9
Semua sampai ke telinga Nararya saat ia baru kembali setelah menyelesaikan pendidikan. Berita tersebut membuat sang pangeran murka. Apalagi seorang pamannya secara terang-terangan menginginkan Agni. Bahkan di lingkungan istana sudah tersebar, bahwa adik ayahnya itu ingin memperistri perempuan yang sudah menjadi impiannya sejak dulu. Ia merasa harus melakukan sesuatu.
Sore itu sang pangeran sengaja keluar istana untuk jogging dengan niat terselubung. Ia ingin menemui Agni. Dikelilingi para pengawal yang seusia, mereka menuju jalan utama di sekitar istana. Sampai kemudian berhenti di kedai es krim milik Agni. Sebuah hal yang akhir-akhir ini menjadi hal biasa.
Ia tak lagi seleluasa dulu mendekati gadis itu. Karena Gantharu sudah tinggal di luar kompleks istana. Jadi harus mencari cara agar mereka bisa bertemu. Pada awalnya para pengawal tidak tahu, mereka sibuk menggoda Agni. Namun ketika melihat tatapan tajam sang pangeran, akhirnya tak ada yang berani lagi. Tanpa kata, sang pangeran sudah menyatakan kepemilikannya.
Sore itu Agni hanya melayani beberapa anak kecil. Rombongan istana memilih menunggu. Jalanan sudah mulai sepi. Gadis itu segera menunduk hormat saat tahu kalau pangeran telah datang. Seperti biasa juga, tanpa bertanya, Agni memberikan yoghurt dengan rasa blueberry untuk Nararya dengan porsi berbeda. Karena tahu bahwa sang pangeran sangat suka. Perlahan para pengawal sedikit menjauh. Dalam keadaan seperti ini takkan ada yang berani mendekat.
Setelah mereka benar-benar berdua di dalam kedai, Nararya mulai bertanya dengan nada tegas.
"Kudengar Paman Aksa mendekati orangtuamu?"
"Ya, pangeran." Jawab Agni takut.
"Kamu menolak, kan?"
"Ya."
"Bagaimana dengan paman dan bibi?"
"Mereka masih berusaha menolak, dengan alasan saya belum selesai kuliah."
Kali ini ada kelegaan diwajah Nararya.
"Kapan kuliahmu akan selesai."
"Masih hampir dua tahun lagi, Pangeran"
Nararya hanya mengangguk dan menatap sambil tersenyum.
"Aku akan melamarmu pada Paman Gantharu, begitu kamu wisuda."
Jemari Agni yang tengah membersihkan gelas terhenti seketika. Tubuhnya melemah, meski udara dingin, seketika peluh membanjiri keningnya. Ia tak percaya kalau Pangeran Nararya akan senekat itu. Baginya tidak ada jalan yang terbuka. Kecuali menjadi selir tentunya. Akankah hidupnya berakhir seperti itu? Sementara hingga saat ini, pangeran tidak juga berniat melepasnya.
"Tidak baik bercanda untuk hal seserius itu, pangeran." Akhirnya Agni berusaha mengingatkan.
"Aku serius. Dan akan bicara pada kedua orangtuaku. Tapi tolong jangan katakan pada siapapun."
"Anda salah kalau melakukan itu. Raja dan permaisuri akan menolak. Saya tidak pantas untuk anda."
"Siapa bilang? Ayahku telah memulai dengan mengambil gadis dari kalangan biasa untuk menjadi permaisurinya. Kenapa aku tidak bisa?"
"Karena saya tidak sebanding dengan Permaisuri Prameswari, ibu anda. Ayah saya hanya penjaga kuda istana. Sementara permaisuri berasal dari keluarga terpandang. Tolong jangan membuat masalah dalam kehidupan saya kelak, Pangeran." Suara Agni terdengar hampir menangis. Ia benar-benar tidak siap dengan permintaan pangeran. Meski tahu bahwa cinta itu semakin mekar di dalam hatinya.
Nararya menghentikan minumnya.
"Kamu menolakku?"
Agni menggeleng.
"Kamu mendapat tekanan dari seseorang?"
Agni kembali menggeleng.
"Tidak ada, hanya tidak ingin jika keluarga saya menjadi bahan cemoohan para tetangga. Biarkan semua seperti sekarang. Saya sudah cukup bahagia."
"Apakah kamu berencana tidak pernah menikah? Kamu ingat permintaanku dulu? Untuk tidak menerima lamaran siapapun? Itu karena aku hanya menginginkan kamu untukku sendiri."
"Tolong pangeran, jangan seperti ini. Saya bersedia tidak menikah untuk anda." Gadis itu semakin panik.
