Bab 10 - Pahit pekat

"Kejutan." Shane membuka pintu kamarnya. Sang istri yang berada di dalam kamar membalik tubuhnya dengan wajah sumringah. Wanita itu melepaskan bunga-bunga segar yang ia pegang.

"Shane!" Valerie melangkah bergegas menuju Shane yang tersenyum menawan. "Aku sangat merindukanmu." Ia memeluk tubuh atletis Shane erat.

Shane membalas pelukan Valerie. "Aku juga sangat merindukanmu, Vale. Rasanya seperti aku akan gila."

Valerie menghirup aroma tubuh Shane dalam-dalam hingga memenuhi rongga dadanya. Ia telah kembali mendapatkan oksigennya yang berharga. Sepertinya ia harus mengikuti Shane jika bepergian jauh. Ia tidak kuat menahan siksaan berjauhan dengan sang suami yang amat ia cintai.

Valerie melepaskan pelukannya pada tubuh Shane setelah ia sadar bahwa suaminya pasti lelah setelah perjalanan jauh. Ia meraih tas dan jas kerja Shane, kemudian mengajak Shane duduk di sofa.

"Aku akan membuatkanmu teh lemon. Tunggu di sini." Valerie hendak melangkah, tapi Shane merengkuh pinggang Valerie. Menempelkan wajahnya di sana.

"Sebentar."

Valerie tersenyum. Hatinya menghangat karena perlakuan Shane yang menurutnya sangat menyentuh. Suaminya memang semanis ini padanya.

"Sudah?" tanya Valerie dengan senyuman lembut.

Shane melepaskan pelukannya. Ia tersenyum hangat pada Valerie yang menatapnya. "Sudah."

Valerie tertawa kecil, ia mengecup pipi Shane sekilas. "Aku akan segera kembali."

"Ya, sayang." Shane membiarkan Valerie pergi.

Senyuman hangat Shane yang tadi ditujukannya pada Valerie lenyap dengan cepat hanya dalam kurang dari tiga detik. Wajah lembut Shane berganti dengan raut dingin. Ia melonggarkan dasi yang ia pakai lalu melepaskannya. Ia membuka kancing tangan kemejanya lalu menggulung kemeja itu hingga ke lengannya yang berotot.

Shane melihat ke arah bunga yang tergeletak di atas meja dengan tatapan datar. Bunga-bunga itu pasti disiapkan Valerie untuk menyambut kepulangannya. Ckck, Valerie benar-benar naif. Bagaimana mungkin serangkaian bunga bisa menbuatnya senang. Dirinya bukan Valerie yang mudah terbuai dengan hal-hal manis.

Beberapa saat kemudian Valerie kembali ke kamar. Membawa secangkir teh lemon yang disukai oleh Shane. "Untuk pria yang paling aku cintai." Valerie menyodorkan cangkir yang ia bawa ke Shane.

Shane menerima dengan senyuman bahagia. "Terima kasih, Istriku." Ia kemudian menyesap minuman yang Valerie buatkan.

Valerie duduk di sebelah Shane. "Kau pulang lebih cepat. Aku tidak bisa menyiapkan rangkaian bunganya untukmu." Valerie menatap ke arah meja. Ia menyesal karena tidak bisa melakukan sesuatu untuk menyambut Shane.

Shane meletakan cangkir, kemudian mengambil beberapa tangkai bunga. "Kita bisa merangkainya bersama."

"Aku istri yang payah."

Shane menggelengkan kepalanya. Menatap Valerie penuh cinta. "Kau istri terbaik, Vale. Sekarang ayo kita lakukan bersama."

Valerie merasa lebih baik. Shane memang pandai mengubah suasana hatinya. Wanita itu segera membantu Shane merangkai bunga.

"Ah, ini tidak cantik." Shane mendesah pelan. Wajahnya terlihat tidak puas. "Mereka kalah darimu."

Valerie tersipu. "Mulutmu manis sekali, Shane."

