27 - Mimpi Baik

Setelah nyaris sebulan lamanya terpisah jarak, akhirnya malam ini Tara akan kembali bertemu dengan Abi yang baru saja tiba di Jakarta siang tadi. Tara sudah meminta Abi untuk menunda pertemuan mereka, supaya Abi bisa beristirahat dulu seharian, tapi Abi menolak dan berkata ingin segera bertemu dengan Tara, yang tentunya tidak bisa Tara tolak.

Sepanjang hari di kantor, Tara berusaha bekerja sebaik dan semaksimal mungkin, menyelesaikan semuanya dan tidak mengganggu waktu pulang kantornya nanti. Semua rekan Divisinya, tentu tahu jika hari ini Tara tidak dapat diganggu gugat karena hal tersebut.

Dekat dengan Abi benar-benar mengubah perilaku dan keseharian Tara. Rekan-rekannya menilai, Tara jauh lebih berwarna daripada sebelumnya yang datar, dengan tampang tanpa ekspresinya. Tara menjadi sedikit lebih emosional, pernah dia menjadi super ceria dan menyapa semua orang yang bahkan tidak dia kenal, pernah dia menjadi super moody yang hanya diam saja di kursi tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Tepat pukul 17.00 WIB, rekan-rekannya menatap heran Tara yang tiba-tiba saja sudah selesai merapikan mejanya dan bangkit berdiri membawa tas. Tara tersenyum kepada semua rekannya sambil berkata, "Duluan ya. Selamat berakhir pekan," setelahnya, gadis itu melangkah meninggalkan ruangan begitu saja.

Tara menarik napas dan menghelanya perlahan sambil menunggu elevator yang membawanya ke lobi tiba. Abi sudah mengirimkan pesan sejak sepuluh menit lalu, jika dia sudah tiba dan menunggu di lobi. Jantung Tara berdebar, padahal ini bukan kali pertama dia bertemu Abi, bukan kali pertama juga Abi menjemputnya di kantor. Entahlah, rasanya seperti akan memenangkan sebuah lotre—walau Tara tak pernah tahu bagaimana bentuk lotre.

Begitu elevator yang Tara tumpangi tiba di lobi, gadis itu melangkah kecil masih dengan kegugupan yang sulit dikendalikan. Di depan lobi, mobil abu-abu metalik khas yang sudah beberapa minggu belakangan tidak Tara lihat, terparkir di sana dengan seorang pemuda yang bersandar pada pintu mobil sebelah kiri. Tara menahan napas, matanya bertemu dengan mata teduh itu. Senyuman manis muncul di bibir dua insan tersebut.

"Hai," Abiseva Putra Nawasena menyapa lembut, membukakan pintu mobil untuk Tara.

Tara hanya menjawab dengan senyuman tipis, masuk ke dalam mobil. Tak lama, Abi melangkah masuk ke jok pengemudi dan keduanya diam selama beberapa saat sebelum tertawa tanpa mengucapkan kalimat apa pun. Seperti mengulang awal kedekatan mereka.

Abi mulai melajukan mobilnya menjauhi area kantor Tara sambil berkata, "Mau ke mana kita?"

"Kafe Nawasena juga boleh."

Abi terkekeh. "Maaf ya, gak bisa nemenin. Kata anak-anak, kamu sering banget ke sana."

Tara mengangguk. "Kan, aku emang suka ke sana."

"Iya juga, sih. Sebelum tahu aku pemiliknya, kamu udah jadi pelanggan di sana, ya."

"Betul."

"So, how's life?"

Tara menoleh, sesaat mata mereka bertemu sebelum tertawa kecil. "Kenapa nanya how's life ketika kita tiap hari juga komunikasi?"

Abi mengedikan bahu. "Siapa tahu banyak yang terlewat?"

"Enggak juga. Aku udah kasih tahu kamu segalanya via chat atau pas kita video call."

Senyuman muncul di bibir Abi, pemuda itu mengangguk. "Good girl."

Perjalanan mereka lanjutkan sambil mengobrol banyak hal yang sama-sama mereka lewatkan. Tanpa diduga juga, Abi menceritakan kepada Tara mengenai pertemuan dengan kawan lamanya, seorang wanita bernama Nadya, yang membuat panggilan video antara dia dan Tara sempat terputus beberapa hari lalu. Tara mencoba tidak mengingat dan mengungkit hal tersebut, tapi Abi menjelaskan semuanya.

"Udah lama banget aku gak ketemu, temen kuliah dulu. Tiba-tiba aja ketemu di Surabaya. Udah menikah dan punya anak bayi umur 8 bulan."

Ada sedikit kelegaan ketika mendengar penjelasan tak terduga Abi tersebut di hati Tara.

"Oh, iya. Bulan depan, kayaknya ada reuni kampusku. Kamu mau ikut gak? Seenggaknya aku gak diledekin karena datang sendiri."

Tara terkekeh. "Gak ada salahnya juga datang sendiri? Emangnya kamu doang yang masih sendiri?"

"Kalau bisa ditemani kamu, sih, gak apa-apa banget. Kebanyakan udah menikah dan pasti bawa pasangan."