"Tatap aku, Agni."
Cukup lama sampai Agni memberanikan diri menatap Nararya.
"Aku sudah menunggu selama ini. Dan sekarang akan menepati janjiku. Jangan pernah berpaling pada yang lain. Karena kamu ditakdirkan untukku. Dan jangan pernah mencoba untuk berpaling atau jatuh cinta pada orang lain. Karena aku bisa melakukan apa saja untuk memisahkan kalian." Kalimat itu diucapkan dengan pelan tepat di depan telinganya. Bulu kuduknya berdiri seketika, terutama saat embusan nafas sang pangeran berada tepat di tengkuknya. Agni merasa bahwa Nararya sangat serius.
Setelah itu sang pangeran kembali melanjutkan kegiatan olahraganya. Tanpa peduli pada wajah Agni yang terlihat memucat. Ia berada pada titik tidak tahu harus berbuat apa. Pangeran Nararya bisa melakukan apa saja. Dan itu yang ia takutkan. Entah kenapa ia menangkap sebuah hal yang tidak pernah diketahui orang lain. Kadang putra mahkota itu sanggup menjadi orang lain yang sama sekali tidak dikenalnya.
Masih diselubungi rasa takut, kini ia membereskan kedai. Menutup jendela dan pintu, lalu bergegas pulang ke rumah. Semoga apa yang terjadi tadi tidak diketahui siapapun. Sedikit menyesalkan tindakan Nararya yang nekat. Bagaimana kelak bila lidah orang tidak bisa dihentikan?
***
Berita tentang Nararya yang mengunjungi kedai milik Agni di sore hari sampai ke telinga Prameswari. Membuat perempuan cantik itu marah. Apalagi ibu mertuanya mengingatkan untuk menasehati Nararya agar tidak terlalu menarik perhatian rakyat. Belum lagi pihak lain yang terang-terangan menginginkan gadis itu.
Pagi itu, Nararya tengah sarapan bersama kedua orangtuanya. Kali ini Aditya tidak lagi bersama mereka karena meneruskan pendidikan militer.
"Ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya ayahnya sambil meletakkan cangkir teh.
"Sebenarnya, iya ayah."
"Apa itu?"
"Saya ingin memperistri Agni, putri Paman Gantharu."
Ratu Prameswari segera meletakkan sendoknya dan membelalakkan mata.
"Apakah ibu tidak salah mendengar?"
"Tidak ibu, saya sudah berusai 25 tahun. Dan saya rasa ini adalah waktu yang cukup untuk memulai kehidupan baru."
"Ibu tidak setuju!" sang ibu hampir berteriak. Sesuatu yang tidak pernah terdengar selama ini.
"Saya sudah mencintainya sejak dulu. Dan dia adalah pilihan hati yang tidak bisa diubah." ucap Nararya tetap dengan nada sopan dan tertata namun terdengar sangat tegas.
"Itu bukan cinta, Nararya. Hanya kagum pada kecantikannya! Kamu tahu siapa dia, kan? Seorang putri penjaga kuda! Apa tidak ada perempuan lain yang lebih menarik lagi? Kamu tahu bagaimana sulitnya ibu masuk ke dalam istana ini? Apalagi dia!" Sang ibu kemudian memijat keningnya. Masih syok dengan kejujuran putranya.
"Aku akan tetap berada pada pendirianku. Kekurangannya cuma karena ayahnya penjaga kuda. Ibu tahu kalau ia adalah gadis yang pintar dan berkelakuan baik?"
"Ibu tetap tidak setuju. Kamu masih muda, perjalananmu masih sangat panjang. Apa kata rakyatmu nanti jika ratu mereka adalah anak dari penjaga kuda dan seorang penjual susu."
Untuk pertama kali Nararya menatap ibunya dengan wajah memohon.
"Apakah ibu tidak bisa melupakan posisi keluarganya?"
"Sekali lagi, bu akui dia memang cantik, sangat cantik malah. Tapi tidak layak untuk menjadikannya seorang ratu. Ia tidak tahu apa-apa tentang aturan istana, undang-undang dan juga tata karma. Tolong hentikan niat itu. Ia akan hancur dibawah payung aturan istana. Berpikirlah untuk hal buruk yang akan terjadi. Atau kalau kamu mau, jadikan ia selir. Jauh lebih masuk akal daripada harus memperistri secara resmi."
Nararya kembali tertunduk. Ia menahan marah dan sudah kehilangan selera makan! Membiarkan kedua orang tuanya meninggalkan meja meski sarapan belum selesai.
***
Nun jauh dari tempat itu. Aditya menatap foto Agni yang selalu dibawanya kemanapun. Ia meletakkan di sebuah lipatan baju yang tak pernah terpakai.
