23. Menjadi teman baik.

"Tampaknya sekarang ponsel itu tak bisa lepas dari tanganmu." Mikhael melewati Shane yang berdiri bersandar di meja kerja Mikhael.

"Semua sudah berubah, Mikhael." Keenan menimpali sindiran Mikhael. Akan tetapi, yang disindir masih sibuk dengan ponselnya. Memperhatikan Aimee yang saat ini sedang menonton televisi di dalam kamarnya. Shane rindu Aimee, sudah dua hari ia tidak melihat pujaan hatinya itu.

"Jadi, ucapanmu itu benar adanya, Keenan. Wanita itu benar-benar telah mengubah Shane." Mikhael menatap Shane dengan tatapan menggoda.

Shane menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Ia melihat ke arah Keenan dan Mikhael bergantian. Tatapannya tak peduli sama sekali.  "Kalian pun berubah menjadi wanita penggosip." Shane membalas sindiran itu datar.

Mikhael tertawa kecil, begitu juga dengan Keenan.

"Baiklah, mari tinggalkan sejenak tentang Shane dan wanitanya itu. Jadi, dari mana kau ingin memulai rencana penghancuran bisnis haram Edzard?" Mikhael mulai membahas topik pertemuan mereka hari ini.

Shane melemparkan amplop coklat ke depan Mikhael. "Mulai dari dia."

Mikhael memperhatikan berkas yang diberikan oleh Shane. Terdapat foto-foto berukuran sedang beserta data diri seseorang yang tidak asing di mata Mikhael.

Miguel. Mikhael sudah cukup lama memperhatikan gerak-gerik pria itu, tapi sayangnya ia tidak menemukan bukti kejahatan pria itu. Miguel tidak pernah meninggalkan jejak sedikitpun.

"Apa rencanamu?" tanya Mikhael. Pria itu menatap Shane serius, begitu juga dengan Keenan yang berada di sana.

Shane mulai membuka mulutnya. Menjelaskan rencana yang sudah ia pikirkan sejak beberapa hari lalu. Dari keempat bagian di kerajaan bisnis narkotika Edzard, bagian yang paling penting dan paling mudah untuk disentuh adalah bagian dapur. Untuk Shane yang sudah mengenal seluk beluk dapur yang dikepalai oleh Morgan, menemukan bukti bukanlah hal yang sulit.

Dalam hal ini Shane akan menggunakan pria bernama Miguel yang merupakan tangan kanan Morgan. Ia membutuhkan Miguel untuk membuka tempat produksi. Karena hanya beberapa orang saja yang bisa keluar masuk tempat itu, para pekerja tinggal di dalam tempat produksi tanpa bisa keluar dari sana.

"Aku akan memimpin tim Harimau untuk menghancurkan tempat itu." Mikhael mengambil tindakan dengan cepat. Senyum mengembang di wajah pria itu. "Kesabaranmu berbuah manis, Shane."

"Aku pergi dulu, banyak hal yang harus aku urus." Mikhael meraih jas abu-abunya yang tersampir di sandaran kursi lalu pergi setelah menepuk pundak Shane dan Keenan.

Keenan melirik ke arah Shane. "Kau tidak ingin meninggalkan tempat ini?" Kemudian ia berlalu pergi menyusul Mikhael.

Shane tentu saja tidak akan berlama-lama di tempat membosankan itu. Ia mulai menggerakan kakinya meninggalkan markas rahasia Mikhael.

***

Setelah tiga hari berdiam diri di rumah Shane, Aimee kembali bekerja di cafe Keenan.

Hari ini pelanggan di cafe cukup ramai. Aimee terlihat sibuk dengan pekerjaannya sebagai pelayan.

Landon yang sejak tadi mengintip dari ruangannya gatal ingin mendekati Aimee. Ia tahu dari Keenan bahwa Aimee terjatuh dari tangga hingga tidak bisa bekerja selama satu minggu. Akan tetapi, ini belum satu minggu dan Aimee sudah masuk kerja. Landon sudah berbicara dengan Aimee mengenai seharusnya Aimee tidak bekerja hari ini, tapi Aimee berkeras bahwa ia bisa bekerja tanpa membuat masalah.