Shane merengkuh tubuh Valerie. Meletakan dagunya di bahu sang istri lalu diam sembari memandangi bunga yang sudah ia dan Valerie rangkai. Ia memang selalu memberikan hal yang manis-manis untuk Valerie, sebelum akhirnya ia memberikan sesuatu yang terasa pahit pekat untuk wanita yang ia rengkuh itu.

***

Shane kembali menduduki kursi kebesarannya di perusahaan milik ayah istrinya. Ia baru saja duduk setelah kembali dari meeting bersama petinggi di perusahaan itu.

Pintu ruangan Shane terbuka. Sosok sang ayah mertua melangkah masuk bersama dengan tangan kanan sang ayah yang tidak pernah berada jauh dari Shane.

"Apa aku mengganggumu, Shane?" Edzard duduk di sofa single yang ada di ruangan itu.

Shane yang sudah melangkah mendekat segera menjawab, "tidak, Ketua."

Edzard tersenyum kecil. "Jangan terlalu formal, Shane. Hanya ada aku dan kau di sini."

Shane duduk di kursi sebelah kiri Edzard, sedang sang tangan kanan Edzard tetap berdiri di sebelah Edzard.

"Bagaimana dengan perjalanan bisnismu?" tanya Edzard. Pria itu tahu bahwa setiap urusan yang melibatkan Shane pasti akan berhasil. Ia hanya ingin mendengar jawabannya sendiri dari Shane.

"Semuanya berjalan lancar. Jika tidak ada halangan kita bisa membangun hotel di tempat yang Ayah inginkan."

"Kau memang tidak pernah mengecewakan, Shane."

Shane menunjukan wajah merendah. "Terima kasih, Ayah."

Sekertaris Shane datang, membawa dua cangkir kopi untuk Shane dan Edzard. Kemudian keluar membiarkan dua petinggi perusahaan itu kembali bicara.

"Ayah ingin membawamu ke suatu tempat hari ini."

"Aku akan meminta Alara untuk mengosongkan jadwalku hari ini." Shane kemudian menghubungi sekertarisnya.

Setelah itu Shane pergi bersama Edzard. Ia dibawa ke sebuah restoran bergaya jepang yang sangat menjaga privasi pengunjungnya. Shane kini memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya sudah ada 4 orang berpakaian formal.

Keempat orang itu berdiri dan memberi hormat ketika Edzard dan Shane memasuki ruangan.

Edzard duduk, begitu juga dengan Shane dan yang lainnya. Lagi-lagi hanya tangan kanan Edzard yang berdiri. Pria itu seperti robot yang tidak pernah mengubah raut wajah. Diam ketika tidak diperintahkan bicara, dan terus saja berjaga seolah nyawa Edzard selalu berada dalam bahaya. Benar-benar anjing yang patuh.

"Ini adalah Shane Aleandro, dia yang akan mengambil alih posisiku setelah aku pensiun." Edzard memulai pembicaraan di ruangan sunyi itu.

Keempat pria di dekat Shane sudah mendengar tentang menantu kesayangan bos mereka. Dan mereka tidak akan menentang keputusan bos mereka untuk menyerahkan tampuk kepemimpinan pada Shane.

"Dan Shane, mereka adalah orang-orang yang akan terus berhubungan denganmu setelah hari ini. Ayah harap kau bisa cepat menyesuaikan diri dengan mereka." Edzard beralih pada Shane.

Shane masih tidak bersuara. Ia menunggu kejelasan tentang sesuatu yang baru ia duga-duga.

"Mereka adalah para pemimpin di setiap bagian dalam bisnis Ayah yang sesungguhnya." Edzard kembali bicara. Dan Shane masih diam mendengarkan.

"Benny, dia kepala kurir yang menyebarkan barang-barang yang kita jual. James, dia kepala penjaga kebun bunga. Morgan, dia kepala dapur. Dan Jackal, dia adalah kepala gudang." Satu per satu dari empat pria di sana dikenalkan pada Shane. "Mereka akan membawamu ke masing-masing bagian yang mereka pegang. Pelajari dengan cepat, setelah itu Ayah akan meresmikan kau sebagai pemimpin bisnis Ayah yang baru."