"Tunggu aku Agni, aku akan membahagiakanmu. Kita akan bersama suatu saat kelak. Aku jauh lebih bisa membahagiakanmu dari pada kang mas Nararya. Kelak ia hanya bisa membuatmu menangis. istana terlalu kejam untukmu. Aku akan membawamu ke luar dari kukungan itu. Jangan pernah menginjakkan kaki di istana, karena kelak kamu akan terpenjara selamanya."
Aditya tahu kalau ia akan bersaing dengan Nararya. Tapi baginya, Agni tidak memberikan sinyal balasan kepada kakak sulungnya. Ia yakin bisa memenangkan pertarungan ini. Tidak ada yang lebih indah saat menatap mata milik gadis itu. Dan yakin bahwa lamarannya kelak akan di terima. Aditya kembali menutup mata. Ini adalah malam minggu. Biasanya ia ikut ke luar bersama beberapa teman. Tapi khusus hari ini ia menolak. Karena sedang merindukan Agni.
***
Kedekatan Agni dan Pangeran Nararya akhirnya terendus media. Membuat kedai tersebut selalu penuh oleh wartawan atau malah orang yang sengaja datang untuk menatapnya. Gadis itu bingung. Apalagi banyak koran dan majalah mulai memuat wajahnya dan juga memberitakan kegiatan sehari-hari. Ada juga yang mengolok, mengatakan kalau ia adalah putri yang berasal dari kerajaan kandang kuda.
Akhirnya atas perintah dari pihak istana, Agni menutup kedai miliknya. Kini kegiatan sehari-hari hanyalah berada di dalam rumah. Keluarga mereka juga menjadi gunjingan para tetangga. Banyak yang merendahkan namun tidak sedikit yang turut senang. Terutama bagi yang memang tahu kepribadiannya.
Banyak juga wartawan yang mulai bertanya-tanya tentang awal hubungan mereka pada para tetangga dan kenalan. Foto-foto hasil candid tersebar luas di dunia maya. Membuat pergerakan Agni semakin terbatas. Banyak yang memuji kecantikan dan kepolosannya. Meski tidak sedikit dari perempuan kalangan atas yang mencibir.
Semua itu kini bagai penjara bagi Agni. Rasa sedih karena merasa geraknya dibatasi. Siapa yang berani melawan istana? Tentu ia tidak ingin dianggap sebagai pemberontak. Kini keluarganya seakan dikucilkan.
Malam itu, Agni berada dalam pangkuan ibunya. Perempuan tua dengan jemari yang telah berkerut mengusap lembut rambutnya. Saat ini mereka benar-benar kesulitan. Hanya mengandalkan susu sapi yang dijual ke agen.
"Kenapa murung?" tanya Chandi.
"Aku bingung harus melakukan apa, Bu. Kegiatanku hanya kuliah dan di rumah."
"Kamu bisa mengunjungi teman-temanmu."
"Mereka semua menghindar, takut kalau kena tegur pihak istana. Apa kita pindah saja?"
"Ke mana? Sayang kuliahmu. Sudah tak lama lagi."
"Aku capek."
"Kamu sudah pernah bicara dengan Pangeran?"
"Sudah, aku meminta dia melupakan dan melepasku. Tapi dia tidak mau dan bersikeras."
"Kita rakyat biasa. Tidak mungkin memerintah pangeran. Ibu juga bingung, harga susu sedang turun. Bagaimana nanti bisa bertahan?"
"Aku tidak bisa membuka kedai lagi. Juga tidak diijinkan bekerja. Sementara Pangeran tidak pernah datang lagi. Aku bingung." Kini Agni mulai menangis.
"Apa dia ingin menjadikan kamu selir?"
"Dia bilang tidak. Tapi aku juga tidak mungkin menjadi seorang ratu. Siapa kita? Itu akan menjadi bahan tertawaan orang lain. Dan aku tidak ingin pangeran mendapat malu."
"Ya, kita tidak bisa berharap lebih. Hanya bisa menunggu, meski kemungkinannya sangat kecil. Ibu sedih, kamu cantik, tapi kenapa hidupmu harus seperti ini?"
"Aku kadang benci pada wajahku sendiri, Bu."
"Tidak boleh seperti itu, semua adalah berkah dari Gusti Agung."
"Tapi kenapa jadi seperti ini?"
"Semoga ada hikmah yang nanti bisa kita ambil dari semua. Ibu hanya takut kalau kelak kita diusir. Ke mana kita akan pergi?"
Agni sama cemasnya dengan sang ibu. Memikirkan kuliahnya, juga sapi-sapi ayahnya.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
11721
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top