22. Dunianya, hidupnya dan cintanya

Satu minggu lalu, sebelum Aimee tahu tentang Shane yang sudah menikah, ia tidak terlalu memikirkan ke mana Shane yang tidak kembali ke kediamannya selama berhari-hari, tapi setelah mengetahui fakta tentang status Shane, Aimee jadi memikirkannya. Shane pasti berada di kediaman pria itu dengan istrinya.

Memikirkan hal itu membuat Aimee tersenyum masam. Selama hampir dua bulanan ia dijadikan simpanan tanpa ia ketahui sedikitpun. Aimee tidak tahu apa yang ada di otak Shane. Bagaimana bisa pria itu menyelingkuhi Valerie yang menurut Aimee sudah sangat sempurna. Ditambah Shane memilih dirinya sebagai simpanan. Bukankah Shane sangat bodoh? Atau mungkin Shane sudah bosan dengan wanita sempurna hingga beralih padanya? Entahlah, Aimee tidak mengerti. Yang pasti saat ini ia tidak perlu bersusah payah untuk mendekati Shane karena dirinya sudah menjadi simpanan Shane, ya meskipun ia yakin Shane akan membuangnya dengan mudah demi seorang Valerie.

Tangan Aimee meraba nakas, menyentuh gelas yang ada di sana. Ia segera turun dari ranjang ketika melihat gelasnya sudah kosong. Harusnya Aimee memanggil pelayan saja untuk membawakan air minum ke kamarnya, tapi Aimee tidak pernah bersikap layaknya nyonya di kediaman itu. Apa yang bisa ia kerjakan sendiri akan ia kerjakan. Seperti mengambil air minum sendiri ke dapur.

Aimee keluar dari kamar Shane yang terletak di lantai dua kediaman mewah itu. Ia melangkah mendekati tangga dan menuruninya. Tanpa Aimee sadari kakinya menginjak anak tangga terlalu ujung hingga ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Gelas yang tadi ada di tangan Aimee terhempas di anak tangga bersama dengan tubuh Aimee yang kini menggelinding ke bawah.

Suara jeritan refleks Aimee membuat beberapa pelayan yang berada di sekitar sana segera mendekatinya. Begitu juga dengan Keenan yang kebetulan baru saja kembali dari cafe.

"Aimee!" Keenan segera meraih tubuh Aimee yang sudah berada di lantai.

Aimee yang terkejut diam beberapa saat.  Ia baru menjawab panggilan Keenan yang entah sudah beberapa kali.

"Kau berdarah, Aimee." Keenan melihat ke siku dan kening Aimee yang memang berdarah. Ia segera menggendong Aimee.

"Mau dibawa ke mana aku?" tanya Aimee pelan.

"Rumah sakit."

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja," tolak Aimee. Ia hanya merasa sedikit pusing dan sakit di beberapa bagian, tapi Aimee pikir ia tidak perlu ke rumah sakit. Dan lagi, Aimee benci rumah sakit. Tempat itu mengingatkannya tentang kematian sang ibu.

"Kau tidak baik-baik saja, Aimee. Shane bisa mengamuk jika tahu aku tidak membawamu ke rumah sakit." Keenan masih terus melangkah.

"Aku tidak ingin ke rumah sakit. Aku baik-baik saja. Tolong turunkan aku." Aimee bersikeras.

Keenan masih mengabaikan ucapan Aimee. Ia terus saja melangkah.

"Berikan saja aku obat." Aimee kembali membuka mulutnya.

Kaki Keenan berhenti melangkah. Ia menarik napas dalam. Wanita di dalam gendongannya memang keras kepala.

"Shane tidak akan senang jika tahu kau tidak dibawa ke rumah sakit."

"Dia tidak akan peduli pada lukaku."

