan mengurus Matt terlebih dahulu. Aku harus menjadi satu-satunya orang yang Edzard percayai," tambah Shane.

"Jika kau memerlukan bantuanku kau bisa mengatakannya, Shane."

Shane tentu saja tidak akan sungkan meminta bantuan Keenan, hanya saja untuk urusan Matt ia akan bekerja sendiri.

Keenan bangkit dari tempat duduknya. Sudah tidak ada lagi hal yang ingin ia bicarakan dengan Shane. "Aku akan pergi ke cafe. Ada hal yang harus aku urus."

Shane hanya membalas dengan dehaman. Beberapa saat setelah Keenan pergi, Shane keluar dari ruang kerjanya. Ia melangkah menuju ke kamar tempat Aimee berada.

"Aku tidak tahu bahwa kau suka drama membosankan itu, Aimee." Komentar Shane membuat Aimee yang menonton film bergenre romance sedikit terkejut.

"Kau tidak tahu apapun tentang hidupku." Aimee membalas seruan Shane datar.

Shane tertawa kecil. Ia memang tidak tahu banyak tentang Aimee, tapi akan segera tahu. Shane sudah mencintai Aimee sejak lama, tapi ia tidak pernah berpikir untuk mengetahui apa yang Aimee suka atau tidak. Baginya Aimee harus menyukai apa yang ia sukai, itu saja.

Tangan Shane menelusup di antara helaian rambut Aimee. Ia menjambak pelan rambut itu lalu mendekatkan wajahnya, mencium aroma surai lembut milik Aimee. "Aku akan segera tahu, Aimee," bisiknya serak.

Aimee meremang karena terpaan napas Shane pada kulit leher dan telinganya.

"Dan tebakanku, film di depan bukan seleramu. Kau terlihat bosan menontonnya." Shane masih bermain dengan surai Aimee.

Shane tidak salah tebak. Aimee memang bosan menonton film di depannya padahal baru 15 menit ia menonton. Aimee tidak suka genre romance, ia penyuka film horor, tapi karena bosan dengan genre horor ia mencoba menonton film romance yang ternyata malah membuatnya ngantuk dan tidak berselera.

"Kau salah lihat. Aku menikmati film ini." Aimee mengelak. Ia tidak suka Shane membacanya.

Shane meraih remote televisi dan mematikan layar datar itu. "Kau tidak pandai berbohong, Aimee." Ia beralih duduk ke sebelah Aimee.

"Mari ganti kegiatan menontonmu dengan sesuatu yang lebih menarik minatmu." Shane tersenyum misterius.

Satu-satunya yang menarik bagi Aimee hanyalah tentang Claudia. Apakah itu artinya Shane menemukan sesuatu tentang Claudia?

"Keenan sudah menemukan wanita yang kau cari."

Satu kalimat Shane berhasil membuat Aimee bergejolak. Kemarahan di dalam dirinya yang tersimpan rapat menguak begitu cepat ke permukaan. "Katakan di mana dia?" Sorot mata Aimee terlihat memaksa.

Shane menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan begitu aturan mainnya, Aimee."

"Katakan apa yang kau inginkan," seru Aimee cepat.

"Aku akan memberitahumu setelah puas dengan tubuhmu."

"Lakukan apapun yang kau inginkan." Aimee tak akan mengulur waktu agar bisa menemukan Claudia lebih cepat.

"Santai, Aimee. Aku tidak ingin permainan yang terburu-buru." Shane selalu berhasil memegang kendali. Meski ia bisa mengalah pada Aimee, tetap saja ia yang mendominasi.

Aimee ingin memaki, tapi tidak bisa. Ia harus mengikuti kemauan Shane untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Berdiri dan buka pakaianmu perlahan, buat aku mengeras dengan caramu," titah Shane.

Aimee bertingkah seperti anjing patuh. Ia segera berdiri. Tangannya melepaskan dress yang ia kenakan. Menyisakan dalaman berenda berwarna peach yang ia kenakan.

