29. Baumu sangat enak.
Satuan tim khusus kejahatan serius menggeledah rumah Matt. Rumah itu telah lama tidak ditempati. Mereka meneruskan pencarian barang bukti lainnya, atau petunjuk yang bisa membuat mereka menemukan Matt.
Reign, polisi muda yang bertarung dengan Shane memeriksa kediaman itu dengan seksama. Ia tidak boleh melewatkan hal sekecil apapun.
Semua tenaga Reign kerahkan untuk mencari petunjuk, tapi sayangnya ia tidak mendapatkan apapun begitu juga dengan anggota tim lainnya. Reign mengepalkan kedua tangannya. Ia pasti akan menangkap psikopat gila yang selama ini telah mereka kejar.
Di cafe Keenan, saat ini Shane tengah menonton berita. Pihak kepolisian memberikan penjelasan tentang kasus kematian sang ketua tim satuan kejahatan khusus. Saat ini mereka sudah mengetahui identitas tersangka dan sedang melakukan pengejaran terhadap tersangka yang mereka sebutkan inisialnya.
"Kau memang luar biasa, Shane." Keenan duduk di sebelah Shane. Ikut menonton televisi.
"Aku hanya mengembalikan apa yang Matt perbuat pada kakakku," balas Shane. Serta membersihkan namanya. Shane tidak akan membiarkan Matt tertangkap, ia akan membunuh Matt dan membuat itu seolah sebuah kecelakaan. Skema Shane sudah sangat matang, ia bahkan memikirkannya sampai akhir.
Shane bangkit dari sofa. "Aku akan menemui Matt."
"Aku ikut." Keenan juga bangkit.
Mereka berdua pergi menggunakan mobil Shane. Setibanya di rumah, Shane langsung pergi ke belakang bangunan utama. Ia masuk ke tempat penyekapan Matt yang dijaga oleh dua pria bertubuh kekar.
Matt masih hidup, tapi kondisinya tidak baik. Pria itu mengalami banyak penyiksaan. Shane memerintahkan orang-orangnya untuk melakukan itu. Ia tidak akan membiarkan Matt istirahat dengan tenang.
Shane menyiram air ke tubuh Matt. Membangunkan pria yang tengah tidur.
"Apa kabarmu, Matt?" Shane menyapa Matt seolah ia bertemu kawan lama.
Matt memberikan tatapan tajam. Entah sudah berapa hari ia terkurung di tempat pengap itu tanpa bisa melihat matahari. Matt tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan merasakan hal seperti ini. Terlebih di tangan Shane yang ia anggao bukan apa-apa.
"Bajingan sialan!"
Shane terkekeh geli. Entah sudah berapa kali Matt memakinya. "Kenapa kau marah seperti itu? Kau harusnya menyapaku."
"Bunuh saja aku, Keparat!"
Shane menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak sekarang, Matt." Ia berjongkok di depan Matt. "Ah, ada sesuatu yang ingin aku beritahukan padamu. Kau penasaran?"
Matt menyipitkan matanya. Ia yakin Shane telah melakukan sesuatu yang terkait dengan dirinya.
Shane mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukan rekaman yang didapatkan oleh salah satu orangnya yang mengamati kediaman Matt. Di sana menunjukan kediaman Matt yang digeledah oleh polisi.
"Selamat, kau menjadi pembunuh berantai."
"Keparat kau, Shane!" Matt murka. Ia mencoba membebaskan dirinya. Niat membunuh nampak jelas di matanya yang kelam.
Shane memperlihatkan raut ngeri. "Santai, Matt! Kau membuatku takut."
"Aku akan membunuhmu, Bajingan! Aku akan membunuhmu!" raung Matt.
Shane tertawa mengejek. "Aku menunggumu, Matt."
"Kau pasti akan mati, Shane! Pasti!"
Shane menarik napas pelan lalu menghembuskannya. "Tidak perlu terlalu memikirkanku, Matt. Pikirkan saja dirimu sendiri. Kau bertanggung jawab atas puluhan nyawa yang menghilang. Kau dikejar kepolisian dan juga Edzard. Kau beruntung aku menyembunyikanmu di sini." Ia menyunggingkan sebuah senyuman.
"SHANE!" Lagi, Matt meraung. Matanya kini memerah tanda kemarahan menguasai dirinya.
Shane kini membalas tatapan Matt tak kalah tajam. "Kenapa, Matt? Kau marah? Sekarang kau bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi tersangka pembunuhan yang tidak kau lakukan. Itulah yang Kakakku rasakan. Nikmatilah. Sampai mati kau akan merasakannya!"
"Ckck! Kakakmu yang idiot itu memang pantas disalahkan. Manusia seperti itu hanya mengotori bumi ini!"
"Matt!" Suara Shane meninggi.
Matt tersenyum merendahkan. "Pria idiot itu sangat menjijikan. Melihat wajahnya saja membuatku ingin membunuhnya."
Shane tidak tahan mendengar ucapan Matt. Ia meraih pistol milik Keenan yang selalu Keenan selipkan di pinggang Kee. Ia menodongkannya ke kepala Matt. Hanya dengan satu kali tekan, maka nyawa Matt akan melayang.
Keenan yang berdiri di sebelah Shane hanya diam saja. Ia tahu saat ini Matt sedang memprovokasi Shane agar cepat membunuhnya. Keenan yakin Shane pasti juga menyadarinya.