Bukan itu yang Landon takutkan. Bagaimana jika Shane mengulitinya karena membiarkan Aimee bekerja? Sungguh, Landon masih ingin hidup.

"Cukup sudah." Landon tidak tahan lagi. Ia segera keluar dari ruangannya untuk memanggil Aimee. Namun, sayangnya Landon terlambat. Dari pintu masuk Shane dan Keenan sudah melangkah menuju ke arahnya.

"Sial!" Landon mengumpat tertahan. 

"Kau memperlakukan wanitaku dengan baik, Landon." Shane melewati Landon dengan langkah tenang.

Landon meremas jemarinya. Lagi-lagi ia mengumpat, tapi kali ini dari dalam hatinya. Dengan langkah berat, ia mengikuti Shane dan Keenan ke dalam ruang kerja Keenan.

"Sepertinya kau sudah bosan bekerja di sini, Landon?" Shane berdiri bersandar di meja kerja Keenan. Matanya menatap Landon datar, tapi mampu membuat Landon memucat.

"Maafkan saya, Tuan Shane. Saya memang salah." Landon meminta maaf segera. Ia sudah bekerja cukup lama dengan Shane jadi ia tahu bahwa tuannya tidak suka jika ia mencari pembenaran.

"Ayolah, Shane. Ini bukan salah Landon. Lagipula wanitamu itu keras kepala, jadi Landon saja tidak akan mungkin bisa membuatnya berhenti bekerja." Keenan yang duduk di kursi kebesarannya menyela Shane.

Shane tidak menanggapi ucapan Keenan, ia kembali membuka mulutnya dan bicara pada Landon. "Perintahkan Aimee untuk datang ke sin!" 

"Baik, Tuan." Landon segera membalik tubuhnya dan pergi. Syukurlah kali ini ia masih selamat.

Landon menghampiri Aimee yang hendak mengantarkan pesanan. "Biarkan pekerja lain yang mengantar pesanan itu. Kau pergilah ke ruangan bos." 

Aimee melihat ke arah ruangan Keenan. Ia segera meletakan kembali nampan yang ia pegang dan segera melangkah menuju ke ruangan tempat Shane berada. 

"Laudia, antarkan pesanan ini!" Landon memanggil seorang pelayan lain untuk menggantikan Aimee.

Aimee mengetuk pintu ruangan Keenan kemudian masuk ke dalam sana. 

"Aku akan segera kembali. Ingat janjimu, Shane." Keenan bangkit dari tempat duduknya sembari menatap Shane memperingati.

Shane tersenyum tipis. "Kau membuatku ingin mengubah ucapanku tadi, Kee."

Keenan berhenti melangkah. Iris tajamnya menatap Shane lekat.

"Baik, baik, aku tidak akan 'melakukannya' di sini." Shane mengedipkan sebelah matanya. Ia bukan sedang meyakinkan Keenan, tapi menggoda sahabatnya.

Keenan mendengus, ia segera melangkah dan pergi dari ruangannya. "Astaga, itu ruanganku, tapi kenapa aku yang terusir dari ruanganku sendiri? Harusnya si brengsek Shane yang keluar dan mencari ruangan lain untuk berduaan dengan Aimee." Keenan merasa situasi saat ini adalah kesalahan. Namun, meski merasa begitu ia tetap melangkah meninggalkan ruangannya. 

"Sial!" Keenan mengumpat saat melihat wanita yang berjalan menuju ke arahnya. Ia segera memutar kakinya dan kembali melangkah menuju ke ruangannya.

"Kenapa kau kembali, Keenan?" Shane menatap Keenan yang merusak suasana. Ia baru saja melepas rindunya pada bibir manis Aimee.

Keenan mendekati Aimee, lalu menggenggam tangan Aimee. Shane terkejut melihat apa yang Keenan lakukan, tapi fokusnya teralih pada pintu ruangan yang sekarang terbuka.

"Sayang." Valerie menyapa Shane disertai dengan senyuman manis, wanita itu melangkah anggun ke arah suaminya.