"Tidakkah ini terlalu cepat, Ketua?" Matt, tangan kanan Edzard akhirnya buka mulut.

"Jangan mempertanyakan keputusanku, Matt. Cukup jadi anjing penurut saja." Edzard kembali membuat Matt bungkam.

Sebelumnya Matt tidak pernah mempertanyakan keputusan sang ketua, tapi untuk kali ini ia pikir majikannya terlalu cepat memilih Shane sebagai penerus. Shane masih terlalu muda untuk mengendalikan kerajaan bisnis Edzard yang luas.

"Tunggu sebentar, Ayah. Aku melewatkan sesuatu di sini. Apa jenis bisnis Ayah yang lain hingga Matt meragukan kemampuanku?" Shane menatap Matt sekilas kemudian beralih ke sang mertua.

"Ah, astaga. Ayah sudah benar-benar mulai tua." Edzard tertawa kecil. "Narkotika, itu adalah bisnis Ayah yang sesungguhnya."

Shane diam seolah ia sedang menyesuaikan diri dengan informasi yang baru saja ia terima.

"Perusahaan yang kau pimpin hanyalah topeng, Shane. Narkotika adalah bisnis yang lebih menguntungkan dari membangun hotel dan tempat wisata." Edzard merangkul bahu Shane. "Dan seperti perusahaan, Ayah juga mempercayakan bisnis ini untuk kau kelola. Kau siap, kan?"

Shane telah menunggu saat ini. Waktu lima tahun yang ia habiskan untuk hidup dalam sandiwara kini membuahkan hasil. Akhirnya Edzard membawanya masuk pada bisnis narkotika yang akan Shane hancurkan.

"Aku tidak akan pernah mengecewakanmu, Ayah."

Edzard tertawa senang. "Aku tidak salah memilih menantu. Kau selalu bisa memuaskanku, Shane."

Shane tersenyum dalam hatinya. Kepuasan Edzard akan hancur sebentar lagi. Bisnis haram yang Edzard bangun sejak puluhan tahun lalu akan ia buat jadi debu.

"Baiklah, ayo kita makan sekarang." Edzard mengajak Shane dan keempat bawahannya yang lain untuk makan.

Suasana hati Edzard sedang sangat baik. Ia begitu senang karena Shane mau bergabung dalam bisnis yang telah meningkatkan pundi-pundi uangnya.

Usai makan, Edzard dan Shane berpisah. Shane harus mengikuti Benny untuk bertemu dengan kepala wilayah penyebaran narkotika yang mereka dagangkan. Sedang Edzard, pria itu pergi ke sebuah rumah bordil.

"Aku tidak suka kelancanganmu seperti tadi, Matt." Edzard menatap lurus ke depan. Suaranya dingin dan menusuk.

"Maafkan aku, Ketua. Aku hanya takut Tuan Shane akan mengacau bisnis yang sudah Ketua bangun dengan keringat dan darah," jawab Matt.

"Shane mengingatkanku pada diriku ketika muda. Semangat yang berapi-api, ambisi untuk maju, dan tidak memiliki belas kasihan. Kau tidak perlu mencemaskan dia. Sebaliknya kau harus membantu Shane mengurus hal-hal yang ia butuhkan."

Matt melirik Edzard sekilas dari kaca spion mobil. Lalu kembali fokus pada jalanan. "Baik, Ketua. Aku akan melakukan sesuai dengan yang Ketua katakan."

"Aku tidak akan mengampunimu jika kau memberontak, Matt." Edzard memperingati Matt lebih dini. Ia tahu Matt tidak menyukai Shane sejak dulu. Matt jelas cemburu karena Edzard lebih memilih menikahkan Valerie dengan Shane yang baru Edzard kenal daripada Matt yang sudah sejak remaja berada di sisi Edzard.