Keenan ingin sekali mengatakan pada Aimee bahwa Shane mungkin saja akan mematahkan tulang lehernya karena goresan kecil di tubuh wanita itu. Akan tetapi, ia tidak perlu mengatakan seberapa besar perasaan Shane terhadap Aimee. Biarlah Aimee tahu sendiri. Ya, meskipun Keenan tidak yakin Shane akan mengatakan tentang perasaan yang Keenan anggap memuakan itu pada Aimee, mengingat Shane sulit mengungkapkan tentang perasaannya sendiri.

"Bagaimana jika ada tulangmu yang patah? Kau tidak takut?" Keenan menakuti Aimee.

"Kau terlalu berlebihan. Aku hanya terjatuh dari lima anak tangga terakhir."

Keenan akhirnya menurunkan Aimee. "Kau sendiri yang merasakan sakitnya. Jadi terserah kau saja. Jangan pernah katakan jika aku tidak mencoba membawamu ke rumah sakit."

Aimee memegangi kepalanya. Ia menatap darah di telapak tangannya lalu melangkah meninggalkan Keenan.

Keenan menggelengkan kepalanya. "Bagian dari mananya yang disukai oleh Shane dari wanita itu." Keenan tak habis pikir.

Keenan mengikuti Aimee dari belakang, takut jika Aimee akan terjatuh lagi.

"Bawa obat-obatan ke kamar Tuan Shane!" perintah Keenan pada seorang pelayan, lalu kembali melangkah di belakang Aimee menuju ke kamar Shane.

Pelayan datang membawa obat yang Keenan minta.

"Aku bisa mengobati lukaku sendiri.  Kalian bisa pergi." Aimee melihat ke arah Keenan dan pelayan yang mengantar kotak obat.

Keenan mengangkat tangannya, mengusir si pelayan pergi, sementara dirinya tetap tinggal di sana.

"Aku harus memastikan kau mengobati dirimu." Keenan melangkah ke arah sofa. Ia mulai memainkan ponsel dan membiarkan Aimee mengobati lukanya sendiri.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Keenan yang sedang melihat pesan masuk di ponselnya segera mengalihkan pandangan ke arah pintu.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" Pertanyaan heran itu mengarah pada Keenan.

Keenan mendengus. Yang datang adalah Shane. "Jauhkan pikiran kotor dari otakmu!"

Mata Shane beralih pada Aimee. Kakinya segera bergerak mendekat ke arah Aimee karena melihat luka di kening Aimee. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan kecemasan yang tersembunyi.

"Hanya luka kecil. Aku baik-baik saja," jawab Aimee.

"Aku bertanya apa yang terjadi, Aimee?" Shane mengulang kembali.

"Aku terjatuh dari tangga."

"Dan kau mengatakan kau baik-baik saja?" Nada suara Shane terdengar tidak suka.

"Apa saja yang kau lakukan di sini, Keenan? Kau sibuk bermain ponsel dan bukan membawanya ke rumah sakit!" Shane beralih ke Keenan. Matanya menatap Keenan kesal.

Keenan mendengus kasar. "Tanyakan sendiri pada wanitamu itu!"

"Ini bukan salahnya. Aku yang tidak mau ke rumah sakit. Aku baik-baik saja, tidak ada luka yang serius," seru Aimee.

Shane meraih pergelangan tangan Aimee. "Kau tidak akan tahu jika belum diperiksa menyeluruh. Kau harus ingat, tubuhmu milikku. Jangan gunakan cara seperti ini untuk mati lebih cepat," ujar Shane tajam.

"Dia tidak akan mati, Shane. Jangan berlebihan." Komentar Keenan malas yang dibalas dengan tatapan tajam Shane. Keenan memutar bolamatanya, apakah seorang pria yang sedang jatuh cinta akan berlebihan seperti Shane? Ayolah, Aimee hanya jatuh dari anak tangga, bukan tertembak atau terkena hantaman bom. Sudahlah, Keenan malas berurusan dengan Shane yang dimabuk cinta. Nyawanya bisa jadi taruhan jika kewarasan Shane yang hanya tinggal sedikit itu menghilang.