"Kakakmu memang lebih pantas mati!" Matt memprovokasi Shane lagi. Tatapan matanya terlihat begitu mencemooh.
Shane melepaskan tembakan, tapi bukan ke arah Matt melainkan ke arah lain. "Kau pikir kau bisa memprovokasiku, Matt?" Ia tersenyum miring. "Aku tidak akan membiarkan kau mati dengan mudah, Matt. Aku sudah menyiapkan banyak hadiah untukmu."
Matt menggeram. Wajahnya mengeras. "Kau pasti akan menyesal, Shane!"
Shane berdiri. Ia menginjak dada Matt. "Nikmatilah hari-harimu, Matt. Karena sebentar lagi kau akan mati dengan menyakitkan." Shane menekan kakinya hingga Matt kesakitan. Kemudian ia meninggalkan Matt yang menyumpah serapah.
Setelah mengunjungi Matt, Shane pergi mencari Aimee, sementara Keenan pria itu pergi untuk melihat peliharaan yang baru dua hari lalu ia beli. Keenan membeli sepasang singa. Sebelum ini Keenan sempat memelihara harimau, tapi sekitar satu tahun lalu harimau itu mati karena sakit. Keenan terlalu setia pada peliharaannya, ia enggan mengganti Alex-nya dengan hewan lain, tapi dua singa yang ia lihat di pasar gelap membuatnya berkhianat.
Tinggalkan Keenan yang sekarang memberi makan hewan peliharaannya. Di ruang berlatih, Shane tengah memandangi Aimee yang tengah memukul dan menendang samsak secara bergantian. Aimee begitu fokus hingga tidak menyadari keberadaan Shane.
Melihat tubuh ramping Aimee yang dibasahi oleh keringat membuat Shane tersenyum kecil. Dengan penampilan seperti itu saja Aimee terlihat begitu lezat. Ia seperti sedang menatap buruannya.
Shane tergugah untuk menjajal kemampuan Aimee. Ia sudah mendengar laporan dari Keenan tentang bagaimana Aimee latihan. Wanitanya belajar dengan serius dan cepat menyesuaikan diri. Pukulannya terarah dan tepat sasaran.
Shane melepaskan jas nya. Ia melangkah masuk ke arena tinju.
"Shane?" Aimee berhenti memukul samsak. Ia beralih pada Shane yang saat ini tengah tersenyum padanya.
"Aku ingin mencoba kemampuanmu." Shane membuka kancing lengan kemejanya. Menggulungnya hingga ke siku.
"Baiklah. Mari kita coba," ucap Aimee percaya diri.
Shane tersenyum lagi. Ia membiarkan wanitanya menyerang lebih dahulu. "Cukup bagus." Shane menangkis pukulan Aimee.
Awalnya Aimee melayangkan pukulan dengan tenang, tapi karena Shane selalu berhasil menangkis serangannya Aimee menjadi kesal. Ia terlihat geram, kemudian melayangkan pukulan dan tendangan berkali-kali.
Shane tertawa kecil sembari melayani pukulan Aimee. Sepertinya Aimee sangat ingin memukulnya. Shane akhirnya berhenti menangkis. Ia memberikan perlawanan, menangkap tangan Aimee yang melayang ke arah wajahnya. Ia memutar tangan itu hingga punggung Aimee bertabrakan dengan dada bidangnya.
Bibir Shane mengecup leher Aimee yang basah. Ia kemudian melepaskan tangan Aimee saat kaki Aimee bergerak hendak menginjak kakinya.
Aimee menyerang lagi. Ia melayangkan kakinya tinggi menuju ke dada Shane. Sayangnya Shane berhasil menghindar. Aimee makin gemas. Sepertinya ia kurang keras berlatih, tidak ada pukulannya yang mengenai Shane.
Shane mengunci tubuh Aimee. Ia memegangi kedua pergelangan tangan Aimee dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain memeluk pinggang Aimee. Inilah alasan kenapa Shane tidak ingin melatih Aimee, karena mungkin Aimee tidak akan pernah mendapatkan latihan beladiri melainkan latihan seks.
"Baumu sangat enak, Aimee." Shane menciumi rambut Aimee yang basah, kemudian menggigiti bahu Aimee yang lengket.
"Kau benar-benar mesum, Shane."
Shane terkekeh geli. "Salahkan saja tubuhmu yang begitu menggoda." Ia membalik tubuh Aimee kemudian melumat bibir Aimee ganas.
Tempat berlatih itu menjadi arena yang lebih panas dari sebelumnya. Shane benar-benar memberikan latihan seks untuk Aimee.
"Kau selalu terasa nikmat, Aimee." Shane melumat bibir Aimee lagi dan lagi, sembari pinggulnya terus menghentak milik Aimee. Ia ambruk di atas matras setelah mencapai pelepasannya.
Aimee bertambah lengket. Napasnya memburu. Tubuhnya terasa lemas. Shane selalu memberikannya sensasi yang hebat. Ia puas, dan selalu puas. Aimee harus memberi pujian atas kelihaian Shane dalam bercinta. Seperti ini juga kah Shane ketika bercinta dengan Valerie?
Tiba-tiba saja pikiran itu terlintas di benak Aimee. Namun, detik kemudian ia mengenyahkannya. Persetan, ia tidak peduli. Kenapa juga ia harus memikirkannya.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top