"Hy, Keenan." Ia beralih ke Keenan. Tatapannya kini terhenti pada Aimee, lalu turun ke tangan Aimee yang digenggam oleh Keenan.

"Aimee, wanitaku." Keenan segera memperkenalkan Aimee pada Valerie. Ia mengambil inisiatif untuk mengakui Aimee sebagai kekasihnya. Hal ini bukan tanpa alasan Keenan lakukan, sepanjang ia bersama dengan Shane baru kali ini mereka bersama dengan wanita selain Valerie. Keenan memang sering berkencan dengan banyak wanita, tapi ia tidak pernah membawa wanita-wanita itu saat bersama Shane. 

"Ah, begitu." Valerie memperhatikan Aimee sejenak. Kemudian ia tersenyum menyembunyikan tatapan menilainya tentang Aimee. Sepertinya standar wanita Keenan terjun bebas. Aimee memang terlihat cantik meski tanpa make up berlebihan, tetapi profesi Aimee yang Valerie yakini adalah seorang pelayan membuatnya berpikir bahwa Keenan mungkin sudah bosan bermain dengan wanita kelas atas.

"Valerie, istri Shane." Valerie memperkenalkan dirinya pada Aimee. Ia menggamit lengan Shane dengan wajah yang menunjukan kepemilikan.

Shane hanya berdiri dengan tenang, ia sudah siap menghadapi situasi di mana istri dan wanita yang ia cintai bertemu secara langsung.

"Senang berkenalan dengan Anda, Nona Valerie." Aimee memberikan senyuman ramah pada Valerie. Ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan Valerie secara langsung. Wanita itu ternyata jauh lebih cantik dari yang ia lihat di televisi.

"Valerie, kau cukup memanggilku dengan nama saja." Valerie melemparkan senyuman hangat.

"Karena kita semua sudah berkumpul di sini, bagaimana jika kita makan siang bersama?" usul Shane.

Keenan sontak menatap Shane tidak percaya. Apa sebenarnya yang ada di otak Shane? Bukankah seharusnya saat ini Shane harus menjauhkan Aimee dari Valerie?

Keenan menghembuskan napas pelan.  Ia lupa bahwa pikiran Shane tidak bisa ditebak.

"Ide bagus. Perutku juga lapar." Valerie menyahuti usul Shane.

"Baiklah. Aku akan menghubungi Landon untuk menyiapkan makan siang untuk kita." Keenan akhirnya mengikuti kemauan Shane. Ia segera meraih gagang telepon yang ada di atas meja kerjanya, menghubungi Landon lalu menutupnya.

Valerie melangkah menuju sofa bersama dengan Shane, kemudian duduk bersebelahan dengan tangan yang kini digenggam oleh Shane.

Shane tidak sedang mencoba membuat Aimee cemburu, ia tahu cemburu hanya untuk orang yang memiliki cinta, sedang Aimee? Wanita itu tidak mencintainya. Ia menggenggam tangan Valerie hanya untuk menjaga sandiwaranya agar tetap terlihat seperti biasanya.

Aimee melihat sekilas bagaimana Shane menggenggam tangan Valerie. Seolah Shane tidak akan pernah melepaskan Valerie. Ah, jika saja ia tidak tahu apa yang Shane lakukan di belakang Valerie mungkin ia akan percaya bahwa Shane tak akan mengkhianati Valerie.

"Jadi, kapan kalian mulai berkencan?" Valerie memulai berbasa-basi, ia melirik Keenan dan Aimee bergantian. Sesungguhnya ia tidak tertarik sama sekali dengan kisah hubungan Keenan dan Aimee yang ia pikir tidak akan bertahan lama. Ia cukup kenal Keenan yang suka bermain dengan wanita.

"Kau mulai tertarik dengan hubungan percintaanku, huh?" Keenan menaikan sebelah alisnya menggoda Valerie.

"Entahlah, aku hanya sedikit penasaran." Valerie balas menggoda Keenan. "Jadi, Aimee, apa yang membuatmu tertarik untuk berhubungan dengan Keenan? Aku beritahu kau, Keenan sangat terkenal di kalangan wanita."

