☪︎⋆✧ Chapter 7 : ❝Habit.❞
❄️ Chapter 7 : ❝ Habit ❞
🧊
🌨️ Bab 7.
|| Habit ||
[ Kebiasaan ]
.
❄️ ˚. ୭ ˚○◦ ❄️ ◦○˚ ୧ .°❄️
“Ini soal misi baru--?!”
Gojou menghentikan ucapan saat Joe tiba-tiba mengerem mendadak, membuat tubuhnya hampir jatuh dari atas kursi mobil dan pangkuan [Name].
Ia kemudian bangun, menyembulkan kepalanya ke arah supir mobil.
“Kenapa tiba-tiba?!”
“Maaf, tuan. Pohon besar tumbang di depan sana.”
Gojou menatap ke arah depan. Maniknya mendapati pohon besar yang baru saja jatuh dan mungkin hampir menimpah mereka jika Joe tidak mengerem mendadak tadi.
“Ah, benarkah? Putar balik. Ambil jalur lain.” Pintah Gojou.
“Baik.”
Gojou kembali duduk. Kemudian merebahkan kepalanya pada bahu wanitanya. Ia menutup mata, mengosongkan pikirannya dari berbagai hal yang membuatnya pusing dan stres.
“Aku akan menceritakannya saat sampai di rumah.” Ucap Gojou. [Name] menganggukkan kepalanya. Kemudian merebahkan kepalanya juga pada puncak surai Gojou.
Tangan [Name] bergerak menggenggam tangan besar Gojou. Menyatukan jari-jari mereka. Warna kulit mereka bertentangan, serta ukuran jari-jari yang jauh berbeda.
Kulit Gojou sedikit kecoklatan, eksotis, tidak seputih Megumi ataupun Nobara. [Name] sendiri lebih putih dari ketiga orang itu. Kulitnya sewarna salju, beberapa orang mengira ia keturunan albino. Itu sebuah kenyataan sebab dari gen nenek [Name].
Mikasa pernah berkata jika [Name] mengenakan pakaian serba putih lalu berbaring di atas salju, maka ia tidak akan terlihat. Itu sebuah candaan dengan hasil canggung sebenarnya. Hanya [Name] yang menganggap itu lucu.
Selang beberapa menit. Mobil limousin mereka sampai di depan gerbang setinggi tiga meter. Joe menunjukkan kartu identitas khas anak buah Gojou pada kamera pengaman, kemudian dibukakan pintu gerbang setelah mengetahui identitas pemilik mobil.
Pekarangan yang sangat luas, satu air mancur tepat di tengah-tengah pekarangan penuh bunga. Nampak menyala akibat cahaya lampu agar rumah ini terlihat lebih hidup.
Sebelum Gojou menikahi [Name]. Rumah ini seakan mati, lampu jarang ia nyalakan. Entah kenapa. Suasananya pun suram, seolah tidak ada tanda-tanda orang berada di tempat mewah ini.
Mansion besar. Berwarna putih dan warna emas. Sangat mewah, jelas saja, sudah berapa keturunan keluarga Gojou sebenarnya menjalankan bisnis?
Entah berapa kartu kredit yang Gojou pegang. Di kehidupannya, uang bukan masalah.
Joe membukakan pintu mobil. Sang pria keluar duluan diikuti [Name] di belakangnya. Mereka berjalan beriringan. Cara jalan layaknya model, bermartabat tinggi.
Hanya Gojou yang sombong dengan semua hal yang ia miliki terutama kekuatannya pada orang asing. Sementara [Name] sendiri ada untuk mengurangi kesombongan itu.
[Name] menghela nafasnya ketika telah sampai di dalam kamar. Ia melepas high heels yang ia kenakan, lalu membawanya ke dalam ruang ganti bajunya.
Gojou sendiri. Tanpa repot-repot masuk ke dalam ruang gantinya, ia membuka mantel, lalu jas kantor, dasi, hingga kemeja putih lalu melempar semuanya ke sandaran sofa. Arloji mahal kemudian ia buang begitu saja ke atas meja.
Sepatu mahal ia lepas dan biarkan tergeletak berantakan di lantai. Gojou tidak peduli, ada [Name] yang akan membereskannya.
Ia bertelanjang dada sekarang. Gojou melangkah masuk ke dalam ruang ganti milik [Name]. Membuka pintunya, berharap mendapatkan sebuah tontonan gratis.
Harapannya kemudian pupus saat pandangannya mendapati [Name] yang sudah berganti pakaian dengan dress tidur berbahan lembut. Bahu serta lehernya tidak tertutupi. Sekarang, wanitanya tengah menyisir rambut sepunggungnya di depan cermin.
Gojou melangkah masuk. Menghampiri [Name] yang masih sibuk dengan kegiatan menyisirnya. Ia kemudian mengurung [Name] di antara lengannya, tangan Gojou bertumpu pada meja rias dengan [Name] di antaranya.
Sang wanita mendongak. Mendapati sang pria yang sudah melepas pakaiannya. Kening [Name] mengernyit mengingat kebiasaan Gojou.
“Di mana semua pakaian kamu?” Tanyanya.
“Di atas sofa.” Tangan Gojou memain-mainkan ujung rambut [Name] yang sudah rapi.
“Lalu sepatu?”
“Di lantai.”
[Name] bangkit dari duduknya. Kemudian melangkah ke arah pintu keluar, Gojou mengikut di belakangnya, berjalan santai mengikuti wanitanya.
Gojou membaringkan tubuhnya ke atas ranjang. Bersandar pada sandarannya. Maniknya mengawasi dalam kegelapan [Name] yang saat ini mengambil pakaiannya serta sepatunya. Gelap karena lampu tidak mereka nyalakan. Hanya sinar bulan yang menembus kaca jendela sebagai penerangan.
Pandangannya mengikuti [Name] yang masuk ke dalam ruang gantinya. Gojou malas mengikuti lagi saat [Name] hilang dari balik pintu. Meski dirinya masih ingin menyaksikan wanitanya.
[Name] kemudian keluar dari kamar ganti. Lalu ikut naik ke atas ranjang, menyelimuti dirinya dalam selimut. Posisinya membelakangi Gojou.
[Name] dapat merasakan lengan kekar perlahan memeluk perutnya. Tubuhnya tertarik ke belakang lalu bertabrakan dengan dada Gojou yang terasa hangat.
Kecupan ia rasakan pada belakang kepalanya. Itu ulah Gojou.
“Aku cerita sekarang atau besok?” Kata Gojou. Seringaian ia pasang.
“Besok saja, ya. Aku mengantuk.”
“Ha? Jangan tidur dulu. Kita belum--!”
“Satoru, kita tidur biasa saja malam ini, ya?” Ucapan Gojou terpotong oleh [Name].
“... Baiklah ... Cih ....”
Gojou menyembunyikan wajahnya pada punggung [Name] yang sedikit terekspos pada bagian bahu sampai leher. Menutup matanya, tidur menuju alam mimpi.
❄️ ˚. ୭ ˚○◦ ❄️ ◦○˚ ୧ .°❄️
Udah lama gak nulis cerita CEO. Gimana part ini?😂
Oh iyaa ... Aku boleh minta satu permintaan, tolong?
Book When Autumn Comes bisa di vote ulang gak ya ...?
Kalo kalian mau.
😭
❄️ ┈┈┈ ੈ ⓐⓝ ੈ ┈┈┈ ❄️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top