Usai dressnya, Aimee melepas kaitan branya, membuangnya ke lantai tanpa malu sedikitpun.

Shane menyaksikan apa yang Aimee lakukan tanpa berpaling. Aimee yang ia lihat saat ini seperti kucing liar yang nakal. Alangkah bagusnya jika Aimee bertingkah seperti ini tiap harinya.

Dada kenyal Aimee menjadi pusat perhatian Shane. Ia suka bagian itu. Sangat pas di tangannya.

Aimee beralih ke panties-nya, menurunkan celana tipis itu hingga ke lantai. Kemudian ia melangkah bergerak ke arah Shane, menyusuri wajah Shane dengan jari telunjuknya yang halus.

Aimee tidak peduli seberapa menjijikannya ia saat ini. Ada harga yang harus ia bayar untuk tujuan hidupnya selama ini.

Perlahan-lahan jari Aimee membuka kancing kemeja Shane. Kemudian bermain di dada Shane membuat erangan keluar dari bibir Shane.

Di bawah sana, kejantanan Shane telah mengeras. Membuatnya merasa sesak dan ingin segera membuka celana. Sial! Aimee terlalu menggoda. Shane tidak bisa bertahan lebih lama.

Aimee tersentak ketika Shane membalik tubuhnya. Menindihnya di atas sofa dan menciumnya kasar. Tangan Shane mulai menyentuh gundukan kembarnya.

Tubuh Aimee mulai merespon sentuhan Shane. Letupan gairah kini menguasai dirinya. Sisi sensitifnya telah berkedut meminta Shane untuk segera memasukinya dengan kasar.

"Shane, kumohon." Aimee menatap Shane dengan kabut gairah.

Shane tersenyum tipis. Ia suka sekali mendengar Aimee mengucapkan namanya. "Kau memohon untuk apa, Aimee?" Shane mencubit puting Aimee.

"Masuki aku, sekarang." Nada itu memerintah, tapi mata Aime memelas.

Shane terkekeh kecil. "Perintahmu adalah segalanya bagiku, Aimee."

Shane membuka gespernya, kemudian beralih ke celana dan dalaman yang ia buang di lantai. Shane membuka paha Aimee. Ia melihat bagaimana basahnya Aimee saat ini. Benar-benar sudah siap untuk ia masuki.

Tubuh Aimee mengejang ketika Shane sepenuhnya masuk ke dalam dirinya. Ia mencengkram lengan Shane karena desakan kasar Shane. Permainan Shane membuat Aimee menggila. Hanya pada saat ini Aimee bisa melupakan kengeriannya terhadap Shane.

Erangan Aimee memenuhi setiap sudut ruangan. Shane yang mendengarkan erangan itu semakin bergairah. Shane terus bergerak di atas Aimee. Membuat Aimee mencapai puncak kenikmatan sementara dirinya masih terus memompa Aimee.

"Aimee!" Shane mengerang ketika puncak kenikmatan berhasil ia capai. Cairan miliknya memenuhi milik Aimee.

Satu ronde panjang tidak cukup bagi Shane. Setelah istirahat sejenak, ia kembali bermain dengan Aimee. Dengan berbagai posisi, di berbagai tempat. Shane memenuhi Aimee dengan cairannya lagi dan lagi.

Tubuh Aimee bergetar hebat. Lututnya terasa lemas. Orgasme yang ia rasakan membuatnya merasa seperti di awan. Peluh membasahi kulitnya, membuat lengket rambutnya yang tergerai. Ia terkulai lemas setelahnya, dan itulah akhir dari sesi panjangnya bersama Shane untuk hari ini.

Shane menarik Aimee ke dalam rengkuhannya. "Istirahatlah. Setelah itu aku akan memberitahumu tentang Claudia."

"Katakan saja sekarang." Aimee bersuara lemah dengan sisa tenaga yang ia miliki.

"Istirahat sebentar saja, Aimee."

Dan Shane menang. Aimee mengikuti mau Shane. Ia berada dalam pelukan Shane untuk beberapa saat.





Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top