"Oh, Vale. Kau sedang berusaha membuat Aimee menyudahi hubungan kami, hm?" Keenan mengelus tangan Aimee yang sejak tadi masih ia genggam. "Jangan dengarkan dia, Love."

Valerie terkekeh geli. "Aku yakin Aimee tahu sepak terjangmu, Keenan."

"Kau benar, Vale. Aku tahu bagaimana terkenalnya Keenan.  Dia memang pencinta wanita, tidak seperti Tuan Shane yang hanya mencintaimu." Aimee mencoba mengikuti drama yang sedang Keenan mainkan.

Shane tidak terusik sama sekali dengan sindiran Aimee. Ia hanya membalas tatapan lembut Valerie yang saat ini menatapnya penuh cinta.

"Aku bukan pencinta wanita, Love. Aku hanya mencari wanita yang tepat, dan sekarang pencarianku sudah selesai. Aku menemukanmu." Keenan semakin manis dalam merangkai kata.

Shane tidak mempedulikan ucapan Keenan, saat ini matanya hanya tertuju pada tangan Keenan yang menggenggam jemari Aimee. Tidak bisakah Keenan melepaskan jemari itu sekarang juga?

"Aku harap kau tidak percaya ucapannya, Aimee. Desak dia untuk menikahimu, dengan begitu kau bisa mengikatnya," sela Valerie.

"Baiklah, mari kita hentikan di sini saja. Kau benar-benar akan membuat hubungan kami berakhir." Keenan menyudahi topik pembicaraan saat itu.

Valerie hendak membuka mulutnya lagi, tetapi ponselnya berdering. "Aku akan segera kembali." Ia bangkit dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan Keenan setelah melihat anggukan dari Shane.

"Sial! Bagaimana bisa aku terjebak di antara kalian!" Keenan menggeram frustasi. Baginya lebih baik ia berada di dalam misi berbahaya daripada harus berada dalam situasi saat ini.

"Sepertinya kau sudah tidak memerlukan tanganmu lagi, Kee," seru Shane datar. Matanya kembali tertuju pada tangan Keenan dan Aimee.

"Begitukah caramu bicara pada penyelamatmu, hah?" Keenan mendelikan matanya. "Baiklah. Aku lepas. Kau puas?!" Keenan melepaskan tangan Aimee karena tatapan Shane yang makin menyeramkan.

Valerie kembali setelah menerima panggilan. "Sepertinya aku tidak bisa makan siang bersama kalian di sini. Aku memiliki urusan penting sekarang." Wajah Valerie tampak menyesal.

"Tidak masalah, Vale. Kita bisa makan lain waktu," balas Keenan.

"Aku akan mengantarmu." Shane berdiri dari duduknya.

"Tidak perlu, Sayang. Kau lanjutkan makan siangmu di sini."

"Kau yakin?" Shane memastikan.

"Ya," jawab Valerie. "Aku pergi sekarang." Ia mengecup bibir Shane sekilas lalu beralih ke Aimee. "Kita harus lebih sering bertemu, Aimee. Mungkin kita bisa menjadi teman yang baik."

"Ah, ya, tentu saja, Vale." Aimee tersenyum hangat. Menjadi teman baik? Aimee mengejek Valerie di dalam hatinya. Mana mungkin mereka bisa menjadi teman baik, satu-satunya hal yang Aimee inginkan dari Valerie saat ini adalah melihat Valerie merasakan sakit yang luar biasa.

Valerie meninggalkan ruangan kerja Keenan. Membuat Keenan lega sepenuhnya. Ia terbebas dari situasi tidak menyenangkan lebih cepat dari bayangannya.

"Sebaiknya kau lebih berhati-hati, Shane. Aku tidak bisa terus bersandiwara menutupi tentang kau dan Aimee," ujar Keenan serius.

"Tidak usah berpikir terlalu jauh, Kee. Sekarang keluarlah dari sini."

Keenan malas beradu mulut dengan Shane, jadi ia memilih keluar tanpa protes karena diusir dari ruangannya sendiri.

"Ckck, bahkan setelah situasi seperti tadi dia masih melanjutkan berduaan di ruanganku. Shane, kau memang sakit jiwa." Keenan menggerutu sembari melangkah menuju ke dapur.

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top