Shane terus melangkah dengan tangannya yang menggenggam pergelangan tangan Aimee.

"Lepaskan aku. Aku tidak mau ke rumah sakit." Aimee akhirnya bersuara setelah menyeimbangi diri dengan langkah Shane.

Shane berhenti melangkah, tapi bukan untuk mengikuti kemauan Aimee melainkan untuk lebih leluasa menunjukan wajah tidak mau dibantahnya pada Aimee.  "Berhenti menjadi pembangkang!"

Tatapan tegas nan tajam Shane membuat Aimee terdiam. Pada akhirnya ia mengikuti Shane yang kembali melangkah.

Shane membuka pintu mobilnya, memerintahkan Aimee masuk ke sana lalu disusul oleh dirinya.

Deru mobil Shane terdengar. Mobil mewah itu kemudian meninggalkan kediaman Shane.

"Apa saja yang kau pikirkan sampai kau bisa terjatuh dari tangga?" Shane memiringkan wajahnya, menatap Aimee sekilas dengan tatapan dingin. Ia kesal, menjaga diri sendiri saja Aimee tidak mampu.

"Aku hanya kurang hati-hati." Aimee memberikan jawaban yang menurutnya masuk akal. Ia tidak mungkin mengatakan bahwa saat itu ia sedang memikirkan Shane dan Valerie.

Shane menarik napas pelan. Percuma juga ia memarahi Aimee. Wanita itu tidak akan mengerti bahwa ia mencemaskannya.

"Lain kali gunakan kaki dan matamu dengan baik. Jangan merusak apa yang sudah menjadi milikku!" peringat Shane.

Aimee diam. Matanya kini menatap Shane dengan tatapan yang susah dijelaskan.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Shane melihat Aimee dari kaca spion mobilnya.

"Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?" tanya Aimee serius.

"Bukankah sudah jelas bahwa aku menginginkan semua yang ada pada dirimu."

"Untuk jadikan mainan?" tanya Aimee lagi.

Untuk dijadikan mainan? Shane tersenyum miris. Yang ada di otak Aimee hanya itu saja. Jika dirinya hanya ingin menjadikan Aimee mainan, tak perlu baginya melakukan banyak hal untuk Aimee. Aimee adalah segalanya bagi Shane.  Dunianya, hidupnya dan cintanya. Akan tetapi, Shane tidak mungkin mengatakan itu pada Aimee karena ia yakin Aimee tidak akan percaya. Ia yang dianggap mengerikan oleh Aimee tentu saja tidak akan memiliki perasaan tulus seperti itu.

"Jika kau berpikir seperti itu maka katakanlah begitu." Shane tidak mengiyakan, tapi tidak juga menyangkal. Ia hanya akan membiarkan Aimee berpegang pada pemikirannya sendiri.

"Kapan kau akan membuangku dari hidupmu?"

Pertanyaan Aimee kali ini membuat Shane berhenti mengemudikan mobilnya. "Kau tidak perlu tahu kapan hari itu akan datang. Yang harus kau tahu hanyalah kau milikku sampai kau tidak bernyawa lagi. Aku tidak tahu apa yang ada di otak kecilmu saat ini, tapi jika kau berpikir untuk pergi dariku maka artinya hari itu tidak akan pernah tiba kecuali kau mati."

Aimee kemudian diam. Ia tidak mengeluarkan pertanyaan apapun lagi.  Matanya yang tadi mengarah pada Shane kini sudah melihat ke barisan pepohonan yang berada di bahu jalan. Jika Shane tidak akan melepaskannya sampai ia mati maka itu artinya Shane akan terus memilikinya dan Valerie secara bersamaan. Dari sisi ini Aimee merasa bahwa Shane jelas jauh lebih buruk dari ayahnya. Shane ingin memiliki dua wanita sekaligus. Namun, Aimee tidak akan membiarkan hal seperti ini terus terjadi. Bagaimanapun caranya ia harus memisahkan Shane dan Valerie.  








Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top