☪︎⋆✧ Chapter 19 : ❝Problem.❞
🧊 Chapter 19 : Problem
.
❄️ Bab 19
|| Problem ||
[ Masalah ]
.
❄️ ˚. ୭ ˚○◦ ❄️ ◦○˚ ୧ .°❄️
"Mori -sensei."
Mori melirik, netra violet menangkap sosok guru bermata hijau yang kini duduk seenaknya saja di sampingnya--tempat Elise.
"Ayami -kun, tempat yang kamu duduki sekarang itu milik Elise -chan, loh." Mori berucap, senyuman ia singgungkan, meski begitu nadanya terdengar mengancam.
"Aku akan tetap duduk di sini sampai Mori -sensei mendengar semua ceritaku."
Raut wajah Mori langsung berubah, ia kehilangan binar matanya, maniknya seketika menjadi kelam. Lalu dalam sekejap mata kembali menjadi normal.
"Apa yang ingin kamu tanyakan, Ayami -kun?" Senyum kembali merekah pada wajahnya.
"Ini soal anak bernama [Name]. Kulihat-lihat ... Sensei cukup dekat dengan anak itu. Kenapa?"
"Oh? Dia kenalanku, kakaknya pernah bekerja sama denganku di masa lalu dan itu sangat membantu." Jawab Mori.
"Kakaknya yang Gojou Satoru?"
Mata Mori kembali kelam.
"Salah satunya." Ucapnya.
"Aku penasaran. Sensei, aku sudah memeriksa absen kelasnya dan juga daftar nilai dari guru-guru yang mengajar di kelasnya. Tapi, aku tidak menemukan namanya di sana. Anak-anak kelas itu juga pernah menjawab padaku, kata mereka semenjak [Name] datang di kelas guru-guru tidak pernah mengabsen murid."
Mori diam mendengarkan. Kedua tangan menyatukan jari-jari di depan hidungnya. Netra tetap melirik ke arah wanita yang masih bicara.
"Anak itu katanya berumur delapan belas tahun. Tapi, setelah kuamati, dia tidak terlihat seperti gadis remaja pada umumnya. Dari fisik, serta aura dan pembawaan yang gadis itu bawakan terlihat sangat berbeda."
Wanita itu menggigit kuku jempolnya, kedua kaki ia silangkan. Keningnya mengerut.
"Hubungannya dengan Kakaknya--si Gojou Satoru-- menurutku sangat aneh. Mereka bersaudara, tapi tidak ada kemiripan sama sekali. Aku tahu diluar sana banyak saudara yang tidak mirip, tapi, setidaknya, meski sangat kecil, kemiripan ada diantara mereka. Tapi, anak itu dan kakaknya tidak ada sama sekali."
"Ayami -kun, tidak ada untungnya kamu mencampuri urusan mereka berdua." Mori berujar, kedua matanya tertutup.
"Huh?"
Mori membuka mata. Ia kembali melirik, matanya nampak menajam.
"Selama kamu mencari tahu, apa yang kamu dapat sebagai keuntunganmu sendiri?"
Guru wanita yang kini diketahui bernama Ayami--bungkam. Keringat dingin nampak meluncur di pipinya. Suasana memberat.
"Kamu sebaiknya berhenti mencari tahu tentang mereka."
"Mori -sensei sepertinya sangat memerhatikan mereka, ya? Apa untuk membalas kebaikannya?" Ia nampak sedikit takut, suaranya diusahakan untuk tidak bergetar.
"Kami memiliki kesepakatan yang sangat penting. Menguntungkan kedua belah pihak. Tidak seperti Ayami kun yang hanya didasari rasa penasaran tidak jelas. Aku akan mengatakan ini sebagai guru, terkadang mengikuti rasa penasaran bisa membawa kamu ke dalam masalah besar, kamu tidak tahu resiko seperti yang akan terjadi apa pada dirimu sendiri jika terlalu mengikuti rasa penasaran itu."
Ayami semakin mengerutkan kening, berpikir keras. Dia sudah di tengah jalan, tidak mungkin ia berhenti untuk mendapatkan jawaban.
Dia tidak peduli jika ini sudah kelewatan atau tidak. Rasa penasaran yang besar menguasainya sampai tidak peduli dengan apapun.