"Aku tidak akan menggigiti tuanku sendiri, Ketua." Matt menjawab mantap. Ia memang tidak menyukai Shane, tapi Matt tahu cara balas budi. Edzard adalah orang yang menyelamatkannya dari kematian, dan untuk Edzard ia akan menyerahkan nyawanya.

Mobil SUV hitam milik Edzard berhenti di depan rumah bordil kelas atas.

Edzard turun dari sana, begitu juga dengan Matt. Mereka masuk ke dalam rumah bordil yang hanya diperuntukan untuk kaum borjuis.

"Tuan Edzard, aku pikir kau tidak akan pernah mengunjungi tempat ini." Seorang wanita segera menyambut Edzard ketika mendapat kabar dari penjaga yang berjaga di tempat itu.

Wanita itu terlihat sangat glamour. Rambut ikal sebahu dengan lipstik merah menyala. Pakaian yang ia kenakan dibuat oleh designer ternama. Bisa dikatakan ia bukan wanita biasa.

Edzard menciumi bibir wanita itu dengan liar. Seperti ia sudah tidak melampiaskan hasrat seksualnya selama berabad-abad.

"Err, apakah tidak ada wanita yang bisa memuaskanmu selain aku?" Wanita yang usianya jauh lebih muda dari Edzard itu mengelus rahang kokoh Edzard.

"Diam saja, Claudia. Gunakan mulutmu untuk memuaskanku." Edzard mendorong Claudia ke sofa.

Claudia tertawa kecil. "Kau tidak pernah berubah."

Edzard mengangkat dress yang Claudia pakai hingga ke pinggang, lalu melepaskan panties yang Claudia pakai dan membuangnya sembarang. Edzard tidak tahan lagi, ia memasuki Claudia dengan kasar dan cepat.

Percintaan itu hanya berlangsung kurang dari setengah jam. Usia tidak bisa membohongi, semakin menua Edzard semakin tidak tahan lama pula permainannya.

"Kau datang ke sini tidak mungkin hanya untuk memasukiku seperti tadi. Katakanlah." Claudia sudah kembali memakai pakaiannya.

"Aku membutuhkan bantuanmu."

"Kau tahu aku akan selalu membantumu, Edzard. Perasaanku padamu masih sama."

"Aku ingin kau menghancurkan Paulo."

Claudia tersenyum hambar. Pria yang ia cintai masih saja mengirimnya pada pria lain untuk disetubuhi. Kenapa dirinya begitu tolol demi menyenangkan hati seorang Edzard.

"Berapa bayaranku?"

"Berapapun yang kau mau."

Claudia duduk di pangkuan Edzard. "Bagaimana jika kali ini kau membayar dengan menikahiku?" Claudia merayu Edzard.

"Aku tidak akan menikahi pelacur, Claudia." Edzard menjawab tanpa perasaan.

Hati Claudia terasa sangat sakit. Ia turun dari pangkuan Edzard. "Beri aku 5 juta dollar, dan aku akan melakukannya."

"Matt akan mengirimkan uangnya padamu."

Edzard bangkit dari sofa. Ia meninggalkan Claudia setelah ia mendapatkan apa yang ia mau.

Claudia menatap punggung Edzard dengan tatapan nanar. "Kau sangat tidak berperasaan, Edzard."

Lebih dari sepuluh tahun lamanya Claudia menyukai Edzard, dan pria itu tidak pernah membalas perasaannya. Claudia sudah melakukan apapun untuk Edzard termasuk menjadi pelacur untuk menghancurkan saingan bisnis Edzard atau siapapun yang menghalangi jalan pria itu, tapi ia tetap tidak bisa berada di sisi Edzard. Bagi Edzard, Claudia tidak lebih dari senjata untuk menyingkirkan lawannya.

Dan kali ini Edzard masih memanfaatkan Claudia untuk menghancurkan hidup seorang jaksa yang berniat mengusik bisnis haram Edzard. Hal yang sama yang Edzard lakukan pada seorang pencari berita yang berhasil mendapatkan beberapa informasi tentang bisnis haramnya beberapa tahun silam.



Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top