Tara diam, menahan napas sebelum mengangguk. "Lihat jadwalku nanti, ya."

Abi tertawa kecil mendengar ucapan Tara. "Benar juga, ya. Yang paling sibuk, kan, kamu. Aku kan selalu fleksibel."

"Mana ada? Kamu sekalinya kerja, berminggu-minggu susah dihubungi."

Lagi, Abi tertawa kecil. "Kenapa? Kangen banget ya?"

Tara memutar bola mata tanpa menjawab apa pun.

Tak lama kemudian, mobil yang Abi kendarai berhenti tepat di depan Kafe Nawasena. Seperti biasa, Abi membukakan pintu mobil untuk Tara dan keduanya beriringan masuk ke dalam Kafe Nawasena yang terlihat lebih ramai daripada hari-hari biasanya. Ah, tentu saja. Malam Sabtu, akhir pekan.

Untungnya, Abi sudah menghubungi manajer kafe terlebih dahulu untuk menyiapkan tempat untuknya dan Tara. Tempat VIP yang sengaja dikosongkan, bukan tempat biasa Tara duduk di dekat jendela.

Tara dan Abi menghabiskan makan malam dengan lahap, duduk berhadapan dengan mata yang saling terkunci satu sama lain tatkala cerita-cerita lain keluar dari mulut masing-masing. Benar-benar malam sederhana, tapi luar biasa bagi mereka yang saling melepas rindu setelah lama tak berjumpa.

Setelah selesai dan berpamitan kepada para karyawan kafe, Abi mengajak Tara berkeliling Jakarta, sambil memainkan lagu-lagu playlist kesukaannya. Sesekali mereka bernyanyi bersama, melantunkan lirik-lirik yang mereka ketahui dan bertemu pandang, hingga mobil Abi berhenti di tepi jalan, dekat gerobak penjual wedang ronde.

Abi memarkirkan mobilnya dan membuka kap belakang mobilnya, mengajak Tara duduk berdampingan di kap belakang sambil membawakan dua mangkuk wedang ronde yang telah dipesan.

"Makasih. Cocok ya, wedang ronde dan malam yang dingin." Tara berujar setelah menerima mangkuk wedang ronde tersebut dari Abi.

"Kesukaan aku juga," Abi menambahkan seraya mulai menyeruput wedang ronde miliknya.

Keduanya menyantap wedang ronde masing-masing sebelum menatap langit-langit malam dalam keheningan, sampai akhirnya Abi menoleh menatap Tara sambil berkata, "Aku banyak ngalamin mimpi beberapa bulan terakhir dan di tiap mimpiku ada kamu."

Tara menghentikan kegiatannya, mengernyitkan dahi balas menatap Abi, "Iya? Mimpi buruk?"

Abi menggeleng. "Enggak sama sekali. Mimpi baik semua dan tanpa sadar, mimpi-mimpi itu terwujud satu per satu." Abi menarik napas, menghelanya perlahan, "Mulai dari pertemuan sama kamu di seminar, site visit, ketemu orangtuaku, bahkan malam ini. Semuanya seakan realita dari mimpiku."

Jantung Tara tiba-tiba berdebar. Dia juga bermimpi mengenai hal-hal itu, namun versi buruk yang sebisa mungkin dia coba untuk hindari atau cegah. Gadis itu menggigit bibir bawahnya. "Aku juga...mimpiin kamu, sangat sering."

"Mimpi baik juga?"

Tara menggeleng. "Kebalikannya."

Satu alis Abi terangkat, "Tapi realitanya?"

"Mendekati mimpi, tapi banyak melesatnya."

Abi terkekeh, "Berarti lebih baik mimpi-mimpiku, ya? Hampir seluruhnya terjadi. Termasuk malam ini."

Tara mengernyitkan dahi heran. "Kamu mimpi kita ketemu lagi, makan di Kafe Nawasena dan makan wedang ronde?"

Abi tersenyum sebelum mengangguk. "Iya, tapi ada yang lain."

"Belum terjadi berarti? Hari ini tinggal kurang dari dua jam lagi. Mimpi baik beneran, kan?"

Abi mengangguk. "Sangat baik, sih. Kamu mau aku kasih tahu gimana ngewujudinnya?"

Tara diam sejenak, berusaha mencerna segala sesuatu sebelum mengangguk kecil.

Tanpa diduga, Abi meletakan mangkuk wedang rondenya dan bangkit berdiri. Pemuda itu berdiri di hadapan Tara sebelum tiba-tiba berlutut di hadapan Tara dan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, membuat Tara menahan napas terkejut bukan main.

"Gistara Asha Nameera, aku tahu ini mungkin terlalu cepat dan biasanya aku gak pernah asal ambil keputusan, tapi sepertinya Tuhan udah mengarahkan ke mana dan kepada siapa aku harus menjalani sisa hidupku. Semuanya tertuju ke kamu." Tara masih tak bisa mengucapkan apa pun dan jantungnya berdebar bukan main saat matanya terkunci dengan sorot mata teduh itu, "Mimpiku tentang malam ini adalah awal dari jalan hidup yang akan aku lalui bareng kamu. Mau, kan, bareng-bareng ngewujudin mimpi-mimpi baikku yang lain?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top