Kemudian, ia melirik jam dinding. Sudah menunjukkan pukul empat sore, waktu para murid untuk pulang dan menjalankan klub mereka.
"Aku permisi." Ayami berdiri, segera berjalan cepat ke arah pintu.
Mori menunggu sampai Ayami benar-benar hilang dari jangkauannya. Kemudian ia merogoh saku, mengambil ponsel.
"Getou -kun ...."
❄️ ˚. ୭ ˚○◦ ❄️ ◦○˚ ୧ .°❄️
"Hei!!"
[Name] menghentikan langkah kaki. Kemudian membalikkan tubuh, melihat siapa orang yang bersuara tadi.
Netra hitamnya mendapati guru wanita--yang sampai sekarang ia tidak tahu namanya-- berdiri di belakangnya seraya melipat kedua tangan di depan dada. Dagu guru itu terangkat naik, angkuh, menatap [Name] dengan tatapan merendah.
Sang wanita tahu ini bukan pertama kalinya dia dipandang rendah oleh guru ini.
"Ada apa, sensei?" [Name] bertanya. Senyuman ia ukirkan.
"Apa kau benar-benar seorang siswa?"
Ah, ini sifat aslinya, ya? Batin [Name].
"Tentu saja. Aku benar-benar murid di sini. Kenapa sensei menanyakan sesuatu yang sudah jelas?" Tanyanya balik.
"Tapi ... Kau terlihat tidak seperti murid bagiku."
"Apa karena fisikku?"
"Tidak. Aura mu berbeda daripada yang lain. Aku kenal ... Sangat tahu bagaimana jika seorang siswa bersifat dewasa, kadang pastinya mereka akan labil sedewasa apapun pemikiran mereka. Tentu saja 'kan? Mereka itu seorang remaja. Aku tahu ini karena pengalamanku sebagai guru."
"Apa karena perbedaan itu membuat sensei mengira jika aku bukan seorang murid? Sensei ... Sebenarnya melakukan ini atas dasar apa?"
"Kenapa kau ingin tahu?"
[Name] mengedikkan kedua bahunya sebentar.
"Yah ... Aku cukup tersinggung dengan kelakukanmu, sensei."
"Aku tidak peduli dengan itu."
[Name] meringis, ia menggigit bibir bawah.
Pengen mukul ... Batinnya.
Dirinya menghela nafas. Berdebat dengan guru yang memiliki rasa penasaran besar sampai mencampuri urusan orang lain itu tidak ada gunanya. Sebanyak apapun ia bicara, jika sudah keras kepala, tidak akan di dengar.
"[Name]."
Suara seseorang di belakangnya membuatnya menoleh. Ia mendapati Getou dan Nanami yang berjalan ke arahnya.
"Kami sudah menunggumu sejak tadi. Apa yang kau lakukan di sini?" Getou bertanya. Manik segelap malam miliknya melirik ke arah Ayami.
"Maaf, sensei. Anak ini harus pulang sebelum ia dimarahi." Ucap Getou. Telapak tangan besarnya bertengger pada puncak kepala [Name].
Ayami tidak menjawab. Alisnya malah mengerut, tidak terima diganggu. Ia menggigit bibir, lalu kembali mengikis kuku ibu jarinya dengan gigi.
"Ayo, [Name]."
"Um, kalau begitu, permisi, sensei."
Ketiganya berjalan menjauh. Meninggalkan Ayami yang terlihat sedikit panik. Dia punya sedikit masalah dengan jiwanya. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan, ia akan menjadi panik.
Berpikir, apa sampai di sini saja pencariannya? Mendengar peringatan dari Mori -sensei cukup membuatnya takut. Tapi, ia tidak bisa menahan dirinya sendiri.
"Sialan--!!" umpatnya lalu menendang tempat sampah yang ada di sampingnya.
❄️ ˚. ୭ ˚○◦ ❄️ ◦○˚ ୧ .°❄️
Rasa penasaran dan ingin tahu itu sebenarnya positif, tapi yah kadang juga bawa ke hal2 yang negatif.
┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓘𝓷𝓞𝓬𝓽𝓸𝓫𝓮𝓻 ੈ ┈┈┈
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top